Dikisahkan sufi besar Malik bin Dinar mempunyai tetangga yang sangat meresahkan lingkungannya. Ia adalah seorang pemuda yang tingkah lakunya sering mengganggu ketentraman warga. Malik bin Dinar sering merasa terganggu oleh tingkah polah pemuda itu, namun dirinya selalu bersabar. Beliau selalu menunggu agar ada orang lain yang lebih dulu menegur si pemuda tersebut. Namun tidak ada yang berani menegur si pemuda itu. Justru para tetangganya menghadap Malik dengan curhat dan meminta Malik bin Dinar menasehati pemuda tersebut. Mendapat mandat dari warga lingkungan sekitarnya, Malik bin Dinarpun pergi mendatangi pemuda itu dan memintanya agar merubah sikapnya.
Setelah berjumpa dengan si pemuda, Malik bin Dinar mengutarakan maksudnya. Namun jawaban si pemuda justru sebaliknya, dengan seenaknya menjawab “Aku adalah kesayangan sultan dan tidak seorang pun dapat melarang atau mencegahku untuk berbuat sekehendak hatiku.”
“Aku akan mengadu kepada sultan,” Malik bin Dinar dengan mengancam. Pemuda tersebut menjawab “Sultan tidak akan mencela diriku. Bahkan apapun yang ku lakukan, beliau akan menyukainya.” Malikpun berusaha mendengarnya dengan sabar dan berkata lagi, “Baiklah, jika sultan tidak dapat berbuat apa-apa, maka aku akan mengadu kepada Yang Maha Pengasih,” kata Malik bin Dinar sambil mengacungkan jari telunjukknya ke atas.
Mendengar perkataan Malik Dinar pemuda itupun tampak tenang. “Allah ? ! Allah terlampau Pengasih untuk menghukum diri ku ini.”
Jawaban pemuda tersebut membuat Malik langsung bungkam. Mulutnya terkunci dan tidak bisa berkata apa-apa. Sejenak kemudian ditinggalkannya pemuda tersebut. Waktupun silih berganti tingkah si pemuda semakin menjadi-jado dan melampaui batas. Sekali lagi Malik menjadi utusan warga sekitarnya untuk menegur si pemuda. Dengan tekat bulat Malik menemui si pemuda itu. Namun ditengah Malik perjalanan Malik tiba-tiba mendengar seruan yang ditujukan kepadanya, “Jangan engkau sentuh sahabat-Ku itu!.”
Kontan suara tersebut membuat Malik terkejut dan gemetar. Ketika bersua dengan si pemuda Malik hanya terdiam. Melihat keadaan seperti itu pemuda tersebut berkata dengan lantang, “Apa pulakah yang telah terjadi sehingga engkau datang ke sini untuk ke dua kalinya?” Malikpun menjawab, “Kali ini aku datang bukan untuk mencela tingkah lakumu. Aku datang semata-mata untuk menyampaikan kepadamu bahwa aku telah mendengar seruan yang mengatakan …..”
Mendangar jawaban Malik, kemudian si pemuda berseru, “ Cukup! Kalau begitu halnya, maka gedung ku ini akan kujadikan sebagai tempat untuk beribadah kepada-Nya. Aku tidak perduli lagi dengan semua harta kekayaan ku ini.” Malik bin Dinar tambah bingung mendengar jawaban si pemuda. Sekelebat kemudian pemuda itu tidak ada di hadapannya. Ia ngeloyor pergi entah kemana.
Hari berganti tahun, Malik tiba di kota Mekkah. Betapa kagetnya ketika Malik bertemu dengan pemuda berandal yang dulu menjadi tetangganya. Hidupnua berubah. Ia tidak seperti waktu tinggal dekakt rumahnya. Tidak ada tingkah laku yang membikin onar. justru sebaliknya, pemuda itu terlihat terlunta-lunta. Malikpun mendekati si pemuda itu. “Ia adalah sahabatku. Aku akan menemui sahabatku, ” ujar si pemuda yang kemudian menghembuskan nafasnya terakhirnya.