Kencangnya arus modernisasi di setiap aspek kehidupan dalam masyarakat, khususnya yang tinggal di lingkungan perkotaaan, telah menghapuskan sekat-sekat antara yang bersifat keduniawian dengan yang bersifat akhirat. Penjelasan sumber pengetahuan dan pengalaman masyarakat adalah hal yang penting diketahui, karena di situ ada proses terjadinya internalisasi nilai atas realitas objektif.
Maraknya beragam simbol Islam yang muncul belakangan merupakan bukti dari kebangkitan kesadaran identitas muslim, terutama bagi mereka yang ada di perkotaan. Simbol-simbol agama yang ditampilkan dan dikenakan adalah pola yang bisa dilihat dari penggunaan ide, simbol ataupun obsesi seseorang. Salah satunya lewat selembar kain mukena.
Mukena merupakan sarana beribadah yang bersifat sangat personal bagi Muslimah. Utamanya adalah sebagai syarat mutlak dalam shalat, untuk menutup aurat. Bentuk dan penggunaan mukena yang simpel menjadi pilihan bagi Muslimah yang memiliki makna besar dalam proses menegaskan identitas agama.
Budaya membawa mukena yang simple dan handy pada kalangan muslimah, terutama di perkotaan, merupakan proses yang dikonstruksi oleh lingkungan sosial untuk mempresentasikan diri sebagai perempuan yang tidak hanya salehah, tapi juga cantik dan modis. Secara makro, ekspresi beragama tersebut mengalami transformasi, dengan perwujudan berbentuk materi yang memiliki nilai tukar.
Hubungan antara agama dan komoditas bernama mukena memiliki nilai tukar yang tinggi ketika simbol agama tersebut diekspresikan melalui aspek kualitatif. Pilihan-pilihan aneka model dan warna menjadi pertimbangan. Bahan yang bagus dan nyaman dikenakan menjadi faktor penentu. Terlepas apakah pilihan tersebut bersifat rasional maupun tidak, jika melihat pembedaan tersebut yang terjadi di kalangan Muslimah urban merupakan perpaduan pengalaman spiritual personal dengan materi.
Kenapa saya perlu membincangkan mukena?
Satu ketika, dalam rangka wawancara tugas akhir kuliah, saya bertemu dengan seorang Muslimah di Yogyakarta sebagai narasumber. Sebut saja namanya ukhti Novia. Ia saya temui di salah satu masjid yang jadi jujugan jamaah mahasiswa di Kota Yogyakarta. Di mata saya yang orang desa ini, ia adalah representasi Muslimah urban di kota pelajar ini. Muda, sadar berdandan, aktif dan punya semangat menjadi Muslimah yang baik. Dalam kesehariannya, mukena tidak boleh ketinggalan ada di dalam tas. Ketika kuliah, atau bepergian kemana pun.
Konstruksi pengetahuan agama yang dimilikinya berasal dari latarbelakang pendidikan yang cukup, dengan latar belakang keluarga yang taat beragama. Selama menjadi mahasiswi di sebuah perguruan tinggi negeri, ia aktif dalam kegiatan masjid. Berbagai kajia yang meliputi kajian al-Qur’an dan tafsir pernah diikutinya, meskipun ia adalah mahasiswi jurusan ilmu sains.
Singkat cerita, ungkapan ukhti Novia tentang mukena menarik perhatian saya, kurang lebih ia menyampaikan: “Khusyuk tidak hanya berasal dari hati, tetapi juga melalui mukena yang saya pakai ketika shalat. Saya sudah coba berbagai macam jenis bahan, termasuk mukena yang berukuran kecil dan ringkas. Saya merasakan kenyamanan beribadah ketika menggunakan mukena yang berbahan bagus dan nyaman.”
Istilah kenyamanan beribadah (khusyuk) yang dirasakan oleh ukhti Novia adalah karena simbol agama yang dipakai memberikan sugesti perasaan nyaman, dengan dalih kebersihan dan keindahan sebagaimana prinsip-prinsip pemahamannya mengenai al-Qur’an yang ia ketahui.
Ukhti Novia tidak berkenan menyebutkan secara eksplisit berapa jumlah nominal harga dari mukena tersebut, akan tetapi ungkapan bahwa bahan dan motif yang bagus menjadi penanda ada pertukaran nilai agama dengan benda, dan kepuasan individu sebagai seorang Muslimah. Disinilah keagamaan diekspresikan, tidak hanya melulu soal kesalehan – tapi juga melalui pilihan selera.
Meskipun tidak secara eksplisit menunjukkan motif mukena seperti apa yang ia sukai, saya mencoba menganalisa berdasarkan pengetahuan dan lingkungan sekitarnya. Melalui penampakan luar, ia tidak menunjukkan pemahaman tekstualis dalam beberapa ajaran yang diperolehnya. Novia adalah jamaah tetap masjid yang bisa dikategorikan Salafi. Tidak seperti penganut Salafi pada umumnya, yang memakai kerudung panjang dan berjubah lebar yang didominasi warna hitam dan gelap, ia justru cenderung lebih modern. Ia menampilkan penampilan yang dengan pakaian yang cerah, dan jilbab modis yang dikenakan sehari-hari.
Mukena yang digunakan untuk mengkomunikasikan dirinya yang memiliki style yang berbeda dari lainnya. Pada satu sisi, bisa dikatakan bahwa keduanya melakukan proses individualisasi yang membedakan dirinya dari Muslimah lain. Pada sisi lain, Novia memiliki anggapan bahwa simbol agama memberikan nilai tambah pada dirinya sebagai sebagai seorang Muslimah.
Sementara itu, mukena yang selalu dibawa di dalam tasnya merupakan ungkapan pernyataan diri sebagai seorang muslimah yang tidak meninggalkan kewajibannya meskipun berada pada kesibukan dan mengikuti perkembangan kehidupan di perkotaan yang modern dan duniawi. Mukena adalah wujud ekspresi keagamaannya sebagai Muslimah yang selalu menjalankan Shalat.
Tanpa bermaksud mengabaikan tujuan atau motivasi yang dimiliki, pengalaman tersebut memberikan penegasan bahwa simbol-simbol privat agama yang dimiliki tidak bisa lepas dari seleranya sebagai perempuan.
Fenomena di atas, dapat disimpulkan merupakan simbol ketaatan dan status sosial dalam beragama yang berjalan beriringan. Satu tindakan yang berfungsi, dalam bahasa Freud, sebagai id sekaligus superego yang dikendalikan ego sekaligus.
Dalam tataran id, ia mencoba memakai berbagai mukena yang memiliki nilai modis tersendiri sebagai bentuk status sosialnya dalam menyalurkan hasrat narsistik. Kemudian di kendalikan oleh Superego yang bertindak sebagai lingkungan sosial, etika beragama yang menganjurkan untuk tidak berlebihan, dan diputuskan oleh Ego untuk memakai yang sesuai dengan kemampuan individu.
Pembendaan simbol agama antara lain menjadi penanda kelas bagi kalangan perempuan. Mukena memiliki makna yang bukan hanya sekedar pelengkap syarat melaksanakan shalat, tetapi mukena juga muncul sebagai simbol ketaatan dan faktor penopang eksistensi sosial seorang Muslimah yang harus ditunjukkan di manapun ia berada.