Jika Nabi Muhammad merupakan sosok panutan paling ideal bagi umat Muslim, Aisyah RA bisa dibilang adalah salah satu versi perempuan dari aspek tersebut. Dibekali kecerdasan dan keberanian diri yang luar biasa, Aisyah tidak hanya terkenal sebagai sebagai perawi hadis terutama terkait masalah-masalah pribadi dan keluarga, melainkan seorang yang paham betul tentang pandangan-pandangan tafsir, kalam, fikih, dan sastra.
Hidup pada abad ke-7 di Arab, Aisyah adalah sosok yang sangat luar biasa pada masanya dengan karakter yang kritis, penuh rasa ingin tahu, dan semangat untuk mempelajari apa saja. Aisyah mampu menjadi jembatan antara Nabi dan kehidupan umat masa itu. Peran penting yang dia mainkan dalam dunia keilmuan serta pembelajaran dan pengajaran sangat perlu untuk diteladani, terutama kaum perempuan.
Keunggulan pengetahuan Aisyah sangat luar biasa sehingga di tahun-tahun berikutnya terdapat beberapa kitab yang ditulis, seperti Al-Ijabah oleh Zarkasyi yang hanya membahas kapasitas intelektual Aisyah.
Aisyah adalah putri dari sahabat terdekat Nabi sekaligus khalifah pertama, Abu Bakar. Di bawah bimbingan Nabi dan Abu Bakar, Aisyah juga mahir dalam bidang puisi dan literatur. Kehadiran sosok Nabi disampingnya, dan kemauan serta kemampuan untuk memahami dan menghafal pernyataan Nabi menjadikannya sosok yang sangat cerdas.
Aisyah menikah dengan Nabi di usia yang sangat belia yakni 9 tahun. Hal ini merupakan sebuah keistimewaan yang tidak bisa diikuti semua perempuan di dunia karena Nabi mendapat wahyu untuk menikahi Asiyah saat itu. Dari sini, sebenarnya dapat dilihat bahwa Aisyah adalah sosok pilihan untuk mendampingi Nabi yang juga menjadi sumber pengetahuan dan dasar hukum Islam di kemudian hari.
Aisyah adalah sumber paling eksklusif untuk informasi tentang kehidupan keluarga Nabi beserta kehidupan pribadinya. Bagaimana Nabi akan tidur, mandi, shalat malam, romansa kehidupan berumah tangga, dan lain sebagainya didapati sumbernya dari pemaparan Aisyah. Dari balik pintu yang tertutup, dia mampu mengajukan pertanyaan yang paling intim kepada Nabi sendiri.
Karakter keingintahuan Aisyah tidak berubah sejak menikah dengan Nabi. Seperti kata pepatah Arab, pengetahuan adalah sumur yang sangat dalam dan embernya adalah pertanyaan. Dia menyadari hal tersebut dan bertanya kepada Rasulullah secara langsung terkait setiap hal yang muncul di benaknya. Aisyah menggunakan logika kritisnya untuk membandingkan informasi baru dengan pengetahuan sebelumnya dan bertanya kepada suaminya (Nabi) tentang apakah ada ketidakkonsistenan dalam setiap jawaban yang dia dapat.
Dalam ranah dakwah Islam, Aisyah berkontribusi pada penyebaran pesan Islam dan melayani umat Muslim selama 44 tahun. Setelah wafatnya Nabi, Aisyah secara luas diakui dan dihormati oleh baik kalangan pria dan wanita. Banyak sahabat Nabi termasuk Khulafaur Rasyidin sering mengunjungi Aisyah untuk belajar pengetahuan Islam.
Sepanjang hidupnya, Aisyah adalah pembela pendidikan pria dan wanita Muslim di semua disiplin keilmuan Islam. Meskipun Aisyah tidak memiliki anak sendiri, dia memberikan kasih sayang pada anak-anak, terutama keponakannya ‘Abdullah. Inilah alasan mengapa dia kadang-kadang dipanggil Umm ‘Abdullah, Ibu dari ‘Abdullah.
Aisyah dikenal sebagai sosok pertama yang mendirikan madrasah untuk wanita di rumahnya sendiri. Bahkan, pria Muslim juga mengikuti kelasnya, dengan dipisahkan oleh tirai sederhana. Berbagai kalangan menjadi muridnya mulai dari; tuan dan pelayan, anak-anak dan wanita, tua dan muda, hingga orang Arab dan non-Arab sering mengunjungi madrasahnya.
Sebagaimana yang telah banyak orang ketahui, Aisyah adalah salah satu pelopor dalam kesejarahan hadis. Tidak hanya sebagai salah satu perawi paling awal, tetapi juga sebagai salah satu penafsir yang paling cermat.
Aisyah RA diketahui telah meriwayatkan sekitar 2.210 hadits, tidak hanya tentang hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan pribadi Nabi, tetapi juga pada topik-topik umum seperti warisan, kedokteran, dan sastra. Banyak dari hadisnya yang telah dinilai shahih oleh sebagian besar ulama’ Muslim dengan Imam Bukhari dan Muslim yang paling banyak mengumpulkan hadis dari Aisyah.
Aisyah bukan hanya seorang narator yang menyampaikan apa yang telah dia dengar dan lihat, tetapijuga seorang mufassir al-Qur’an. Itulah mengapa saat melihat kumpulan tafsir dalam tradisi Islam, akan banyak ditemukan komentar Aisyah dalammakna dan penjelasan dari ayat-ayat al-Qur’an.
Tidak berhenti disitu, Aisyah dikenal sangat komprehensif dalam penguasaan fiqih yang memungkinkannya melakukan pengambilan keputusan (ijtihad) dalam masalah hukum Islam, terutama pada masa tiga khalifah pertama, Abu Bakar, ‘Umar dan ‘Usman.
Aisyah RA adalah salah satu dari sedikit cendekiawan perempuan yang bisa membuat ketetapan berdasarkan pengetahuan sebelumnya dari al-Qur’an dan Sunnah. Jika tidak ada pernyataan yang jelas baik di dalam al-Qur’an maupun dalam Sunnah, maka Aisyah akan menafsirkannya menurut logikanya sendiri. Wallahu A’lam.