عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : لَوْ أَنَّكُمْ تَتَوَكَّلُوْنَ عَلَى اللهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرَزَقَكُمْ كَمَا يَرْزُقُ الطَّيْرَ ، تَغدُوْ خِمَاصًا ، وتَرُوْحُ بِطَانًا
“Dari Umar bin al-Khatthab Ra., dari Nabi SAW., beliau bersabda, “Seandainya kalian bertawakkal kepada Allah dengan sungguh-sungguh tawakkal kepada-Nya, sungguh kalian akan diberikan rizki oleh Allah sebagaimana Dia memberikan rizki kepada burung. Pagi hari burung tersebut keluar dalam keadaan lapar dan pulang di sore hari dalam keadaan kenyang.”
Hadis diatas seringkali disalahpahami bahwa tawakkal berarti tidak diperkenankan untuk melakukan investasi atau menabung. Sebab, tawakkal dalam hadis tersebut diinterpretasikan dengan; burung tidak menyimpan makanannya untuk esok dan dia juga tidak boleh mengharap tempat dia memperoleh makanan pada hari ini akan ada lagi untuk esok.
Dengan demikian, tawakkal bagi seorang yang memiliki pemahaman di atas, berarti tidak diperkenankan untuk melakukan investasi atau menabung. Hanya pasrah saja kepada Allah Swt.
Barangkali sekelumit keterangan dalam kitab Durratun Nasihin dapat menjawab apakah investasi atau menabung bagian dari tawakkal atau bukan.
Dikisahkan bahwa Nabi Sulaiman As. bertanya pada seekor semut: “berapa rizkimu selama satu tahun?” Semut menjawab: “satu biji gandum”. Kemudian nabi Sulaiman menaruh seekor semut tersebut ke dalam botol dan disertakan pula satu biji gandum sebagai bekal setahun.
Ketika sudah sampai satu tahun, dibukalah botol tersebut, namun gandum itu masih tersisa setengah. Lantas nabi Sulaiman bertanya kepada semut “mengapa tidak dimakan semuanya?” semut tersebut menjawabnya “aku tidak makan seluruhnya lantaran aku tawakkal kepada Allah Swt. Dengan tawakal kepadanya, aku yakin bahwa dia tidak akan melupakanku. Namun ketika aku berpasrah kepadamu, tentu aku akan menghabiskan seluruh makanan yang telah kau berikan. Akan tetapi aku tidak yakin apakah engkau akan ingat kepadaku pada tahun berikutnya. Oleh karena itu, aku harus tinggalkan sebagian untuk bekal tahun depan.”
Seekor semut yang dikurung dalam botol tidak kemudian menghabiskan seluruh makanan yang telah disediakan, akan tetapi ia simpan sebagai bekal hari esok dengan berserah diri kepada Allah Swt.
Ada dua hal yang dilakukan oleh semut dalam kisah di atas. Usaha dan tawakkal. Sekilas kedua hal itu berlawanan. Namun pada dasarnya tidak. Dalam Ghaits Al-Hami’ Syarh Jam’u Al-Jawami’ dijelaskan: tawakkal adalah melakukan usaha secara dzahir, dan secara bathin ia berserah diri. Seorang yang berserah diri, tidak bergantung pada usahanya, akan tetapi semata bergantung kepada Allah Swt.
Karenanya, investasi atau menabung untuk bekal masa depan bisa saja termasuk bagian dari tawakkal bila secara batin kita masih menyandarkan diri kepada Allah Swt.
Wallahu A’lam bi Ash-Shawab.