Masa Depan Umat Islam di Balik Lagu Lir iLir Walisongo

Masa Depan Umat Islam di Balik Lagu Lir iLir Walisongo

Ternyata, ada sesuatu yang rahasia di balik tulisan Lir Ilir buatan Walisongo

Masa Depan Umat Islam di Balik Lagu Lir iLir Walisongo

Lir Ilir adalah salah satu nyanyian rakyat (folk song) yang sangat populer di Indonesia, khususnya di tanah Jawa. Di duga lagu ini diciptakan oleh Sunan Kalijaga, tetapi ada pula yang mengatakan bawa Lir-Ilir dicipta oleh Sunan Giri atau Sunan Ampel. Tidak ada yang tahu siapa pengarang otentik dari Lir-Ilir. Namun, yang pasti, salah-satu dari tiga orang itulah yang mengarang lagu Lir-Ilir.

Sunan Kalijaga, Sunan Giri, dan Sunan Ampel merupakan tiga dari sembilan orang yang dikenal sebagai Wali Songo, Wali Sembilan. Dalam menyebarkan nilai-nilai luhur, budi-pekerti, dan keislaman; para Wali Songo kerap menggunakan instrumen kebudayaan seperti lagu, wayang, permainan anak-anak, kaligrafi atau hiasan pada kain (seperti Batik). Lir-ilir adalah salah-satu instrumen kebudayaan itu. Lagu ini mengekspresikan kegembiraan karena adanya semangat dan kesempatan baru.

Secara lengkap, narasi lagu Lir Ilir adalah sebagai berikut :

Lir Ilir

Lir ilir, lir ilir tandure wis sumilir
Tak ijo royo – royo
Tak sengguh temanten anyar

Cah angon – cah angon
penekno blimbing kuwi
Lunyu – lunyu peneen
kanggo mbasuh dododiro

Dododiro – dododiro
kumitir bedah ing pinggir
Dondomono jlumatono
kanggo sebo mengko sore
Mumpung padang rembulane
Mumpung jembar kalangane
Sun surako surak hiyo

terjemahan :

Lir ilir, lir ilir tanamannya sudah mulai bersemi
Hijau Royo royo
bagaikan pengantin baru

(Wahai) Anak-anak penggembala,
panjatlah pohon blimbing itu
Biar licin tetaplah memanjat
untuk mencuci pakaian-mu

Pakain-pakainmu itu
Tertiup-tertiup angin dan sobek di pinggir pinggirnya
Jahitlah, benahilah untuk menghadap nanti sore
Selagi terang (sinar) bulan-nya
Selagi luas kesempatannya
Mari bersorak-sorak ayo…

Banyak tafsir atas makna lirik lagu di atas. Kali ini, penulis mencoba memberi tafsir (baru) untuk mengajak para anak bangsa (cah angon) untuk bersatu-padu melakukan gerakan revolusioner untuk Indonesia baru.

Memanjat Pohon Belimbing

Lirik lagu Lir Ilir dimulai dengan kalimat harapan baru yang sekaligus menunjukkan telah lahir generasi baru yang “Hijau royo-royo”. Generasi yang masih segar laksana pengantin baru. Generasi baru ini merujuk pada membiaknya kaum muda inspiratif, kreatif, dan mempunyai mimpi-mimpi besar untuk kebangkitan bangsa. Kaum tua adalah masa lalu yang telah menghasilkan sejarah, sebaliknya, kaum muda adalah masa depan yang (berusaha) mencetak sejarah baru, sejarah yang revolusioner.

Kaum muda revolusioner adalah mereka yang tidak hanya menjadi penerus sejarah dari kaum tua, tetapi – dan ini yang lebih penting – menjadi pelurus sejarah. Kesalahan masa lalu yang telah dibuat oleh kaum tua, tak perlu diulangi lagi. Kaum muda juga tak perlu mencaci-maki atau mengkambing-hitamkan kaum tua atas kebobrokan bangsa. Kesalahan masa lalu adalah pelajaran untuk tidak diulangi lagi.

Lantas, apa yang harus dilakukan oleh kaum muda ? Lagu Lir-Ilir memberikan solusi bahwa kaum muda, yang dipanggil dengan sebutan “cah angon”, bocah penggembala; diseur untuk memanjat pohon Belimbing yang licin. Butuh ikhtiar sungguh-sungguh untuk memanjat pohon Belimbing yang licin itu.

Pohon Belimbing adalah simbolisasi dari Indonesia dan keindonesiaan. Buah Belimbing merupakan buah yang mempunyai sisi berjumlah lima. Untuk konteks Indonesia, angka lima bisa merujuk dua hal, yakni : 1) jumlah lima pulau besar di Indonesia, yaitu : Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua, dan 2) merujuk pada lima sila dalam Pancasila.

Artinya, memanjat pohon Belimbing berarti merengkuh kembali lima pulau besar di Indonesia dengan pulau-pulau kecil yang berserakan di sekitar lima pulau besar itu. Kelima pulau itu harus kembali dirajut dan dipersatukan untuk mewujudkan Indonesia Raya.

Dan, cara merajut lima pulau itu adalah dengan membumi-rahayukan nilai-nilai yang terkandung dalam sila-sila di Pancasila. Ketuhanan yang Maha Esa, Kemanusia yang adil dan beradab, nasionalisme (yang menginternasional), musyawarah, dan keadilan sosial adalah lima “benang” yang harus digunakan oleh para “cah angon” untuk merajut keindonesiaan.

Tugas cah angon atau kaum muda maha berat karena pohon Belimbing sangat licin. Meskipun demikian, meski pohon Belimbing sangat licin, kaum muda harus terus memanjat, tak boleh ada kata putus-asa. Kaum muda adalah harapan, jika kaum muda berputus-asa maka harapan itu menjadi sirna. Teruslah memanjat, wahai kaum muda, “lunyu-lunyu peneen”.

Keberhasilan para cah angon memanjat Pohon Belimbing akan memberi kontribusi besar untuk menjahit kembali pakaian kebangsaan yang sobek-sobek pinggirnya, kumitir bedah ing pinggir. Kita tahu, hari ini, Indonesia sedang sobek-sobek pinggirnya, orang di Papua, Maluku, Aceh, atau di pinggir-pinggir Kalimantan sedang mengalami dis-orientasi kebangsaan. Mereka memiliki imajinasi yang hilang tentang Indonesia.

Pakaian kebangsaan itu harus dirajut kembali dan terus dirawat. Itulah tugas cah angon, tugas kaum muda. Jika di masa lalu, Ibu Fatmawati dengan sabar meyulam sang Merah-Putih, maka di masa sekarang, kaum muda – para cah angon – juga harus bersabar dan berbesar hati dalam menjahit pakaian kebangsaan dan keindonesiaan. Lima pulau besar harus bisa dijahit kembali.

Proyek Kegembiraan

Tugas maha berat memanjat Pohon Belimbing itu tak perlu dihadapi dengan ratapan kesedihan atau beban mental; tetapi dihadapi dengan penuh kegembiraan. Para cah angon yang Hijau royo-royo laksana pengantin baru adalah generasi optimis, generasi yang hadir untuk mencipta solusi, bukan generasi pesimis yang hanya gemar berpangku-tangan dan mengutuki kegelapan.
“Sun surak surak hiyo..” ayo.. mari bergembira bersama-sama merajut kembali keindonesiaan. Bergembira bersama untuk Indonesia baru. Selagi masih terang bulan purnama, selagi masih banyak kesempatan. Kemudaan adalah laksana bulan purnama yang terang, mencahayai gelap malam.

Selagi masih muda, berbuatlah yang terbaik untuk Indonesia. Jangan sia-siakan masa muda yang panjang itu.

Spirit Kebangkitan

Lirik lagu Lir Ilir yang sangat popular di tanah Jawa merupakan pesan dari wali songo untuk kaum muda Indonesia agar mereka menjadi garda depan kebangkitan bangsa. Sejarah memberi bukti paling telanjang bahwa – untuk konteks Indonesia – kaum muda selalu mencipta peristiwa perubahan untuk kebangkitan Indonesia.

Di sepanjang sejarah, dengan penuh kegembiraan, kaum mudah tidak pernah lelah mengobarkan semangat kebangkitan. Kaum muda generasi 1920-an, generasi 1945-an, generasi 1966, generasi 1970-an, dan generasi 1990-an merupakan sederet kontribusi mereka.

Dan, sekarang, kaum muda generasi 2000-an juga mempunyai tugas dan tanggung-jawab untuk memanjat Pohon Belimbing seperti yang telah dicontohkan oleh kaum muda (cah angon) di masa lalu. Tugas maha berat yang telah dilakukan oleh kaum muda, para cah angon sejak jaman kolonial sampai sekarang. Tongkat estafet memanjat Pohon Belimbing itu, sekarang, diemban oleh kaum muda tahun 2000-an, yang diklaim merupakan berkah bonus demografi. Kaum muda tahun 2000-an mempunyai tanggung-jawab besar untuk mentransformasi kemudaan guna menjahit dan merawat spirit kebangkitan, menghadirkan harapan dan optimisme, bukan keputus-asaan dan keluh-kesah. []

Baca tulisan Haris el Mahdi lain, klik di sini

 

Artikel ini diterbitkan kerja sama antara islami.co dengan Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kemkominfo