Membayangkan Bumi & Kemanusian Kita Setelah Pandemi Covid-19 Ini Pergi

Membayangkan Bumi & Kemanusian Kita Setelah Pandemi Covid-19 Ini Pergi

Bagaimana dunia pasca pandemi-19 ini pergi? Begini bayangan saya

Membayangkan Bumi & Kemanusian Kita Setelah Pandemi Covid-19 Ini Pergi

Penetapan kebijakan PSBB (PSBB) memiliki dampak jangka panjang terhadap kestabilan politk, sosial, dan ekonomi. Sesuatu yang solusinya mesti dipersiapkan sedini mungkin oleh stakeholder sebagai langkah antisipasi. Lalu, kita bisa apa? Saya mulai berandai-andai, bagaimana dunia setelah virus ini benar-benar pergi?

Tapi, sebelum kita ke sana, kita akan membaha sekali lagi tentang pembatasan ini, yang menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia merupakan pembatasan kegiatan tertentu penduduk suatu wilayah yang diduga terinfeksi Covid-19. Pembatasan ini melingkupi peliburan sekolah dan tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan, sosial budaya di tempat umum atau fasilitas umum, moda transportasi dan kegiatan lainnya khusus terkait aspek pertahanan dan keamanan. PSBB diterapkan di setiap daerahnya menyesuaikan kebijakan dari Pemerintah Daerah masing-masing.

Nah, kita tampaknya sudah mulai terbiasa dengan social distancing atau physical distancing, work from home (WFH), belajar di rumah, rajin mencuci tangan, dan menjaga kesehatan—meskipun ya, masih banyak yang tidak melakukakannya. Kenapa? Padahal, kiranya dapat  memberikan dampak yang cukup baik terhadap perubahan perilaku masyarakat dan keadaan bumi yang kita tinggal ini.

Salah satu daerah yang menerapkan PSBB yaitu Pemprov DKI Jakarta, PSBB mulai dilakukan pada Jumat 10 April 2020 lalu hingga waktu yang entah itu  dan melihat aktivitas sosial masyarakat yang berkurang di kota metropolitan tersebut, cukup berdampak terhadap polusi udara yang semakin membaik. Dilansir dari IQAIR.com yang merupakan situs pemantau polusi udara, semakin hari kualitas udara makin membaik. Nilai udara di Jakarta berkisar 60-90. Tak hanya itu, beberapa ilmuwan menyampaikan lapisan ozon yang berada di atas benua Antartika mengalami pemulihan akibat berkurangnya penggunaan zat kimia chlorofluorocarbon (CFC) secara global, dan aktivitas industri yang menurun.

Peran pemerintah baik pusat maupun daerah sangat diperlukan pada kondisi saat ini. Bantuan sosial kiranya dapat disalurkan dengan segera, secara efektif dan efisien, pun tepat sasaran untuk mendukung masyarakat melaksanakan PSBB yang diamanahkan oleh pemerintah. Harapan akan Penanganan Covid-19 yang berjalan dengan baik, menuntut solidaritas pemerintah dan warga negaranya.

Di tengah pandemi Covid-19 kemanusiaan pun diuji. Yuval Noah Harari dalam Homo Deus(2015) menyitir hal menarik, kita kerap berusaha meyakinkan bahwa manusialah sumber tertinggi makna, sehingga kepemilikan akan kehendak bebas merupakan otoritas tertinggi, manusia merasakan untuk bertindak.

Jika kita kasih konteks hari ini, masyarakat Indonesia dengan kehendak bebas dan semangat gotong-royong yang telah diwariskan oleh para pendahulunya ternyata turut aktif mengambil peran. Faktanya, penggalangan dana dan kegiatan kerelawanan serentak dilakukan oleh masyarakat yang memiliki kemampuan melakukan kegiatan tersebut, baik melalui organisasi, komunitas, ataupun secara individu.

Penggalangan dana dan kegiatan kerelawanan dilakukan untuk membantu tenaga medis, melengkapi kebutuhan APD, dan membantu masyarakat yang terdampak akibat PSBB secara ekonomi. Atau pelbagai antusiasme masyarakat yang dengan gampang kita bisa lewat di media sosial, mulai dari #jagajarak atau gerakan bantuan untuk warga yang kekurangan akibat pandemic ini.

Pandemi covid-19 menggaungkan kembali semangat kemanusiaan di tengah masyarakat. Kiranya, setelah pandemi Covid-19 berlalu semangat kemanusiaan tak juga surut, dan masyarakat dapat bersama-sama dengan pemerintah bergotong-royong membangun dan memperbaiki kembali keadaan Indonesia seperti keadaan semula bahkan lebih baik. Dan, yang sering kali lupa, kita kembali mengakrabi bumi yang kita pijak ini dan tidak merusaknya seperti yang sudah-sudah.