Dalam shalat terdapat berbagai rukun, mulai rukun qauli (rukun yang bersifat ucapan) dan rukun fi’li (rukun yang bersifat perbuatan. Salah satu rukun qauli yang harus kita perhatikan adalah membaca surat al-Fatihah, kemudian dilanjutkan membaca surat pendek, walaupun tidak termasuk rukun.
Dalam hadis riwayat Imam an-Nasai disebutkan bahwa jika shalat yang dikerjakan adalah shalat jamaah, maka cukup mendengarkan bacaan imam.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ :قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّمَا جُعِلَ الْإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ فَإِذَا كَبَّرَ فَكَبِّرُوا وَإِذَا قَرَأَ فَأَنْصِتُوا وَإِذَا قَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ فَقُولُوا اللَّهُمَّ رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ
“Dari Abu Hurairah berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Sesunggunya orang yang dijadikan imam itu untuk diikuti. Maka ketika ia membaca takbir, bertakbirlah kalian semua, dan jika ia membaca bacaan, diamlah dan dengarkan. Dan jika ia mengucapkan samiallahu liman hamidah, maka ucapkanlah allahumma rabbana lakal hamd.” (HR. An-Nasai)
Namun, hal ini tidak berlaku untuk surat al-Fatihah, karena membaca surat al-Fatihah adalah termasuk rukun dan tetap harus dilakukan oleh seorang makmum, walaupun imam telah membacanya. Hal ini sesuai dengan sebuah hadis riwayat Imam an-Nasai.
عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ قَالَ : صَلَّى بِنَا رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم بَعْضَ الصَّلَوَاتِ الَّتِي يُجْهَرُ فِيهَا بِالْقِرَاءَةِ فَقَالَ : لاَ يَقْرَأَنَّ أَحَدٌ مِنْكُمْ إِذَا جَهَرْتُ بِالْقِرَاءَةِ إِلاَّ بِأُمِّ الْقُرْآنِ.
“Dari Ubadah bin as-Shamit berkata bahwa Rasulullah pernah shalat yang bacaanya dibaca dengan keras. Kemudian Rasul bersabda, “Janganlah kalian membaca bacaan ketika aku sedang membaca bacaan dengan keras, kecuali surat al-Fatihah.”
Jika makmum tugasnya mendengarkan bacaan surat Imam, lalu bagaimana dengan makmum tunarungu? Masihkah ia membaca surat? mengingat ia tidak bisa mendengarkan bacaan Imam.
Menjawab hal ini, Syekh Nawawi al-Bantani dalam Nihayatuz Zain menyebutkan bahwa makmum tunarungu, tetap membaca surat pendek, satu kali atau dua kali, agar ibadah shalatnya saat berdiri diisi hal-hal yang dapat mendulang pahala.
إن لم يسمعها لصمم أو بعد أو غيره قرأ سورة فأكثر إلى أن يركع الإمام إذ سكوته لا معنى له .
“Jika makmum tidak mampu mendengar karena ia tunarungu atau jaraknya jauh atau alasan lain (yang menyebabkan ia tidak mampu mendengar bacaan Imam), maka makmum tersebut tetap membaca satu surat atau lebih sampai imam melakukan ruku’. Karena diamnya makmum tersebut tidak berarti apa-apa.”
Maksud ungkapan Imam an-Nawawi tidak berarti apa-apa adalah semacam nganggur, sehingga ia tidak mendapatkan apa-apa kecuali gugurnya shalat. Sehingga lebih baik ia membaca surat hingga imam ruku’.
Hal ini juga berlaku bagi makmum yang shalat jamaahnya sirr (pelan) dan makmum yang jauh dari imamnya sehingga ia tidak mendengar bacaan imamnya.
Wallahu A’lam.