Mandi Junub Tidak Hanya Usai Jimak atau Hubungan Suami-Istri, Tapi Juga Karena Hal Ini

Mandi Junub Tidak Hanya Usai Jimak atau Hubungan Suami-Istri, Tapi Juga Karena Hal Ini

Mandi junub ada sebabnya, apa saja itu?

Mandi Junub Tidak Hanya Usai Jimak atau Hubungan Suami-Istri, Tapi Juga Karena Hal Ini

Mandi junub adalah mengalirkan air ke seluruh anggota tubuh dengan niat tertentu. Mandi adakalanya wajib, sunah, mubah, atau makruh. Mandi sunah seperti mandi untuk shalat Jumat dan mandi di hari raya. Sedangkan mandi mubah adalah mandi yang hanya dengan tujuan menyegarkan atau membersihkan badan tanpa disertai motif terkait anjuran agama.

Adapun mandi dihukumi makruh ketika dilakukan oleh orang yang sedang berpuasa dengan cara menyelam sebab dikhawatirkan ada air yang masuk ke rongga tubuh. Sementara berikut ini adalah sebab-sebab yang mewajibkan mandi:

1.Keluar sperma

Keluarnya sperma (mani) mewajibkan mandi baik dari laki-laki maupun perempuan. Rasulullah SAW bersabda:

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ رضي الله تعالى عنه قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم { الْمَاءُ مِنْ الْمَاءِ } رَوَاهُ مُسْلِمٌ

Artinya, “Dari Abu Sa’id Al-Khudri Ra. Ia berkata, Rasulullah Saw.bersabda, ‘Air itu karena air (wajibnya mandi karena keluarnya air mani),’” (HR Muslim).

Hadits ini menunjukkan keluar mani mewajibkan mandi secara mutlak sehingga dapat dipahami baik keluar tersebut dalam keadaan terjaga atau tertidur, disengaja atau tidak, ada sebab atau tidak, disertai syahwat atau tidak karena yang menjadi titik pokok adalah yang penting keluar mani.

Terkait dengan keluar mani perlu dibedakan antara mani, madzi, dan wadi. Madzi adalah cairan putih lengket yang keluar dari seseorang ketika ada hasrat seksual yang tidak terlalu kuat. Sedang wadi adalah cairan putih keruh yang keluar sehabis buang air kecil atau ketika mengangkat beban yang berat. Madzi atau wadi hukumnya najis dan tidak mewajibkan mandi. Keduanya hanya membatalkan wudhu.

Adapun mani adalah cairan yang memiliki salah satu dari tiga ciri; keluarnya disertai rasa nikmat (syahwat), keluar dengan tersendat-sendat (tadaffuq), atau memiliki aroma seperti adonan roti ketika masih basah dan seperti putih telur ketika sudah kering. Ketika cairan yang keluar mengandung salah satu ciri tersebut, maka itu dianggap mani secara hukum meski tidak berwarna putih atau keluarnya tidak disertai syahwat. Mani hukumnya suci dan mewajibkan mandi.

2. Hubungan seksual (Persetubuhan)

Yang dimaksud hubungan seksual adalah masuknya hasyafah (kepala penis) ke dalam farji (lubang kemaluan) meskipun memakai kondom ataupun tidak keluar sperma. Hal ini mewajibkan mandi berdasarkan sabda Rasulullah SAW.

إذَا جَلَسَ بَيْنَ شُعَبِهَا الْأَرْبَعِ وَمَسَّ الْخِتَانُ الْخِتَانَ فَقَدْ وَجَبَ الْغُسْلُ وَإِنْ لَمْ يُنْزِل

Artinya, “Bila seorang lelaki duduk diantara empat potongan tubuh wanita (dua tangan dan dua kaki) dan tempat khitan (laki-laki) bertemu tempat khitan (wanita) maka sungguh wajib mandi meskipun ia tidak mengeluarkan mani,” (HR Muslim).

Secara umum, semua madzhab empat mewajibkan mandi sebab masuknya hasyafah ke farji baik jalan depan (vagina) atau jalan belakang (anus), miliki wanita atau pria, masih hidup ataupun mayat. Keduanya dihukumi junub sehingga wajib mandi kecuali mayat, tidak perlu untuk dimandikan kembali. Begitu juga seseorang yang menyetubuhi hewan juga wajib mandi menurut madzhab empat selain Hanafiyah. Hanafiyah juga tidak mewajibkan mandi karena menyetubuhi mayat.

3. Terhenti keluarnya darah haidh

Haidh atau menstruasi adalah darah yang keluar dari kemaluan wanita dalam keadaan normal, minimal sehari semalam (24 jam) dan maksimal lima belas hari. Sedang umumnya haidh keluar selama tujuh atau delapan hari. Dalil kewajiban mandi bagi perempuan yang mengalami haidl adalah firman Allah:

وَيَسْأَلُونَك عَنْ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّى يَطْهُرْنَ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللهُ

Artinya, “Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: “Haidh itu adalah suatu kotoran”. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu,” (Surat Al-Baqarah ayat 222).

Dalam tafsir disebutkan yang dimaksud dengan suci dalam ayat tersebut adalah suci dengan cara mandi. Dalam satu kesempatan sahabat Fathimah binti Abi Jaisy RA pernah bertanya tentang darah yang keluar kemudian Rasulullah SAW menjelaskan:

فَإِذَا أَقْبَلَتْ الْحَيْضَةُ فَدَعِي الصَّلَاةَ وَإِذَا أَدْبَرَتْ فَاغْتَسِلِي وَصَلِّي } رَوَاهُ الْبُخَارِيّ

Artinya, “Bila keadaan haidl itu datang maka tinggalkanlah shalat. Bila ia telah pergi maka mandi dan shalatlah,” (HR Bukhari dari Sayyidah Aisyah RA).

Perempuan yang keluar darah wajib mandi setelah selesai keluarnya darah yang sudah mencapai 24 jam baik terus-menerus dalam sehari semalam atau terputus-putus dan hendak melakukan ibadah yang membutuhkan suci seperti shalat, thawaf, membaca Al-Quran. Bila keluarnya darah belum mencapai 24 jam semisal dua jam keluar darah lalu berhenti kemudian keluar darah lagi tiga jam terus berhenti lagi ini belum wajib mandi karena belum bisa dipastikan akan mencapai 24 jam yang menjadi batas minimal bisa disebut haidh. Karena itu ia cukup membersihkan kemaluannya kemudian berwudhu dan masih berkewajiban melakukan shalat. Baru ketika darah sudah mencapai 24 jam ia berkewajiban untuk mandi ketika darah tersebut telah berhenti keluar (mampet) dan hendak melakukan ibadah yang mensyaratkan suci.

4. Terhenti keluarnya darah nifas

Nifas adalah darah yang keluar dari kemaluan wanita setelah melahirkan. Minimal nifas adalah waktu sebentar sedang maksimal adaah 60 hari. Umumnya nifas berlangsung selama 40 hari. Sebagaimana haidh, wanita yang mengalami nifas juga wajib mandi setelah darahnya berhenti (mampet). Hanya dalam nifas tidak perlu menunggu hingga mencapai hitungan 24 jam karena asal darah keluar setelah melahirkan sudah dapat dikategorikan nifas.

Perlu diketahui bahwa wanita yang sedang mengalami haidh atau nifas tidak diperbolehkan dan tidak sah melakukan wudhu atau mandi ketika sedang keluar darah (belum mampet). Hal ini karena fungsi utama wudhu atau mandi adalah menghasilkan kesucian sedang ia sedang menjalani keluar darah yang menjadi penyebab hadats. Ia hanya diperbolehkan melakukan mandi sunah yang fungsi utamanya menghilangkan aroma tak sedap karena hendak berkumpul dengan orang banyak seperti mandi sunah ketika hendak memasuki Mekkah dan mandi dua hari raya.

5. Melahirkan

Melahirkan normal termasuk hal yang mewajibkan mandi meskipun yang dilahirkan masih berupa segumpal darah atau daging. Sedang bila proses persalinan melalui bedah cesar, maka ada perbedaan pendapat di antara ulama. Ada yang berpendapat tetap wajib mandi dan ada yang mengatakan tidak.

6. Meninggal

Orang yang meninggal wajib dimandikan selain orang yang meninggal dalam kondisi syahid dan selain korban keguguran atau aborsi yang belum tampak bentuk sebagai manusia seperti masih berbentuk segumpal daging. Sedang bila bayi keguguran tersebut telah memiliki sebagian bentuk manusia seperti telah memiliki tangan atau kepala, maka tetap wajib dimandikan.