Kyai (ulama) dalam terminologi Jawa, memiliki arti orang yang dimuliakan dan dihormati. Jadi, sebutan Kyai ini tidak hanya digunakan untuk memberikan penghormatan kepada seorang tapi juga disematkan kepada benda atau hewan yang dianggap keramat. Misalnya, di jogja, ada Kyai Slamet, sebutan untuk seekor kerbau. Di Blitar, ada kyai Pradah, sebutan untuk memuliakan sebuah Gong, salah satu piranti gamelan, dan lain sebagainya.
Namun secara umum, sebutan kyai diperuntukkan bagi seseorang yang dianggap kompeten dalam bidang ilmu agama, istiqomah dalam beribadah dan mewakafkan hidupnya untuk membimbing dan mengarahkan umat ke jalan yang benar.
Indonesia menjadi negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, tidak bisa lepas dari peran besar ulama’ atau kyai yang jumlahnya juga amat banyak di nusantara ini. Sebagai pembawa risalah suci dari Baginda Nabi SAW, dan berkewajiban menyampaikan dan menyebarkannya kepada umat manusia, maka mereka kemudian mengambil perannya masing-masing di masyarakat sesuai dengan kapasitas keilmuan yang dimiliki, serta berdasarkan objek dan medan dakwah yang dihadapi. Hal ini kemudian memunculkan model kyai atau ulama yang beraneka ragam.
Habib Luhtfi bin Ali bin Yahya, Ketua Jamiyyah Ahlith Thariqah Al Mu’tabarah An Nahdliyyah (JATMAN) dalam salah satu kesempatan mengklasifikasi Kyai sesuai perannya di masyarakat, khususnya yang ada di nusantara ini, sebagai berikut:
Pertama, Kyai Tandur, yaitu kyai yang berperan dalam nandur atau menanam bibit unggul generasi masa depan. Lewat pesantren, madrasah diniyyah dan taman pendidikan al qur’an (TPQ), kyai ini mendidik dan mengajari santri tentang akidah, ibadah, muamalah, akhlak, dan tak lupa membekali mereka dengan ketrampilan- ketrampilan bekerja untuk kehidupannya nanti di masyarakat.
Kedua, Kyai Catur, disebut kyai catur, karena kyai ini ikut ambil bagian secara langsung dalam percaturan politik dengan tujuan ; mengawal dan memastikan peraturan dan undang-undang berpihak pada kepentingan agama dan rakyat, memberikan masukan program-program yang bermanfaat bagi kepentingan agama dan rakyat, serta menangkal dan membendung kepentingan-kepentingan yang bisa merugikan agama, bangsa dan negara.
Ketiga, kyai Tutur, yaitu kyai berperan memberikan pitutur atau nasehat, berceramah dihadapan khalayak umum baik di mushalla, masjid dan tempat-tempat umum lainnya. Kyai model ini biasa dikenal dengan sebutan muballig atau dai.
Keempat, Kyai Sembur, yaitu kyai yang menjadi jujukan masyarakat umum. Biasanya orang yang datang kepada kyai ini, bertujuan meminta barokah doa untuk kesembuhan penyakit, kelancaran usaha, bisnis maupun jodoh. Bahkan banyak pula pejabat atau calon pejabat yang menitipkan hajatnya kepada beliau. Mereka menyakini kyai ini semburan doanya mustajab, ampuh. Kyai tipe ini biasanya dijuluki ahli suwuk atau ahli hikmah
Kelima, Kyai Wuwur, merupakan Kyai yang menjadi rujukan para kyai lainnya dalam menghadapi masalah yang belum jelas hukumnya. Mereka ini adalah ahli fatwa, karena menguasai banyak fan ilmu agama, sekaligus dermawan, karena sering berbagi kepada umat baik berupa ; memberi santunan, menggratiskan biaya pendidikan atau memberi makan setiap tamu yang hadir ditempatnya.
Perlu diketahui bahwa klasifikasi diatas tentunya tidak membatasi keragaman kyai yang ada di Nusantara ini. Masih banyak kyai-kyai lain dengan kompetensi berbeda selain yang telah disebutkan di atas. Misalnya kyai yang memiliki keahlian bidang ilmu bela diri dan ilmu kanuragan dan lain sebagainya.
Wallahu A’lam