Kisah Sang Bijak Luqman al-Hakim, Keledai, dan Cacian Orang Lain

Kisah Sang Bijak Luqman al-Hakim, Keledai, dan Cacian Orang Lain

Kisah Sang Bijak Luqman al-Hakim, Keledai, dan Cacian Orang Lain
Gambar hanya ilustrasi

Luqman Hakim adalah salah satu nama orang yang disebut dalam al-Qur`an, tepatnya surah Luqman (31) ayat 12-19. Luqman Hakim namanya mendunia karena nasihat-nasihatnya kepada anaknya. Ibnu Katsir berpendapat bahwa nama panjang Luqman ialah Luqman bin Unaqa’ bin Sadun. Sedangkan mengenai asal usul Luqman, para ulama berbeda pendapat. Ibnu Abbas menyatakan bahwa Luqman adalah seorang tukang kayu yang berasal dari Habsyi. Riwayat lain menyebutkan ia adalah orang dengan ciri fisik bertubuh pendek dan berhidung mancung dari daerah Nubah. Sebagian lain mengatakan bahwa ia berasal dari Sudan.

Luqman Hakim memiliki keistimewaan yang mendapat anugerah dari Allah Swt. berupa ilmu hikmah. Ilmu sangat berguna bagi kepribadian manusia yang pada gilirannya akan bermanfaat bagi orang di sekitarnya, juga bagi alam semesta. Allah Swt berfirman:ô

“Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman.” (QS. Luqman; 12)

Kata al-hikmah dalam ayat di atas memiliki beragam makna yang di antaranya; meletakkan segala sesuatu pada tempatnya, selalu benar dalam ucapan dan perbuatan, mengukuhkan sesuatu dengan ilmu dan amal, kepahaman dan kecerdasan, atau mengetahui apa yang terjadi dan melakukan kebaikan. Kata al-hikmah juga bisa diartikan rangkaian kata-kata yang menjadi bahan renungan dan telah mengalir dari satu generasi ke generasi yang lain. Untaian kata yang bisa membuat seseorang tidak lagi melulu cinta harta duniawi juga bisa disebut al-hikmah. Atau kemampuan memahami hakikat sesuatu sesuai kemampuan yang optimal, atau untaian kata yang indah nan sempurna yang memuat dorongan melakukan sifat terpuji, ilmu, dan perilaku yang mulia, atau segala sesuatu yang meningkatkan kualitas diri seseorang, semuanya merupakan arti-arti dari kata al-hikmah.

Ada pendapat lain menyatakan bahwa al-hikmah berarti ilmu dan amal. Oleh karenanya, seseorang tidak akan dapat menyandang gelar “Hakim” kecuali jika ia telah mengantongi keduanya, yakni ilmu dan amal.

Secara sederhana, al-hikmah adalah petunjuk jalan lurus menuju keselamatan dan kebenaran dalam berkeyakinan, bertingkah laku, berucap, dan melangkah, menurut sisi pandang Yang Maha Pencipta, maupun cara pandang manusia. Itulah arti kata al-hikmah secara umum.

Al-hikmah merupakan buah dari pengetahuan yang luas dan keilmuan yang dalam, kecerdasan serta kesadaran diri yang penuh, penelitian  yang menyeluruh dan percobaan yang teruji, pengamatan terhadap keterkaitan antara satu perkara dengan yang lain, dan analogi (qiyas) yang dominan antara suatu hal dengan yang lainnya.

Dalam sebuah kesempatan saat Luqman mengajari putranya dengan kehidupan nyata di tengah-tengah msyarakat, Luqman berkata, ”Wahai putraku! Lakukanlah hal-hal yang mendatangkan kebaikan bagi agama dan duniamu. Terus lakukan hingga kau mencapai puncak kebaikan. Jangan pedulikan omongan dan cacian orang. Sebab, takkan pernah ada jalan untuk membuat mereka semua lega dan terima. Takkan pula ada cara untuk menyatukan hati mereka.” ”Wahai putraku! Datangkan seekor keledai kepadaku, dan mari kita buktikan.”

Luqman bermaksud mengajak putranya jalan-jalan di tengah masyarakat untuk membuktikan bahwa membuat semua orang “legawa” itu sangatlah sulit. Bahkan bisa dibilang sama sekali tidak mungkin terjadi. Apapun yang diperbuat oleh seseorang akan selalu ada yang mempersalahkan. Selalu saja ada yang tidak setuju. Kemudian perjalanan mereka segera dimulai. Luqman menaiki keledai dan menyuruh putranya berjalan menuntun keledai. Sekelompok orang yang menangkap pemandangan –yang menurut mereka- aneh tersebut, segera berkomentar mencaci: ”Anak kecil itu menuntun keledai, sedang orang tuanya duduk nyaman di atas keledai. Alangkah congkak dan sombongnya orang tua itu.”  Luqman pun berkata: ”Putraku, Coba dengar, apa yang mereka katakan.”

Luqman lalu bergantian dengan putranya, kini giliran Luqman yang menuntun keledai, dan putranya  naik di atasnya. Mereka melanjutkan perjalanan hingga bertemu sekelompok orang. Tak pelak, orang-orang pun segera angkat bicara setelah menangkap pemandangan yang tak nyaman di mata mereka. ”Lihatlah, anak kecil itu menaiki keledai, sementara orang tua itu malah berjalan kaki menuntunnya. Sungguh, alangkah buruknya akhlak anak itu.”  Luqman kemudian berkata kepada putranya: ”Anakku, dengarlah apa yang mereka katakan.”

Mereka berdua melanjutkan perjalanan. Kali ini, keduanya menaiki keledai mungil itu. Mereka berdua terus berjalan hingga melewati sekelompok orang yang duduk-duduk di pinggir jalan. Lagi-lagi, mereka unjuk gigi saat melihat Luqman dan putranya. ”Dua orang itu naik keledai berboncengan padahal mereka tidak sedang sakit. Mereka mampu berjalan kaki. Ahh, betapa mereka tak tahu kasihan pada hewan.” Sindir seseorang yang melihat luqman. ”Lihatlah apa yang mereka katakan, wahai putraku!” Luqman kembali menasihati putranya.

Tanpa menghiraukan caci maki orang-orang itu, Luqman dan putranya kembali melanjutkan perjalan. Terakhir kali, mereka berjalan kaki bersama, sambil menuntun keledai. ”Subhanallah! Lihat, dua orang itu menuntun keledai bersama, padahal keledai itu sehat dan kuat. Kenapa mereka tidak menaikinya saja? Ahh, betapa bodohnya mereka.” 

”Dengarlah apa yang mereka katakan! Bukankah telah aku katakan padamu? lakukan apa yang bermanfaat bagimu dan jangan kau hiraukan orang lain. Aku harap kau bisa mengambil pelajaran dari perjalanan ini.” Kata Luqman mengakhiri perjalanan bersama putranya.

Cerita kebijaksanaan Luqman di atas dapat dipetik hikmahnya, bahwa manusia haruslah menjadi orang yang kuat. Sehingga memiliki pendirian yang teguh dan kokoh. Tidak goyah dengan terpaan angin. Tak lapuk oleh hujan dan tak lekang oleh panas. Nasehat-nasehat Luqman sangat banyak sekali, baik yang didokumentasikan di dalam al-Qur`an ataupun di kitab-kitab para ulama.

 

*) Penulis adalah pegiat Komunitas Literasi Pesantren (KLP), tinggal di Kediri