“Jangan pernah percaya kepada orang lain, satu-satunya orang yang bisa kamu percaya adalah dirimu sendiri,” kalimat tersebut sangat membekas dalam pikiran saya ketika menonton film “Mencuri Raden Saleh” dengan tokoh utamanya Iqbal Ramadhan, yang berperan sebagai Piko.
Film yang disutradarai oleh Angga Dwimas Sasongko ini tidak hanya menyajikan kisah perampokan yang cukup unik, akan tetapi terdapat banyak sekali pesan sejarah yang bisa kita ambil di dalamnya.
Sebenarnya tidak hanya Piko yang berperan dalam film ini, ada banyak peran generasi muda tergabung dalam 1 geng, diantaranya: Sarah (Aghny Haque), Gofar (Umay Shahab), Fella (Rachel Amanda), Tutuk (Ari Irhma) dan Ucup (Angga Yunanda). Meskipun Ucup adalah sahabat yang paling dekat dengan Piko, Sarah berperan sebagai pacar Piko. Keenam anak muda tersebut disatukan dalam misi untuk melakukan perlawanan kepada penguasa? Siapakah itu?
Perlawanan dan pengkhianatan yang menyatu
Saya tidak menyangka bahwa alur cerita ini disajikan begitu ciamik dengan kisah yang tidak mudah ditebak. Pada awalnya, Piko merupakan seorang pelukis yang cukup handal di bidangnya. Ia berhasil meniru lukisan yang sama persis seperti lukisan aslinya. Dari aktifitas itulah, ia kemudian berhasil menjual lukisannya dengan harga yang sangat fantastis. Uang tersebut selalu ia gunakan untuk membayar kuliah, memenuhi kebutuhan hidupnya, dan menemui ayahnya setiap pekan yang sedang di penjara.
Alkisah, ayahnya dipenjara karena dijebak dari kantornya. Ayahnya akan mendekam untuk beberapa tahun yang akan datang. Sedangkan ibunya, sudah meninggal sejak kecil. Bagi Piko, satu-satunya harta paling berharga di dunia adalah ayahnya.
Namun, kemampuannya itu diuji ketika ia harus menyelamatkan ayahnya yang sedang dipenjara. Ayahnya membutuhkan uang 2 miliar untuk membayar seorang pengacara handal agar bisa membebaskan dirinya. Tidak ada pilihan lain bagi Piko selain pasrah akan nasib ayahnya. Namun, kabar baik menyelimuti kehidupannya tatkala ia memperoleh projek cukup besar dengan harga 2 miliar untuk meniru lukisan penangkapan Pangeran Diponegoro karya Raden Saleh. Lukisan tersebut terpajang di Istana, dan menyingkap sejarah yang amat pelik di dalamnya. Dengan kemampuan yang luar biasa, lukisan Raden Saleh merupakan salah satu mahakarya terbaik pada saat itu untuk menggambarkan suasana mencekam dimasa silam.
Keputusan yang rumit memang. Akan tetapi, Piko menerima projek tersebut untuk mendapatkan uang agar bisa menyelamatkan ayahnya. Setelah lukisan itu selesai dengan hasil yang sempurna, masalah belum selesai. Ia justru dijebak oleh Dini, pembeli lukisan itu yang kebetulan bekerjasama dengan seorang mantan presiden, untuk menukar lukisan palsu itu dengan lukisan asli yang ada di istana negara.
Berdasarkan informasi, lukisan akan dipamerkan pada pameran nasional, di momen itu, mereka bisa menukar lukisan tersebut. Tidak tanggung-tanggung, bayaran yang akan diterima oleh mereka ketika berhasil melakukan upaya itu adalah 17 miliar.
Sontak hal itu membuat Piko shock karena tidak tahu harus melakukan tindakan apa agar menyelamatkan ayahnya. Mau tidak mau, dengan sikap yang sangat terpaksa, ia bersama dengan Ucup, Sarah, Fella, Gofar, dan Tuktuk bekerjasama untuk mencapai misi itu. Upaya untuk menukar lukisan tersebut dilakukan dengan strategi yang cukup mapan. Saya pikir, di scene itu, rencana akan gagal dan film selesai, sebab Tuktuk ditangkap oleh pihak kepolisian karena diduga sudah melakukan aksi yang tidak bertanggung jawab. Akan tetapi, strategi Dini yang menyamar menjadi pengecek keaslian lukisan berhasil.
Lukisan asli berhasil dimasukkan ke dalam rumah mantan presiden, sedangkan lukisan palsu itu diikutkan ke pameran nasional. Merasa bahwa mereka dijebak oleh permainan mantan presiden, keenam anak muda ini sangat kesal dan berencana untuk melakukan perampokan ke rumah mantan presiden. Aksi heroik itu dilakukan dengan cara mencuri lukisan asli yang berada di dalam rumah mantan presiden pada saat ulang tahunnya. Banyak strategi licik yang dimainkan oleh mereka, mulai dari menyamar menjadi pelayan, event organizer untuk meng-handle acara tersebut, hingga Sarah yang berperan untuk menggoda anaknya sang presiden, laki-laki buaya darat kelas kakap.
Aksi anak muda itu berhasil dan layak diacungi jempol. Akan tetapi, disaat yang bersamaan, ayah Piko, yang pada waktu mengetahui bahwa anaknyalah pencuri lukisan asli itu, justru menjadi bagian dari pihak mantan presiden dan menyerang anaknya supaya menyerahkan lukisan asli itu. Di scene inilah, penonton disajikan kekesalan yang amat dalam, bagaimana peran seorang ayah, yang awalnya dibela oleh anaknya, justru mengkhianati anaknya sendiri. Merasa terpukul, sedih, marah dan dendam kepada sang ayah, tergambar dalam wajah Piko pada saat itu. Tidak salah, ketika ayah Piko pernah mengatakan agar jangan percaya kepada orang lain selain dirinya sendiri. Lalu, Piko juga tidak percaya kepada ayahnya.
Bagaimana nasib lukisan tersebut? nyatanya, mobil yang diserang oleh ayah Piko bukanlah berisi lukisan karya Raden Saleh akan tetapi, lukisan lain, yang juga dicuri oleh anak muda itu. Lukisan asli sudah dibawa oleh Fella, Sarah, Gofar dan Tuktuk dan ditaksir dengan harga 150 M. Aksi pencurian yang dilakukan oleh anak muda amatiran itu mengisahkan tentang keberanian, dendam penguasa karena politik yang dilakukan oleh mantan presiden, hingga kisah heroik anak muda dalam melakukan pembalasan dendam. Seperti lukisan penangkapan Pangeran Diponegoro karya Raden Saleh, yang berisi tentang penangkapan dan pengasingan yang dilakukan oleh pihak Belanda ke Makassar, ketika dijanjikan untuk melakukan perundingan dalam rangka menegosiasikan akhir dari pertikaian. Film “Mencuri Raden Saleh” juga berisi tentang perlawanan dan pengkhianatan yang melebur menjadi satu.