Pileg dan Pilpres tahun 2019 telah meninggalkan residu seperti kecenderungan polarisasi politik identitas yang membuat kita kesulitan menemukan pemimpin atau tokoh masyarakat yang terbebas dari stigma “cebonger” atau “kampretos”. Selain itu, menguatnya populisme politik yang mengangkat isu primordial telah mengikis pelan-pelan solidaritas kewargaan, bahkan solidaritas kemanusiaan.
“Fanatisme primordial, baik yang mengacu pada perbedaan SARA atau pun perbedaan aspirasi dan kepentingan politik, telah mengoyak persatuan kita sebagai bangsa. Merebaknya ujaran kebencian (hate speech) dan berita bohong (hoaks) juga telah menjadi ancaman nyata atas kebinekaan Indonesia hari ini. Moderatisme sebagai pilihan sadar untuk merekatkan kebersamaan kita dalam bingkai keindonesiaan menjadi penting untuk diperkuat kembali. Moderatisme yang sejatinya merupakan akar budaya dan menjadi ciri khas keindonesiaan kita harus terus menerus kita gaungkan,” sebagaima rilis yang diterima redaksi
Oleh karenanya, penting dan mendesak untuk mengangkat profil-profil pejuang moderasi dalam wujud para pemimpin lokal yang memperjuangkan nilai-nilai keindonesiaan dan kemanusiaan. Mereka ibarat oase yang menyuntikan harapan baru (new hope) dan menumbuhkan model-model alternatif (role models) untuk penguatan dan pemberdayaan masyarakat sipil dalam upaya pencegahan kekerasan sectarian, intoleransi dan sekaligus mampu menjembatani hubungan antar-identitas serta merawat toleransi di kalangan masyarakat akar rumput. Mereka merupakan aktivis pelopor dan penggerak proses perubahan sosial dengan komitmen tinggi terhadap toleransi, pluralisme, moderasi, dan keadilan sosial.
Setelah sebelumnya digelar pada tahun 2018 lalu, MAARIF Award kembali digelar tahun 2020 ini. MAARIF Award adalah program penghargaan dua tahunan yang digelar oleh MAARIF Institute. Penghargaan ini diberikan untuk mengangkat model-model keteladanan dan kepemimpinan lokal dengan komitmen terhadap nilai-nilai kebinnekaan, anti kekerasan, dan anti diskriminasi. MAARIF Award ini merupakan ikhtiar menemukan pribadi-pribadi penggerak dan tangguh yang berjuang untuk kemanusiaan di tingkat akar rumput.
Kehadiran MAARIF Award pada tahun ini memiliki tantangan tersendiri ketika bangsa kita semakin dihadapkan pada gelombang air bah informasi dan agresivitas aktor-aktor transnasional yang dapat memberikan pengaruh besar pada dinamika lokal. “Penyelenggaraan award tahun ini diharapkan menemukan sosok ataupun institusi yang mampu menjadi antitesis sekaligus siasat cerdas dalam menanggapi tantangan kemajemukan yang kini membayangi masyarakat Indonesia.” Terang Clara Joewono selaku dewan juri MAARIF Award 2020.
MAARIF Award kali ini adalah penyelenggaraan kedelapan, setelah sebelumnya diadakan pada tahun 2007, 2008, 2010, 2012, 2014, 2016, 2018 dan 2020. Dari tujuh kali penyelenggaraan itu, terdapat sebelas pejuang kemanusiaan di tingkat lokal. Kesemuanya ditemukan dari pelosok Nusantara; dari Poso, Ambon, Lombok, Blitar, Salatiga, Magelang, Cilacap, Semarang, Medan, Padang dan Sikka (NTT).
”Para pejuang kemanusiaan itu ditemukan oleh publik dari beragam lokasi, yang tak pernah terkira sebelumnya. Mereka bekerja di dalam segala keterbatasan. Akan tetapi semangat juang dan dampak positif yang dihasilkan mampu melampaui keterbatasannya” jelas Abd. Rohim Ghazali, Direktur Eksekutif MAARIF Institute.
Lebih lanjut Rohim menjelaskan bahwa di tiap penyelenggaraan MAARIF Award, komposisi Dewan Juri selalu beragam dan berubah. Hal ini semata ditujukan untuk memberikan kepastian obyektifitas dalam menilai calon penerima MAARIF Award. Untuk tahun 2020 ini, Dewan Juri terdiri atas Clara Joewono (Dewan Pembina MAARIF Institute), Pdt. Gomar Gultom (Ketua PGI), Nezar Patria (Jurnalis Senior), Prof. Rhenald Kasali (Akademisi) dan Ahmad Tafsir (Penerima MAARIF Award 2008). Melalui itu, harapannya akan memperkuat pandangan dan perspektif pelaku kerja-kerja kemanusiaan” terangnya
Selain memiliki komitmen pada perjuangan kebhinekaan, calon penerima MAARIF Award akan dinilai dari kerja-kerja kemanusiaan yang dipeloporinya untuk publik yang lebih luas. Kehadirannya mampu mendorong partisipasi warga yang lebih luas untuk peningkatan kualitas kehidupan masyarakat dan sekaligus mampu menjembatani perbedaan dan kebhinekaan yang hadir di tengah masyarakat. Beberapa kerja kemanusiaan yang menjadi fokus utama pemberian award ini meliputi pada kerja-kerja peningkatan mutu hidup masyarakat melalui penguatan akses pendidikan, kesehatan, peningkatan taraf ekonomi masyarakat, pemeliharaan lingkungan, recovery pasca bencana, dan rekonsiliasi pasca konflik demi kedamaian dan kesejahteraan hidup masyarakat.
“Penerima MAARIF Award haruslah orang-orang yang tak hanya memiliki komitmen pada kebhinnekaan, tapi juga mampu mendorong kemandirian warga untuk peningkatan kualitas hidup serta pemuliaan harkat dan martabat manusia” terang Nezar Patria, Jurnalis Senior yang sekaligus menjadi dewan juri MAARIF Award 2020
Publik juga bisa turut terlibat dalam program ini. Keterlibatan tersebut dalam bentuk perekomendasian atau pengajuan nama-nama yang dianggap layak untuk mendapatkan MAARIF Award. MAARIF Institute telah menyediakan formulir pencalonan yang bisa diunduh di www.maarifinstitute.org. Pengiriman berkas pencalonan diterima selambatnya pada 29 Februari 2020. Seluruh berkas pencalonan itu bisa dikirimkan via surat elektronik ke [email protected] atau bisa juga dikirim langsung ke MAARIF Institute Jl. Tebet Barat Dalam 2 No. 6 Tebet, Jakarta Selatan 12810.