Di Bekasi, baru-baru ini, seseorang yang (masih) diduga mencuri amplifier masjid mendadak dihajar massa dengan dibakar hidup-hidup. Kutukan banyak mengarah kepada para aktor pembakaran itu, yang perilakunya lebih rendah dari binatang, betapapun mereka baru saja bersujud di hadapan Tuhan. Sholat mereka niscaya palsu.
Pertanyaan menyeruak mengapa negara yang mengklaim religius ini bisa berprilaku keji seperti itu ? Mengapa rasa aman sangat sulit ditemui di negeri ini ?
Mari kita sedikit mengembara ke Islandia, negara yang masuk dalam komunitas Skandinavia. Melalui survey yang dikenal dengan Global Peace Index (GPI), Islandia menduduki peringkat pertama negara paling aman di dunia. Tingkat pembunuhan di negara ini sangat rendah. Dalam kurun waktu 13 tahun hanya terjadi 25.kasus pembunuhan, sangat minimalis!!. Bandingkan dengan di Indonesia, dalam sehari saja bisa terjadi puluhan pembunuhan.
Tidak hanya pembunuhan, kasus-kasus kriminalitas lain nyaris nol (0) kejadian. Bahkan, saking amannya, bayi di stroller yang ditaruh di pinggir jalan Sementara orang tuanya jogging, ke Kafe, atau nge-mall; si jabang bayi tetap aman, tidak berpindah seinci-pun. Pun, pencurian, perkosaan, bayi dibuang jarang terjadi (untuk mengatakan tidak ada). Bandingkan dengan di Malang Raya belakangan, dalam kurun 20 bulan sudah ada 19 bayi yang dibuang.
Mengapa Islandia begitu aman? Kata kuncinya adalah literasi.
Dalam urusan literasi, Islandia menduduki peringkat nomor 3 dunia, di bawah Finlandia dan Norwegia, hasil survey yang dilakukan oleh Connecticut University. Artinya, kapasitas orang Islandia dalam membaca, menulis, dan mengolah apa yang dibaca dan tulis dalam kehidupan sehari-hari cukup mumpuni.
Dengan kualitas literasi yang mumpuni itu, orang-orang Islandia lebih menggunakan nalar jernih dalam menyelesaikan masalah ketimbang emosi meluap-luap. Hal inilah yang menjadi kata kunci mengapa Islandia bisa menjadi negara paling aman di dunia.
Patut dicatat, di samping Islandia, negara-negara Skandinavia lain seperti Finlandia, Swiss, Denmark, dan Swedia juga masuk dalam jajaran elit negara-negara paling aman di dunia. Dan, negara-negara Skandinavia tersebut juga nangkring di 6 besar peringkat literasi dunia. Hal ini semakin menegaskan bahwa kapasitas literasi berkorelasi dengan rasa aman dalam suatu negara.
Bagaimana dengan Indonesia, dari survey tingkat literasi, Indonesia berada di posisi kedua dari bawah, hanya lebih baik dari Botswana. Indonesia di bawah negara-negara ASEAN lainnya. Lantas, di mana peringkat rasa aman Indonesia ? Indonesia berada di peringkat 46, di bawah Singapura, Malaysia, dan bahkan Laos.
Dari data statistik di atas dapat dibaca bahwa maraknya tingkat kriminalitas di Indonesia, salah-satu sebabnya karena tingkat literasi yang rendah. Akibat tingkat literasi yang rendah itu, orang Indonesia gagal berpikir panjang dalam menyelesaikan masalah. Syndrome sumbu pendek gampang terjadi.
Di titik ini, gerakan pengarus-utamaan literasi layak digaungkan sejak dini. Anak-anak kecil layak diarahkan untuk lebih mencintai buku ketimbang gadget, lebih menyukai menulis buku diary daripada selfie. Pengarus-utamaan literasi adalah kata kunci agar bangsa beradab dan menghadirkan rasa aman.
Orang gampang marah sejatinya bukan karena memang pemarah tetapi tidak cukup ilmu dalam menyelesaikan masalah, malas baca buku, malas pula menulis, dan lebih malas lagi berdialog dengan nalar sehat.
Haris El Mahdi
FB@ Haris El Mahdi