Syeikh Abul Hasan asy-Syadzily
Dzikir itu ada empat :
1) Dzikir, di mana engkau mengingat dzikir;
2) Dzikir engkau diingatkan melalui dzikir;
3) Dzikir yang mengingatkan dirimu; dan
4) Dzikir yang engkau sendiri yang diingat oleh Allah swt (Dzikir bersama Allah swt).
Yang pertama adalah dzikirnya kalangan awam, yaitu dzikir untuk mengingatkan kealpaan atau mengingatkan dari kekawatiran akan kealpaan.
Kedua, adalah dzikir, dimana engkau diingatkan, baik berupa siksa, nikmat, taqarrub ataupun jauh dari Allah, dan sebagainya, ataupun karena Allah swt.
Ketiga, dzikir yang mengingatkan dirimu, pada empat obyek, bahwa : Seluruh kebaikan datangnya dari Allah;
- Seluruh kejahatan datangnya dari nafsu;
- Dan keburukan datangnya dari musuh, walaupun Allah swt. yang menciptakannya; dan
- Dzikir yang engkau sendiri yang diingat (Allah). Yaitu dzikirnya Allah kepada hamba-Nya. Pada tahap ini hamba tidak memiliki kaitan dirinya atau lainnya, walaupun itu meluncur melalui ucapannya. Inilah posisi fana’ dalam dzikir, tidak membutuhkan dzikir atau yang diingat (Yang Didzikiri) Allah Yang Maha Tinggi dan Luhur. Apabila engkau masuk di dalamnya, maka dzikir menjadi yang diingat (madzkur), dan yang diingat (madzkur) menjadi yang mengingat (Dzakir). Inilah puncak dalam suluk. (Dan Allah Maha baik dan Maha Abadi).
Seharusnya engkau melakukan dzikir yang bisa aman dari siksa Allah di dunia dan di akhirat, di samping dzikir itu dalam rangka meraih Ridlo Allah Ta’ala di dunia dan di akhirat, pegang teguhlah, dan langgenggkanlah. Yaitu engkau berdzikir dengan :
“Segala puji bagi Allah, aku mohon ampun kepada Allah. Tiada daya dan kekuatan kecuali dari Allah. Alhamdulillah, karena adanya nikmat dan kebajikan dari Allah. Astaghfirullah, karena adanya faktor yang datang dari nafsu dan dari musuh, walaupun sebenarnya datang dari Allah baik karena ciptaan maupun kehendakNya. Dan “Lahaula wala Quwwata illa Billah,” karena datangnya berbagai peristiwa perintang yang datang kepadamu dari Allah, dan apa yang muncul padamu sesungguhnya dari Allah swt.”
Camkanlah, karena rahasia batin itu jarang terjadi dalam dzikir, atau dalam fikir, atau ketika diam dan hening kecuali pada salah satu empat hal tersebut: Jika terjadi kebajikan atau keburukan. ucapkanlah : Alhamdulillah atau Astaghfirullah.
Namun apabila datang sesuatu dari Allah kepadamu atau dari dirimu, yang tidak jelas kebaikan atau keburukan di sana, sementara Anda tidak mampu menolak atau menarik, maka ucapkanlah :
Laa Haulla walaa Quwwata Illa Billaah
Lalu gabungkanlah ketiga dzikir tersebut pada setiap saat, dan langgengkan, Anda akan menemukan barakah, Insya Allah Ta’ala.
Ketuklah pintu dzikir dengan hasrat dan sikap sangat membutuhkan kepada Allah melalui sikap disiplin ketat yang manjauhkan diri dari bayangan dan imajinasi yang beragam jenis, disamping menjaga rahasia batin (sirr) agar jauh dari bisikan nafsu dalam seluruh nafas, apabila Anda ingin memiliki kekayaan ruhani.
Di sana ada tida dimensi: Tuntaskan lisanmu untuk dzikir, hatimu untuk tafakkur, dan tubuhmu untuk menuruti perintah-Nya. Dengan demikian Anda bisa tergolong orang-orang shaleh.
Manakala dzikir terasa berat di lisanmu, dan obrolan lebih banyak di sana, sedangkan nafsu kesenangan membentangkan tubuhmu, sedangkan pintu kontemplasi tertutup dalam upaya kebajikanmu : maka ketahuilah, semata itu karena besarnya dosa-dosamu, atau karena penuhnya kemunafikan dalam hatimu.
Tak ada jalan lain bagimu kecuali taubat, memperbaiki diri dan bergantung kepada Allah swt, serta ikhlas dalam beragama. Apakah Anda tidak mendengar firman-Nya :
“Kecuali orang-orang yang bertaubat, berbuat kesalehan dan menggantungkan diri kepada Allah, serta berbuat ikhlas dalam menjalankan agama Allah. Maka mereka itu bersama orang-orang mu’min.(Q.s……)”
Di sini Allah tidak berfirman “termasuk orang-orang mu’min” Karena itu renungkan, apabila Anda faham. Wallahu A’lam. []
*Bekerjasama dengan Cahaya Sufi pimpinan Dr. KH. Lukman Hakim