Masjid Al-Munawwaroh Ciganjur saat ini sedang menggalang kampanye masjid ramah lingkungan. Kampanye ini dimulai dengan penghematan air, penghijauan kawasan lingkungan masjid, dan daur ulang limbah air untuk keperluan produktif.
Hal ini diungkapkan oleh K.H Syaifullah Amin, Ketua DKM Masjid Al-Munawwaroh Ciganjur sebagaimana dilansir dari NU Online. Menurutnya, kampanye ini ditujukan kepada seluruh masjid agar turut andil dalam menyelamatkan bumi.
“Dalam rangka menyelamatkan lingkungan, masjid-masjid mestinya berbenah dengan mengaplikasikan dan mamaksimalkan sumberdaya lingkungan Masjid. Langkah ini adalah wujud nyata Masjid dalam andil turut serta menyelamatkan dan memperpanjang umur bumi,” ujar Kang Amin, sapaan akrabnya.
Menurut pengurus Lembaga Takmir Masjid Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LTM PBNU) ini masjid-masjid perlu melakukan gerakan masif memberikan penyuluhan kepada masyarakat terkait perlunya menjaga lingkungan. Menciptakan masjid yang ramah lingkungan juga merupakan bentuk nyata dari melaksanakan perintah Allah SWT.
“Allah melarang secara tegas kepada seluruh umat manusia agar tidak merusak lingkungan. Allah melarang membuat kerusakan di muka bumi, terutama kerusakan lingkungan,” tutur kang Amin.
Menyitir surat al-Araf ayat 56, Kang Amin menambahkan bahwa ayat tersebut menjanjikan rahmat bagi orang yang menjaga lingkungan. Oleh karena itu, menurutnya, masjid mestinya memfasilitasi masyarakat untuk mendekatkan diri kepada Allah agar mendapatkan rahmatnya melalui penjagaan lingkungan.
“Ayat ini mengisyaratkan bahwa orang-orang yang menjaga kelestarian lingkungan adalah termasuk orang yang dirahmati Allah. Karenanya, kampanye menjadikan masjid sebagai fasilitas publik yang ramah lingkungan adalah berarti mengajak agar manusia mendapatkan dan mendekatkan diri dengan rahmat Tuhan,” tandas ketua DKM masjid yang dikenal sebagai masjid Gus Dur ini.
Saat ini, bumi memang sedang mengalami masalah perubahan iklim yang nyata. Salah satunya terkait dengan air. Apalagi umat Islam menjadi penganut keagamaan yang dianggap paling banyak menggunakan air, terutama dalam ibadah kesehariannya.
Sebanyak sembilan juta orang di Afrika Selatan tidak bisa mengakses air untuk kepentingan pribadi. Pada Mei 2018, daerah itu mengalami kekeringan dan sulit mendapatkan pasokan air bersih. Jangankan untuk berwudhu, untuk minum dan kebutuhan harian saja susah. Penggunaan air dibatasi. Bahkan di Cape Town, salah satu kota di Afrika Selatan, krisis air memperkeruh konflik.
Orang-orang kaya kulit putih iri kepada orang-orang miskin kulit hitam, karena mereka mendapat subsidi air dari pemerintah. Isu yang mengemuka di media sosial, orang kulit hitam menghabiskan air itu karena lalai menutup keran. Sebaliknya, orang-orang miskin mengeluhkan keributan dari orang kaya kulit putih, padahal mereka juga ikut menghambur-hamburkan air di kolam renang pribadi. (AN)