Sudah banyak yang menuliskan kisah nama R.A Kartini. Sedangkan Nyai Ontosoroh mungkin baru belakangan dikenal secara luas melalui film Bumi Manusia, dari fiksi yang dibuat Oleh Pramudya Ananta Toer. Walaupun keduanya lahir dalam keadaan berbeda, R.A Kartini sebagai tokoh nyata dan Nyai Ontosoroh adalah tokoh fiksi, tetapi keduanya memiliki kesamaan.
Keduanya merupakan perempuan yang berdamai dengan poligami. Semisal pada Kartini, di usianya yang menginjak 24 tahun dia menikahi dengan Bupati Rembang yang notabanenya adalah lelaki beristri tiga. Artinya, Kartini adalah istri keempat dari Bupati Rembang tersebut. Paska menikah, ternyata Kartini lebih dibebaskan untuk menulis buku, mengembangkan ukiran jepara dan sekolah istri di Kabupaten Rembang. Hal ini dianggap sebagai kemajuan bagi Kartini, di mana yang menjadi cita-citanya bisa terwujud.
Lain cerita kalau Kartini tetep tidak mau nikah dengan Bupati Rembang. Dan, cerita pahlawan perempuan bernama Kartini tidak akan ada. Cerita Kartini menjadi besar ketikaa dia mendirikan sekolah istri setelah menjadi istri keempat bupati. Pada watak Nyai Ontosoroh perlu mendapatkan acungan jempol. Di mana dalam hal ini, Pram berhasil menggambarkan keadaan dan sisi lain dari kehidupan istri simpanan. Kata “Istri Simpanan” sebenarnya sejak zaman dulu dianggap sebagai perempuan yang tidak punya harga diri.
Dengan latar di tahun masa kolonial di mana Indonesia masih sangat rentan untuk dijajah, peran Nyai Ontosoroh menjadi perempunan simpanan yang memiliki pendirian. Pada awalnya, Nyai Ontosoroh muda, Sanikem, menolak keras untuk dijadikan gundik. Tapi, berjalan dengan adanya waktu, dia berdamai dengan hatinya. Lalu mulai belajar tentang bisnis, ilmu pengetahuan, dunia modern, dan politik ala Eropa.
Dalam cerita tersebut, prinsip adalah salah satu cara untuk melawan. Bagaimana hasilnya, menang atau kalah adalah perkara yang lain. Perubahan dalam berpikir, bukanlah perkara yang sebentar. Melainkan perkara yang cukup panjang, di mana seseorang harus mempunyai karakter building untuk memiliki prinsip tersebut.
Bagaimana dengan kondisi sekarang? Salah satu artis Indonesia misalkan mengaku di hadapan publik sempat menjadi istri simpanan dan menikah siri. Bahkan, hal itu dianggap lebih baik daripada menjadi para laki-laki ‘jajanan’ sembarang. Dalam sebuah wawancara yang dilakukan oleh Vice Indonesia, seorang laki-laki mengaku menghalalkan poligami, diartikan sebagai berkorban untuk Tuhan. Artinya, nanti di dunia akhirat dia akan masuk surga.
Saya pikir dalam hal poligami, kenapa para laki-laki bertingkah seperti para panitia surga? Tapi di lain sisi, ketika perempuan mau dimadu, tentunya pada saat ini adalah untuk menutupi kebutuhan hidup. Cara hidup di kota metripolitan membuat perempuan lupa mempunyai banyak keinginan untuk tetap terlihat cantik.
Salah satu contoh untuk memerahkan bibir, bukan lagi lipstik yang dibeli. Melainkan melakukan sulam bibir. Harganya berapa? Berkali lipat dari harga lipstik. Belum lagi harga berlian atau perhiasan lainnya.
Untuk menutupi kebutuhan ini, bukan lagi bekerja keras yang diperlukan, tetapi menerima untuk dijadikan simpanan dan kebutuhannya tertutupi. Iya sih, jadi istri simpanan itu gampang. Percantik diri dan hot diranjang. Harganya berapa setelah bisa melakukan itu, kebutuhan kamu (perempuan yang dimadu) bisa tertutupi semuanya.
Selama perbandingan jumlah perempuan dan laki-laki masih satu banding satu, kenapa harus poligami? Di tahun 2010 dari data BPS jumlah laki-laki tetap lebih banyak dibandingkan perempuan. Jumlah penduduk laki-laki sekitar 119 juta orang dan penduduk perempuan sekitar 118 juta orang. Hanya saja, di beberapa bidang pekerjaan seringkali perempuan lebih banyak dibandingkan laki-laki. Seperti bidang perbankan, guru dan perniagaan.
Dalam skala kecil tersebut, tetap saja tidak bisa dijadikan untuk landasan untuk perempuan mau menjadi istri simpanan. Sepertinya, dua tokoh perempuan tersebut sepertinya layak untuk referensi kenapa mau dijadikan istri simpanan.