Haul ke-13 Gus Dur tahun ini digelar secara hybrid. Selain di kediaman Gus Dur di Ciganjur, Jagakarsa, Jakarta Selatan, sebagai lokasi utama, haul ke-13 kali ini juga berlokasi di enam Pondok Pesantren yang tersebar di enam kota di Indonesia. Mereka tergabung secara online dengan lokasi pusat.
Pemilihan enam lokasi haul ke-13 Gus Dur yang tergabung secara online tersebut bukan tanpa alasan. Enam lokasi itu merupakan tempat-tempat bersejarah selama Gus Dur memimpin jam’iyah Nahdlatul Ulama. Sebagaimana diketahui, kyai yang juga terkenal humoris itu menjadi ketua umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) selama tiga periode, dari tahun 1984 hingga 1999.
Berikut adalah sejarah di balik enam lokasi haul ke-13 Gus Dur dan momen-momen penting yang berkaitan dengan perjuangan Gus Dur menahkodai Nahdlatul Ulama.
1. PP Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo, Situbondo, Jawa Timur
PP Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo merupakan lokasi digelarnya Muktamar ke-27 NU tahun 1984. Pada muktamar inilah, Gus Dur untuk pertama kalinya terpilih menjadi Ketua Umum PBNU dan menjadi titik awal perjuangan beliau melakukan pembaharuan di tubuh NU secara struktural.
Salah satu keputusan penting yang lahir pada muktamar ini adalah memutuskan NU kembali ke khittah 1926 dengan menegaskan kembali posisi NU sebagai organisasi keagamaan dan kemasyarakatan (jam’iyyah diniyyah ijtima’iyyah). Selain itu, muktamar juga menetapkan Pancasila sebagai asas tunggal dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
2. PP Al-Munawwir, Krapyak, Yogyakarta
Di lokasi haul ke-13 Gus Dur ini, Muktamar ke-28 NU digelar pada tahun 1989. Muktamar ini menandai satu periode kepemimpinan Gus Dur. Berbagai perdebatan muncul sebagai respon atas gagasan Gus Dur. Salah satu gagasan yang diperdebatkan adalah penggantian ucapan salam (Assalamu’alaikum) dengan ucapan selamat sapaan (selamat pagi, selamat sore, dsb.).
Namun, pada akhirnya Gus Dur kembali terpilih untuk kembali memimpin NU selama satu periode berikutnya. Hal itu tidak terlepas dari kepercayaan dan apresiasi para ulama NU atas kinerja beliau dalam periode pertamanya menjadi ketua umum PBNU.
3. PP Cipasung, Tasikmalaya, Jawa Barat
PP Cipasung, Tasikmalaya merupakan lokasi digelarnya Muktamar ke-29 NU pada tahun 1994. Bagi sebagian besar warga NU, muktamar ini barangkali menjadi salah satu momen yang tak akan terlupakan, khususnya bagi pendukung Gus Dur saat itu. Mengapa demikian?
Selama 10 tahun di bawah kepemimpinan Gus Dur, NU menjadi organisasi yang luar biasa sehingga kekuatan politik yang berkuasa saat itu merasa terancam. Mereka pun terdorong untuk melakukan intervensi dengan mengusung calon sebagai lawan Gus Dur. Pada akhirnya, Gus Dur kembali berhasil memenangkan pemilihan ketua umum PBNU. Bahkan, dikatakan bahwa kemenangan Gus Dur merupakan simbol kemenangan masyarakat sipil (civil society) atas hegemoni negara.
4. PP Lirboyo, Kediri, Jawa Timur
PP Lirboyo, Kediri merupakan lokasi digelarnya Muktamar ke-30 NU pada tahun 1999. Muktamar ini digelar ketika Gus Dur baru saja terpilih menjadi Presiden ke-4 Republik Indonesia. Dengan terpilihnya sebagai presiden, beliau menyerahkan tongkat perjuangan kepada ketua umum terpilih saat itu, yakni KH. Hasyim Muzadi.
5. PP Darussalam, Lampung Timur
PP Darussalam, Lampung Timur menjadi lokasi Musyawarah Nasional (MUNAS) Alim Ulama dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama tahun 1992. Munas Alim Ulama kali ini merupakan salah satu bagian penting dari konsolidasi pembaharuan NU yang dilakukan oleh Gus Dur.
Munas Alim Ulama sendiri merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh NU dalam menjawab tantangan sosial kemasyarakatan yang semakin kompleks. Pada Munas tahun 1992 itu, beberapa isu sentral yang menjadi pembahasan di antaranya adalah isu demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan kekuatan masyarakat sipil. Di Munas inilah ditetapkan bahwa Pancasila dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagai ideologi dan bentuk negara yang final.
6. PP Qomarul Huda Bagu, Pringgarata, Lombok Tengah, NTB
PP Qomarul Huda merupakan lokasi Munas Alim Ulama dan Konferensi Besar NU tahun 1997. Tahun itu merupakan tahun ke-13 Gus Dur menjadi ketua umum PBNU. Upaya pembaharuan NU yang dilakukan olehnya semakin terlihat jejaknya. Munas 1997 itu membahas isu-isu kontemporer yang strategis, seperti isu demokrasi, HAM dan kesetaraan gender. Salah satu keputusannya adalah pengakuan atas kesetaraan hak laki-laki dan perempuan.
Itulah enam pondok pesantren yang terpilih menjadi lokasi haul ke-13 Gus Dur tahun ini. Enam lokasi itu sekaligus menjadi saksi bisu perjuangan Gus Dur dalam melakukan pembaharuan di tubuh NU. [NH]