Makna Nomor 1 dan 2 dalam Literatur Keislaman

Makna Nomor 1 dan 2 dalam Literatur Keislaman

Bagaimana makna nomor 1 dan 2 dalam politik memiliki arti dalam literatur keislaman?

Makna Nomor 1 dan 2 dalam Literatur Keislaman
Pengundian Pilpres memberikan banyak tafsir tentang nomor. Bagaimana jernih melihatnya? ANTARAFOTO/Sigit Kurniawan

Angka satu dan angka dua adalah lambang bagi bilangan ganjil dan genap. Ia adalah angka paling dahulu yang menunjukkan ganjil dan genap. Dalam Surat al-Fajr ayat ketiga Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, “Demi yang genap dan yang ganjil.”

Keduanya, ganjil dan genap, dijadikan sumpah oleh Allah dan meninggalkan jejak misteri di kalangan ulama. Secara bahasa al-Qurthubi memaknai genap dan ganjil sebagai “dua” (itsnain) dan “tunggal”/”satu”/”sendiri” (fard). Memang demikian Allah sering bersumpah dengan hal-hal yang kadang akal insan tidak sampai menalarnya.

Dalam literatur ilmu Balaghah sendiri, faedah sumpah yang dilakukan orang Arab adalah memberi indikasi urgensitas hal yang digunakan sumpah (uzhmatul muqsam bih). Genap dan ganjil? Seurgen apa ia hingga dijadikan sumpah oleh Allah, Tuhan Pencipta Alam?

Pada dasarnya, ahli tafsir sendiri masih berbeda pendapat tentang makna surat al-Fajr di atas. Ada delapan belas pendapat yang dikutip oleh al-Qurthubi dalam tafsirnya. Semua pendapat hendak memaknai ayat di atas dengan keganjilan dan kegenapan yang ada di sepanjang sejarah dan seluruh fenomena alam.

Ada yang memaknai ganjil sebagai hari Arafah dan genap sebagai hari Nahr. Pendapat ini sendiri dipilih oleh al-Razi dalam tafsirnya.

Ada pula Ibnu Arabi yang memaknai ganjil sebagai badan dan genap sebagai badan dan ruh sekaligus seperti termaktub dalam tafsirnya.

“Namun menurut satu pendapat,” tulis Al-Qurthubi dalam tafsirnya halaman 259 jilid 22, “Makna yang ganjil adalah Adam dan yang genap adalah Hawa. Karena dulunya Adam sendirian lalu digenapi dengan Hawa.”

Maka, berdasarkan pendapat ini, keganjilan serta penggenapannya adalah hal penting yang harus diperhatikan. Bahwa Allah menciptakan sesuatu secara berpasangan merupakan hal yang sudah sangat maklum. Namun demikian, kegenapan adalah keganjilan yang berganda. Keduanya tak bisa dipisahkan.

Keganjilan tanpa kegenapan hanya akan menyebabkan pincang. Dan kegenapan juga tak boleh jumawa. Ia ada karena yang ganjil ada. Keduanya saling melengkapi. Angka satu tidak akan sempurna dan angka dua adalah angka satu yang ganda.

Dalam sebuah hadis Rasulullah saw pernah bersabda bahwa Tuhan itu ganjil dan suka yang ganjil. Hal ini tidak bisa dimaknai bahwa keganjilan lebih unggul. Mengapa?

Karena, sesuai dengan hadis lain, bahwa salat pun ada yang ganjil dan genap. Maka sangat tak elok bila salat Magrib, misalnya, lebih baik ketimbang salat Zuhur. Keduanya sama-sama bentuk ekspresi ibadah. Apalagi hadis itu diarahkan ke konteks lain, hadis itu hanya bermakna, seperti dikatakan al-Khaththabi, bahwa Allah sangat suka salat Witir yang notabene rakaat ganjil: satu, tiga, lima, tujuh, dan seterusnya.

Dalam menyebut hari, orang Arab juga menggunakan angka, kecuali Jumat dan Sabtu. Hari Minggu adalah Ahad (satu), Senin adalah itsnain (dua) dan seterusnya.

Secara nujum (perbintangan), angka satu menunjukkan matahari dan angka dua menunjukkan bulan, demikian ujar Abu Ma’syar dalam al-Kabir, sebuah kitab nujum yang dianggap akurat.

Angka satu (dalam arti hari Ahad) memiliki indikasi panas dan karenanya sangat cocok jika berpasangan dengan emas (dzahab). Sedangkan Hari Senin berwatak dingin maka sangat cocok jika berpasangan dengan perak.

Jika awal tahun diawali dengan angka satu (Hari Minggu/Ahad), masih menurut Abu Ma’syar, maka seorang raja akan menghadapi beberapa tantangan seperti migrasi penduduk dengan membawa penyakit di penghujung tahun itu.Namun juga negara tersebut akan makmur dari segi pertanian.

Sedangkan jika dimulai dengan angka dua (Hari Senin), maka negara itu akan makmur namun sayangnya beberapa bahan pokok akan mahal di penghujung tahun.

Angka-angka ini bukan asumsi-asumsi tanpa dasar. Abu Ma’syar adalah orang yang kredibel di bidangnya. Karya astronominya yang menjadi inspirasi bagi Albertus Magnus dalam menulis Speculum Astronomiae rasanya cukup untuk menyebutkan keilmiahan Abu Ma’syar—yang di Barat lebih dikenal Albumasar.

Demikianlah, kadang bilangan satu dan dua atau bilangan ganjil dan genap sering tampak menjadi misteri. Tanpa alasan yang sanggup disingkap oleh akal telanjang kadang bilangan itu menjadi sangat agung hingga ia dijadikan sumpah oleh Allah.

*Klik di sini untuk tulisan selanjutnya