Saat ini, kriteria pemimpin sering kali menjadi salah satu materi perdebatan. Lebih khusus, polarisasi semakin berkembang karena beberapa orang memaksakan seorang pemimpin dari agama tertentu. Memang secara demokrasi, memilih pemimpin dengan kriteria tertentu, termasuk agama bukanlah hal yang terlarang. Namun, jika kriteria tersebut sudah menjadi paksaan dan harus dituruti, maka itu sebenarnya telah mencederai demokrasi.
Lalu, bagaimana Islam memandang hal ini? Dalam Al-Quran, Allah telah menyebutkan beberapa kriteria pemimpin yang baik dalam Al-Quran.
Pertama, amanah.
Kata al-amanah (amanah) secara etimologis adalah jujur dan lurus. Secara terminologis syar’i, kata amanah adalah sesuatu yang harus dijaga dan disampaikan kepada yang berhak menerimanya.
Karena pada dasarnya amanah adalah sesuatu yang diserahkan kepada orang lain disertai dengan rasa aman dari pemberinya, dan juga karena kepercayaan bahwa apa yang diamanahkan itu akan aman dan dipelihara dengan baik, serta keberadaannya aman di tangan yang diberi amanah tersebut.
Orang yang mampu melaksanakan amanah disebut al-hafiz, al-amin, dan al-wafi. Sedangkan orang yang menyia-nyiakan amanah disebut dengan al-khain (penghianat).
Di dalam Al-Quran, kata amanah sering dikaitkan dengan karakteristik sejati orang yang beriman. Karena sifat tersebut senantiasa melekat dalam setiap aspek kehidupan orang beriman baik dalam bidang muamalah atau yang lainnya.
Rasyid Ridha ketika menafsirkan Q.S al-Baqarah (2) ayat 283 menegaskan bahwa yang dimaksud dengan amanah pada ayat tersebut bersifat umum, tidak hanya terkaid dengan masalah utang-piutang saja, tetapi mencakup tugas-tugas lain.
Maka apabila seseorang menerima tugas, baik dari pemerintah maupun swasta, dia wajib melaksanakan amanah dengan sebaik-baiknya, dalam hal disipllin, pengelolaan (keuangan) dan sebagainya. Dia tidak boleh berkhianat terhadap amanah tersebut.
Seorang pemimpin harus memegang amanah berupa tanggung jawab yang wajib dijaga dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, termasuk yang bersifat fisik seperti harta dan jabatan. Tidak diperbolehkan seorang pemimpin melakukan penyalahgunaan wewenang dan tidak menjalankan amanah dengan baik. Sehingga orang tersebut menjadi pemimpin yang dapat dipercaya (al-amin). Dalam hal ini Allah berfirman dalam QS al-Qassas (28) ayat 26:
Salah seorang dari putri Ya’kub berkata: wahai ayakhu, pekerjakanlah ia (Musa) karena sesungguhnya orang yang paling layak diberi pekerjaan adalah orang kuat (profesional) dan dapat dipercaya. Q.S al-Qas}s}as} (28): 26
Karena pentingnya amanah, Allah menyampaikan tentang amanah di dalam Al-Quran tidak kurang dari enam ayat yakni QS al-Baqarah (2): 283, Ali Imar (3): 75, al-Nisa (4): 58, al-Anfal (8): 27, al-Mukminun (23): 8 dan al-Ma’arij (70): 3.
Dari penjelasan tentang amanah tersebut, kesimpulannya bahwa kelestarian kemanusiaan bergantung pada kelestarian hubungan persaudaraan. Sebagai orang nomor satu dalam masyarakat, seorang pemimpin adalah orang yang pertama kali harus memiliki amanah. Jika tidak, rusaklah semua tatanan masyarakat.
Kedua, adil.
Amanah adalah sumber keadilan. Dan keadilan adalah sumber kesejahteraan. Maka, setelah Allah menyuruh menyampaikan amanah, kemudian Dia memerintahkan manusia agar menegakkan keadilan dengan dua kata, yakni kata al-adl dan kata al-qis}t}.
Kata al-adl, kata al-adl berasal dari kata ‘adala-ya’dilu adlan. Secara bahasa kata al-adl berarti menyamakan, seimbang dan separuh muatan yang ada pada salah satu dari dua sisi punggung unta. Sedangkan secara istilah syariyyah, sebagian ulama mengartikannya sebagai menjauhkan diri dari dosa besar dan dosa kecil.
Sedangkan kata al-qist berasal dari kata qashatha-yaqushuthu-qishthan. Kata tersebut mempunyai arti adil, bagian, timbangan, neraca angsuran. Menurut al-Ishfahani kadang-kadang kata tersebut berarti “kecurangan” sebab bagian yang diambil dari hak orang lain adalah kecurangan.
Muhammad Abduh dalam tafsirnya menjelaskan bahwa keadilan itu tidak dapat ditegakkan tanpa memenuhi dua unsur. Pertama, memahami argumentasi kedua pihak berperkara. Kedua, jujur dan bersih, tidak memihak atau membenci salah satu pihak, semua keputusan yang menyimpang dari kedua unsur tersebut adalah kezaliman.
Seorang pemimpin, harus melaksanakan keadilan ini sebab tanpa keadilan akan memunculkan kerusuhan, kekacauan, keberpihakan kepada pemilik uang dan banyak hal yang menyengsarakan sebagai mana yang terjadi di banyak negara, termasuk Indonesia.
Karena pentingnya amanah tersebut, Allah memerintahkan kepada umat Islam agar selalu berpegang pada amanah dalam segala urusan sekalipun urusan kecil seperti dalam QS al-Baqarah (2) ayat 282 yang menekankan agar umat Islam selalu mencatat setiap transaksi secara adil dan benar.
Begitu pula di dalam QS al-Maidah (5) ayat 8 ditegaskan bahwa kebencian kepada seseorang tidak boleh menghalangi seseorang untuk berbuat adil. Maka, dalam keadaan bagaimanapun, seorang pemimpn harus adil jika ingin mewujudkan kesejahteraan.
Wallahu A’lam.
Bersambung ke tulisan selanjutnya.