Setelah ditelurusi, kata manasik merupakan fi’il madi dari nasaka–yansuku–naskan. Melalui kata ini, manasik memiliki empat arti. Pertama, manasik diartikan sebagai peribadatan (ibadah) secara umum. Arti ini sebagaimana pengertian dalam firman Allah: “Katakanlah; sesungguhnya salat, ibadah (nusuk), kematian dan kehidupanku itu adalah menjadi otoritas Allah yang menguasi alam semesta.” (Al-An’am: 163). Kedua, bisa berarti sembelihan yang ditujukan untuk mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah Swt.
Dalam pengertian fiqih, manasik merupakan rukun haji yang terdiri dari berniat, berpakaian ihram, thawaf, sa’i lalu wuquf di padang Arafah, mabit di Muzdalifah dan melontar jumrah dan rangkaian manasik haji lainnya.
Manasik haji ini bertujuan untuk melatih diri agar mengetahui dan terbiasa dengan hal-hal yang harus dilakukan selama menunaikan ibadah di sana. Serta sebagai penyesuaian dengan segala hal yang akan kita gunakan selama beribadah haji sehingga saat menunaikan ibadah haji tidak lagi merasa kebingungan atas tata cara pelaksanaannya.
Dengan memahami rangkaian dan tata cara ibadah haji, maka kecil kemungkinan ibadah haji yang kita lakukan akan rusak atau batal, sehingga kita tidak perlu mengulanginya di musim haji berikutnya. Walaupun ada pembimbing haji, namun biasanya seorang pembimbing hanya memberikan pemahaman global kepada para jama’ah.
Oleh karena itu bagus sekali bila setiap jamaah haji memiliki bekal ilmu tentang haji tersebut (selain bekal-bekal lainnya), setidaknya dengan mengikuti pembekalan manasik haji yang diadakan oleh Kelompok Bimbingan Ibdah Haji (KBIH) atau tranvel haji/umrah tempat di mendaftar, sehingga saat melalui rangkaian manasik haji di tanah suci tidak terlalu mengandalkan bimbingan orang lain.
Oleh: Badriyatul Azizah
Disarikan dari buku “Panduan Lengkap Ibadah Menurut Al-Qur’an, Al- Sunnah dan Pendapat Para Ulama” karya Muhmmad Bagir