Loris Karius, Ramadhan dan Upaya Memaafkan

Loris Karius, Ramadhan dan Upaya Memaafkan

Kalau kita berbuat salah, ya dimaafkan. Begitulah, Lorius Karius. Ramadhan mencontohkan

Loris Karius, Ramadhan dan Upaya Memaafkan
Ya Allah, semoga bulan puasa kita saling memaafkan, walaupun meskipun terlah berbuat kesalahan (bukan Karius). Pict by AIS Nusantara

Loris Karius, nama yang tengah populer pasca kekalahan Liverpool dari Real Madrid. 2 blunder kiper asal Jerman tersebut, membuat klub dibelanya memperpanjang “ibadah” puasa gelar. Setelah pertandingan, Karius berkeliling sisi lapangan, memohon maaf kepada suporter Liverpool.

Saya tidak akan nyinyir tentang blunder Kalius. Tetapi memetik hikmah dari sikap berlapang dada Kalius mengakui yang salah tetap salah dan tidak mencari pembenaran. Saya teringat permohonan maaf Nabi Adam – Ibunda Hawa karena tercyduk memakan buah khuldi.

Al Qur’an mencatat dalam surah Al A’raf ayat 23.

قَالَا رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ

“Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi” (QS. Al A’raf : 23).

Barangkali kita sebagai muslim egonya terlalu besar, hingga selalu meminta pemakluman dari segala sikap dan perilaku tercela. Kasus pengrusakan kepada rumah penganut Ahmadiyah, malak THR dan penggunaan toa masjid ugal-ugalan selama Ramadan adalah sedikit contoh dari ingin dimaklumi, tetapi tidak ingin memaklumi. Ingin dicintai tapi tidak bisa mencintai. Perih dek.

Misi Islam

Jika bagi kita perbuatan orang lain salah. Masa iya harus dengan seruduk untuk meluruskan? Kalau pun kita merasa paling benar, apakah dengan berlaku semena-mena itu bisa dibenarkan? Sayangnya, masih ada saja sebagian dari umat kesayangan Rasulullah suka main hakim sendiri demi menegakkan agama Allah.

Coba deh cermati surah Yunus ayat 99.

وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ لَآمَنَ مَنْ فِي الْأَرْضِ كُلُّهُمْ جَمِيعًا ۚ أَفَأَنْتَ تُكْرِهُ النَّاسَ حَتَّىٰ يَكُونُوا مُؤْمِنِينَ

“Dan jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya?” (QS. Yunus : 99)

Prof Quraish Shihab menjelaskan dalam Tafsir Al Misbah bahwa Kalaulah Allah menghendaki seluruh penduduk bumi ini beriman, niscaya semuanya akan beriman.

Maka janganlah kamu merasa sedih melihat kekufuran orang-orang musyrik. Sebab, tidak ada keimanan kecuali atas dasar kesukarelaan hati. Karenanya, kamu tak bakal mampu memaksa mereka untuk patuh dan menerima kebenaran.

Dari situ, janganlah memaksa mereka untuk beriman, karena–sekuat apa pun usahamu–kamu tidak akan dapat melakukannya. Apa nggak mumet otak mereka? Mengaku menegakkan Islam tetapi Islam yang mereka bela seolah berkata seperti perkataan Cinta ke Rangga (dengan tambahan improvisasi), “Yang kamu lakukan ke golongan lain itu Jahat!”

Belum lagi kalau Cinta tampar “Rangga-rangga jahat” dengan sodoran ayat al Anbiya’ ayat 107 yang berbunyi “Dan tiadalah Kami (Allah) mengutus engkau (Muhammad), kecuali untuk menjadi rahmat bagi semesta alam.”

Biar makin menohok, Cinta beri penjelasan terkait rahmat bagi semesta (rahmatan Lil alamin) dengan hadist “Sesungguhya aku (Rasulullah) diutus untuk meyempurnakan akhlak yang mulia.”( HR Bukhari ). Boom!
Rangga terkoyak penyesalan.

Ramadan yang Terhormat

Ramadhan adalah bulan terhormat, maka tidak baik jika bulan ini kita isi dengan perilaku menyakiti sesama manusia. Jangan pula meminta dihormati karena sedang ibadah, tetapi cobalah kita mengerti dahulu orang lain dengan menyadari di rumah Indonesia ini kita tidak hidup sendiri. Jangan sampai amal ibadah kita tidak menjadi berkah gara-gara gila hormat.

Jangan jadi Islam yang lemah, yang karena kelemahan kita mengontrol diri, lalu memaksa orang lain harus menjadi seperti kita. Jadikan Ramadhan sebagai pesantren dan kita adalah santri. Di pesantren santri yang berpuasa masih bisa hidup rukun dan guyon dengan santri lain yang makan pecel lele di depannya. Wallahu’alam bishawab.