17 Agustus 2016 sudah tiba dan Indonesia berumur 71 Tahun. Umur yang sebenarnya sudah cukup untuk bersantai-santai menikmati jerih payah para pahlawan perebut kemerdekaan. Bangsa Indonesia tidak serta merta merdeka begitu saja. Sejarah yang diajarkan di sekolah sudah menjelaskan bahwa Kemerdekaan Indonesia diproklamirkan dengan perebutan kekuasaan yang berdarah-darah kepada penjajah. Penghargaan kepada para pahlawan harus kita junjung setinggi-tingginya.
Bung Karno dalam pidatonya pada peringatan hari pahlawan, 10 November 1961 menegaskan bahwa, “Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati jasa pahlawannya.” Penghormatan kepada pahlawan ini merupakan titik tumpuan bangsa untuk melangkah lebih jauh dalam mengisi kemerdekaan dengan memajukan bangsa. Lantas, bagaimana kita memperingati jasa para pahlawan?
Habib Luthfi bin Ali bin Yahya dalam suatu ceramah pada pekan lalu pernah dawuh, “Salah satu cara supaya generasi muda saat ini bisa memaknai arti kemerdekaan yaitu dengan mendatangi makam-makam para pahlawan. Yang Islam silakan gelar doa bersama disitu, Tahlilan-Yasinan untuk mendoakan para pahlawan, semaan Qur’an kalau perlu. Yang agama lain silakan datang dan berdoa dengan cara yang dianut masing-masing agamanya.
Ajak anak-anak kita ke makam para pahlawan. Anak-anak tentu mengerti bahwa mereka adalah orang mati, tidak akan menyembahnya. Jelaskan ini pahlawan namanya kopral siapa, ini adalah pahlawan. (Sebagai contoh) Makam ini adalah makam pahlawan tak dikenal. Kenalkan para pahlawan pada anak-anak sejak dini agar mereka paham bahwa kemerdekaan ini bukan hadiah. Dan agar dalam diri anak-anak tumbuh kecintaan pada bangsa. Rasa cinta yang kuat pada bangsa ini lebih dahsyat dari nuklir sekalipun.”
Dawuh Habib Luthfi tersebut tentu selaras dengan pidato Bung Karno di atas, bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya. Dan untuk membuktikan itu, kita perlu mendatangi makam-makam para pahlawan di kota kita masing-masing dan menggelar doa bersama dalam satu rajutan Negara Kesatuan Republik Indonesia, tanpa memandang agama, warna kulit ataupun bahasa, dimulai dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya.
Sikap cinta tanah air juga harus dibangun di seluruh lini dan elemen masyarakat. Pembacaan Pancasila dan menyanyikan lagu Indonesia Raya harus benar-benar dibudayakan. Menyanyikan lagu Indonesia Raya danp pembacaan Pancasila jangan hanya pada kegiatan atau upacara resmi saja. Sebisa mungkin dalam agenda apapun baik agenda sosial maupun agenda kemasyarakatan, harus dibudayakan untuk menyanyikan lagu kebangsaan. Pentingnya lagu kebangsaan dan pancasila ini tidak boleh disepelekan. Sekali saja kita menyepelekan lagu kebangsaan dan pancasila, akan muncul rasa tidak handarbeni, dan akan menjadi penyebab merosotnya nasionalisme bangsa dan kecintaan generasi muda pada tanah airnya.
Nabi Muhammad SAW pernah bersabda, “Aku cinta Arab karena aku adalah bangsa Arab.” Ungkapan kecintaan Nabi pada bangsanya adalah bukti bahwa cinta pada tanah air adalah berdasar dan mempunyai dalil (hadits).
Rasa cinta tanah air hadir sebagai wujud rasa syukur kepada Allah SWT atas anugerah bumi pertiwi Indonesia. Kecintaan terhadap tanah air juga mempengaruhi perkembangan dan kemajuan suatu bangsa. Jika nasionalisme kita melemah, jangan harap kita sebagai muslim bisa menjawab tantangan umat dan tantangan bangsa []