Masjid Arkam Babur Rahman, tetap berdiri dan tidak runtuh walau diterjang tsunami dahyat saat gempa melanda Palu. Masjid indah ini dibangun di dekat Pantai Taman Ria, Kampung Lere ini memang mengalami kerusakan di dalamnya. Namun dari luar masih terlihat berdiri hanya jembatan yang menghubungkan dengan bibir pantai hilang.
Masjid ini baru dibangun pada awal tahun 2011 dan dan mulai digunakan pada akhir tahun yang sama. ketika belum diterjang tsunami, masjid Masjid Arkam Babur Rahman merupakan objek wisatya religi yang sangat tekenal di kota palu. Masjid ini sanggup melayani 150 jamaah di dalam ruangannya. Lantai masjid ini dihiasi dengan keramik yang diimpor langsung dari India. Sedangkan bagian luar masjid dilengkapi dengan lampu berwarna-warni yang menjadi sumber cahaya di malam hari dan menampilkan kombinasi warna yang indah. Ada warna merah, jingga, hijau, unggu, biru,Amerah muda dan putih dan saling bergantian dalam hitungan detik.
Adapun tiang Masjid akan terlihat apabila air laut sedang surut saja.Mesjid seluas 121 meter persegi ini memiliki 25 pilar yang menyangga masjid. Pilar itu tertancap sedalam 10 meter ke dalam laut. Desainnyapun sangat modern . Ada empat kubah kecil di setiap sudut yang telah mengelilingi kubah induknya. Kubah itu dibuat dengan mengedapankan resiko akan goncangan besar yaitu jenis kubah flannel enamel. Kubah jenis ini sangat pas untuk wilayah yang memiliki resiko guncangan sangat besar.
Sehingga meskipun masjid ini berada di tepi laut, pemilihan materialnya pun tetap memperhitungkan estetika yang menambah keindahannya. Apabila air sedang pasang, maka masjid terlihat seperti terapung. Ada jembatan sebagai jalan menuju Masjid yang dihiasi lampu. Area ini menjadi tempat favorit para pengunjung yang ingin berswafoto.
Masjid ini dibangun dengan tujuan mengenang Dato Karama, yakni seorang penyebar agama Islam yang ada di Kota Palu di abad ke-17. Datuk Karama aslinya bernama Syekh Abdullah Raqie. Beliau adalah seorang ulama Minangkabau yang pertama kali menyebarkan agama Islam ke Tanah Kaili bermula di Kampung Lere, Lembah Palu (Sulawesi Tengah) pada masa Raja Kabonena, Ipue Nyidi memerintah di wilayah Palu. Selanjutnya Datuk Karama melakukan syiar Islam-nya ke wilayah-wilayah lainnya di lembah Palu yang dihuni oleh masyarakat Suku Kaili. Wilayah-wilayah tersebut meliputi Palu, Donggala, Kulawi, Parigi dan daerah Ampana.