Membaca Al-Qur’an dengan Hati

Membaca Al-Qur’an dengan Hati

Membaca Al-Qur’an dengan Hati

“Bacalah…! “, perintah Jibril kepada Muhammad di gua Hira’. Muhammad, dengan menggigil ketakutan menjawab :”aku tidak bisa membaca. “.
Jibril pun kembali mengulang ucapannya :”bacalah..! ”
“Aku tidak bisa membaca..”, jawab Muhammad sekali lagi.

Kemudian, dengan memeluk Muhammad, Jibril menuntun Muhammad untuk mengeja kalimat :”bacalah dengan menyebut asma Tuhanmu yang mencipta (segala sesuatu)”
Itulah kalimat pertama yang diwahyukan oleh Tuhan kepada Muhammad di Gua Hira’, 17 Ramadhan tahun pertama kenabian.

Jika Shidarta Gautama mendapat wahyu di bawah pohon Bodi melalui “suara ” tentang senar dawai, Muhammad mendapat wahyu melalui perantara Jibril dalam wujudnya yang asli. Muhammad sangat menggigil ketakutan melihat Jibril, makhluk yang tak pernah ia lihat sebelumnya.

Sepulang dari gua Hira’, Muhammad terserang demam luar biasa. Ia takut, terkejut, dan tak percaya, berpadu menjadi satu. Beruntung, istri beliau, Siti Khadijah bisa mengendalikan keadaan. Sang suami diminta berbaring di tempat tidur dan berselimut.

Namun, dalam perjumpaannya dengan Jibril untuk yang kedua kalinya, Muhammad masih merasa shock, sampai-sampai ada keinginan terjun dari jurang.

Demikianlah fase-fase awal Muhammad memasuki dunia spiritual. Dunia yang tidak pernah ia duga sebelumnya. Sejak kecil, Muhammad tidak pernah bermimpi menjadi orang hebat, apalagi menjadi nabi Perjumpaannya dengan Jibril dengan wujudnya yang asli sungguh mengguncang jiwanya. Boleh jadi, kala itu, terbersit di hati Muhammad :”mengapa harus aku? ”

Namun, demikianlah takdir, Muhammad telah ditakdirkan oleh sejarah untuk mencipta sejarah, untuk mencipta kairos, mencipta perubahan besar yang mengguncang Timur maupun Barat.

Semenjak perjumpaan pertama dengan Jibril, secara bertahap, ayat-ayat al quran diwahyukan kepada Muhammad dan disalin oleh para sahabat di atas kulit onta yang disamak atau tulang.

Barulah pada masa Khalifah Utsman Bin Affan, ayat-ayat al quran yang berserak dan telah dihafal oleh sebagian sahabat dikumpulkan menjadi satu buku yang utuh, dikenal sebagai mushaf utsmani.

Buku itu, kini, banyak ditemukan di masjid, musholla atau di rumah-rumah muslim. Ia menjadi bagian paling penting ajaran islam.

Al quran berakar dari kata “qaraa”.yang berarti bacaan. Al quran adalah bacaan itu, bacaan tertentu. Maknanya, al quran hadir untuk dibaca.yang sekaligus mendidik manusia untuk membaca. Oleh karena itu, perintah pertama adalah “bacalah..! “.

Membaca adalah proses mengerti dan memahami tiap kata dan kalimat, membaca tidak sama dengan mengeja. Dalam membaca ada proses melihat, membunyikan, mendengar, dan menghayatinya dalam batin. Akhir dari proses membaca adalah mempraktikkan dalam laku sehari-hari.

Artinya, membaca adalah membunyikan teks untuk dipraktikkan. Jika Muhammad menerima wahyu dalam bentuk bunyi, maka tugas umat Islam adalah membunyikan wahyu itu.

Al quran tidak hanya harus berbunyi dalam bibir, tetapi juga harus berbunyi dalam kehidupan sehari-hari. Inilah hakekat dari Tadarus. Dalam bahasa arab, Tadarus mempunyai akar kata yang sama dengan dhirosah atau madrasah yang berarti sekolah. Tadarus al quran berarti bersekolah pada al quran, menjadikan al quran sebagai guru.

Dan, kunci utama untuk memahami al quran adalah bahwa dalam hati harus ada sifat “Rahman “, penyayang kepada makhluk ciptaan tanpa pandang bulu.

Dalam surat ar Rahman, Allah berfirman :
“Dia yang Maha Rahman “, “yang mengajarkan al quran ”

Artinya, untuk belajar Al quran harus bisa “meniru ” sifat Rahman Allah, yang menyayangi setiap makhluk, bahkan kepada iblis sekalipun. Tanpa ada rasa sayang dalam hati, mustahil seseorang bisa mengerti-paham al quran.

Oleh karena itulah, kalimat yang berada tepat di tengah-tengah al quran adalah kalimat perintah :”wal yatalaththof “, “dan berlemah-lembutlah…! “. Hanya orang yang hatinya lemah-lembut yang bisa menghadirkan rasa sayang secara tulus. Dari rasa sayang itulah al quran dapat dibaca dengan jernih.

Patut dicatat, tidak afdhol memulai membaca al Quran tanpa kalimat “basmalah”, yang diikuti dua asma’ul husna, ar-rahmaan dan ar-rahiim, Maha Penyayang dan Maha Pengasih. Artinya, Al Quran dapat diresapi-hayati maknanya jika sang pembaca sanggup “meniru” sifat kasih-sayang Allah. Manusia yang hatinya penung dengan amarah, ia hanya sanggup membaca sampai di tenggorokan. Boleh jadi, dia hafal al.Quran, tetapi hafalannya itu tidak membuat dia teduh hati dan jernih pikir.

Ibnu Muljam adalah contoh orang yang gemar membaca Al Quran, tapi gelap hati dan kotor pikir. Ia membaca hanya sampai pada tenggorokan, yang dengan cara baca seperti itu, ia dengan kalap membunuh Ali bin Abi Thalieb, sepupu nabi yang dijamin masuk surga.

Bukan membaca al Quran yang salah tetapi cara baca kita yang kerap keliru. Cara baca yang tidak menghadirkan hati penuh kasih-sayang, hati penuh cinta.

Haris el mahdi