Menutup aurat adalah kewajiban setiap laki-laki dan perempuan mukmin. Meskipun para ulama berbeda pendapat terkait mana saja aurat laki-laki dan perempuan, tapi pada intinya seluruhnya sepakat menutup aurat itu adalah kewajiban. Kalau diperhatikan aurat perempuan lebih banyak ketimbang laki-laki. Aurat laki-laki hanya dari pusar sampai lutut, sementara perempuan seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan menurut pendapat sebagian ulama.
Karena aurat perempuan itu seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan menurut sebagian ulama, maka perempuan diharuskan menggunakan jilbab. Makna jilbab itu sendiri sebetulnya masih dalam perdebatan. Ada yang mengatakan jilbab penutup kepala sampai dada. Ada pula yang berpendapat jilbab adalah kain penutup seluruh tubuh, dari kepala sampai ujung kaki.
Perintah untuk menggunakan jilbab ini didasarkan pada firman Allah surat al-Ahdzab ayat 59
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا
“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak perempuan, dan perempuan-perempuan mukmin agar mereka mengulurkan jilbabnya. Dengan demikian mereka lebih mudah dikenal dan mereka tidak akan diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS: al-Ahdzab ayat 59)
Yang menarik dalam ayat ini adalah tujuan mengulurkan jilbab agar perempuan mukmin tidak diganggu dan lebih mudah dikenal. Untuk mengetahui lebih detail maksud ayat ini perlu menggunakan bantuan asbabul nuzul atau melacak latar belakang turunnya ayat.
Sebagian besar ahli tafsir menjelaskan ayat ini turun pada saat situasi sosial tidak aman dan ramah terhadap perempuan. Di Madinah saat itu masih banyak orang fasik yang suka menganggu perempuan, apalagi kalau malam hari. Sementara kebiasaan perempuan pada waktu itu, mereka keluar tengah malam untuk buang hajat.
Ini dapat dimaklumi karena tempat buang hajat pada masa Nabi jauh dari rumah. Supaya tidak terlihat orang, mereka buang hajat tengah malam. Biasanya perempuan merdeka (hurrah) pergi bersama budak perempuan (amah). Seketika mereka pergi buang hajat, ada sekelompok orang yang suka menganggu budak perempuan. Karena tidak jelas perbedaan budak dan perempuan merdeka di malam hari, perempuan merdeka pun juga tidak bisa menghindar dari gangguan laki-laki hidung belang.
Supaya aman dan tidak diganggu, Allah menyuruh perempuan mukmin untuk menggunakan jilbab agar terlihat berbeda dengan budak perempuan. Syaikh Ali al-Shabuni dalam Rawai’ul Bayan mengatakan, budak perempuan tidak diperintahkan berjilbab karena bisa memberatkan mereka. Sebagaimana diketahui, budak dibebankan pekerjaan oleh majikannya, sering keluar rumah untuk bekerja, sehingga sulit kalau mereka juga diwajibkan mengenakan jilbab.
Hal ini berbeda dengan perempuan merdeka yang pada waktu itu jarang keluar rumah kecuali untuk kebutuhan tertentu. Pada masa itu, yang bertanggung jawab terhadap kehidupan rumah tangga adalah laki-laki, sehingga perempuan lebih banyak di rumah.
Dengan demikian, perintah menggunakan jilbab dilihat dari asbabul nuzul-nya ditujukan untuk melindungi perempuan dari gangguan laki-laki, dan sekaligus menjadi pembeda antara perempuan merdeka dengan budak perempuan.