Di balik keharmonisan rumah tangga Nabi SAW, ada kalanya beragam konflik juga terjadi, salah satunya dikarenakan kecemburuan dan persaingan antara para istri utusan Allah ini.
Shafiyah binti Huyay, istri Nabi SAW dari keturunan Yahudi pernah menjadi sasaran kecemburuan para ummahatul mukminin lainnya. Pasalnya, Shafiyah memang dikenal sebagai perempuan berparas cantik, anggun, lembut, cerdas, dan piawai memasak.
Kecemburuan Aisyah binti Abu Bakar
Rasulullah SAW dan Shafiyah menikah usai perang khaibar berkecamuk, kala itu kaum Yahudi dapat dipukul mundur dan Shafiyah menjadi tawanan perang. Rasulullah SAW kemudian menikahi Shafiyah dan menjadikan kemerdekaannya sebagai maharnya.
Kabar pernikahan Nabi SAW dan Shafiyah mulai sampai di telinga Aisyah. Dengan bercadar, Aisyah keluar untuk mengintip paras Shafiyah. Saat Rasulullah SAW menyadari kehadiran Aisyah, putri Abu Bakar ini pun segera pergi dan mempercepat langkahnya. Akan tetapi Nabi Saw berhasil mengejar Aisyah. Beliau lalu memeluk Aisyah seraya bertanya:
“Bagaimana pendapatmu tentangnya wahai Aisyah?”
“Dia adalah seorang Yahudi” jawab Aisyah kesal karena hatinya dipenuhi rasa cemburu.
“Jangan berkata begitu, sesungguhnya ia telah memeluk Islam dan baik keislamannya” ucap Rasulullah SAW menenangkan.
Shafiyah merupakan perempuan yang piawai memasak. Aisyah mengakui sendiri hal itu. Ia pernah bertutur “Aku tidak pernah menemukan perempuan yang ahli membuat makanan seperti Shafiyah.”
Pernah suatu waktu Shafiyah membawakan makanan untuk Nabi SAW ketika beliau sedang bersama Aisyah. Melihat kedatangan Shafiyah, Aisyah tak kuasa menahan rasa cemburunya, ia mengambil piring yang dibawa Shafiyah dan langsung memecahkannya di hadapan putri Huyay bin Akhtab itu.
Rasulullah SAW kemudian meminta Aisyah untuk memungut makanan itu dan mengganti piring yang sudah dipecahkannya.
Kecemburuan Zainab binti Jahys
Selain Aisyah, Zainab binti Jahsy juga pernah cemburu pada Shafiyah. Kala itu, Rasulullah SAW sedang pergi safar bersama Zainab dan Shafiyah. Namun unta Shafiyah sakit sehingga tak mampu menanggung beban.
Rasulullah SAW kemudian meminta Zainab untuk memberikan salah satu untanya, beliau berkata:
“Unta milik Shafiyah sakit, jika engkau berkenan, berikanlah salah satu untamu padanya,”
“Haruskah aku berikan untaku pada perempuan Yahudi itu?” jawab Zainab seolah menolak.
Karena kejadian itu, Rasulullah SAW tidak mendatangi Zainab selama tiga bulan, terhitung sejak Dzulhijah hingga Muharram.
Kecemburuan Aisyah dan Hafshah
Para istri Nabi SAW seringkali bersaing untuk mendapat perhatian dan kasih sayang Nabi Saw. Terkadang mereka juga saling membanggakan diri di hadapan istri Nabi yang lain. Pernah suatu waktu Hafshah menyebut Shafiyah anak seorang Yahudi, selain itu Aisyah dan Hafshah juga berkata kepada Shafiyah:
“Kami lebih mulia bagi Rasulullah SAW daripada engkau, kami istri-istri Rasulullah Saw dan puteri-puteri kerabatnya”
Ucapan itu membuat Shafiyah bersedih dan menangis, ia lalu mengadukannya kepada Nabi SAW. Rasulullah SAW kemudian menenangkan Shafiyah dengan berkata:
“Mengapa engkau tak berkata ‘Bagaimana mungkin engkau berdua lebih baik dariku, sedangkan suamiku Muhammad, ayahku Harun, dan pamanku adalah Musa As.”
Ya, Shafiyah memang seorang keturunan Yahudi, namun nasabnya bersambung pada Nabi Harun bin Imran As, saudara Nabi Musa As.
Kecemburuan para istri Nabi SAW lainnya
Di penghujung usia, Rasulullah SAW harus berjuang menahan penyakitnya. Saat istri-istri Nabi SAW berkumpul, Shafiyah berkata “Demi Allah wahai Nabi Allah, seandainya saja bisa, aku ingin menanggung rasa sakit yang kau rasakan saat ini.”
Mendengar ucapan Shafiyah, seketika para istri Nabi SAW saling memicingkan mata, memberikan kode satu sama lain.
“Berkumurlah kalian,” ucap Rasulullah SAW
“Berkumur untuk apa?” tanya para ummahatul mukminin.
“Dari isyarat mata kalian kepada Shafiyah. Demi Allah, sesungguhnya dia berkata tulus dan benar,” jelas Nabi SAW.
Demikianlah kisah kecemburuan istri-istri Nabi SAW. Sekalipun para ummahatul mukminin merupakan perempuan shalihah dan mulia, sejatinya mereka juga merupakan manusia biasa yang bisa terbakar api cemburu. Meskipun demikian, Rasulullah SAW selalu memiliki cara jitu untuk mendamaikan para istrinya.
Kisah-kisah kecemburuan istri-istri Nabi SAW pada Shafiyah terekam dalam beberapa literatur, salah satunya dalam al-Ishabah fit Tamyiz As-Shahabah.
Wallahu a’lam bisshawab