Lima Bukti Pancasila Sesuai dengan Islam

Lima Bukti Pancasila Sesuai dengan Islam

Lima Bukti Pancasila Sesuai dengan Islam

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) mempunyai dasar negara yang disebut dengan pancasila. Pancasila berasal dari bahasa sanskerta yang berarti lima asas. Lima asas tersebut adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Pancasila diharapkan dapat menyatukan seluruh masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai macam budaya, suku dan agama. Oleh sebab itu, dimana ada pancasila disitulah ada semboyan “Bhineka Tunggal Ika” yang berarti berbeda-beda tapi tetap satu. Karena hanya dengan bersatulah akan tercipta bangsa Indonesia yang damai dan hidup berdampingan. Dengan demikian, negara Indonesia akan menjadi negara yang aman dan tentram. Pancasila adalah cita-cita bangsa Indonesia.

Bangsa Indonesia adalah mayoritas muslim. Sekitar 87% dari jumlah total penduduk Indonesia menganut agama islam. Agama Islam berlandaskan pada Al-Quran dan As-Sunnah. Al-Quran adalah kitab yang berisi sekumpulan wahyu yang diturunkan langsung dari Allah SWT. Al-Qur’an berisi tentang 5 hal pokok yaitu menyangkut akidah, akhlak, ibadah, mu’amalah, dan tarikh. Sedangkan As-Sunnah atau Al-Hadits adalah segala perkataan, perbuatan dan ketetapan dan persetujuan dari Nabi Muhammad SAW yang dijadikan ketetapan ataupun hukum dalam agama Islam setelah Al-Quran. As-Sunnah merupakan bentuk praktis dari Al-Quran yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya. As-Sunnah biasa dijadikan sebagai rujukan dalam menentukan syari’at islam.

Meskipun Indonesia tidak berlandaskan hukum Islam secara konstitusi, akan tetapi syariat Islam tidak bertentangan dengan dasar negara, yakni pancasila. Hal itu bisa dilihat pada sila pertamanya yakni “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Di dalam islam, mengesakan Allah adalah bentuk dari tauhid. Sebagaimana yang diperintahkan Allah kepada Rasulullah, yang termaktub dalam surat al-ikhlas ayat pertama, “Katakanlah (Hai Muhammad), “Dialah (Allah) yang Maha Esa.”

Begitupun Rasulullah SAW senantiasa memerintahkan kepada umatnya untuk bertauhid. Rasulullah SAW pernah bersabda, “Barang siapa bertemu Allah dalam keadaan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu, maka dia masuk surga, dan barang siapa yang bertemu dengan-Nya dalam keadaan menyekutukan-Nya dengan sesuatu, maka ia akan masuk neraka” (HR. Muslim).

Selain sila pertama yang jelas menegaskan tentang ketauhidan, begitu pula dengan sila-sila berikutnya, tidak ada yang bertentangan dengan ajaran islam. Pada sila kedua yang berbunyi “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab” menekankan nilai keadilan pada setiap individu (keadilan personal). Dengan menjadi individu yang adil, maka akan tercipta manusia yang beradab. Dalam sebuah hadits, yang diriwayatkan dari Abdullah bin Umar, Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya orang-orang yang berlaku adil akan berada diatas punggung yang terbuat dari cahaya disebelah kanan Allah dan kedua sisinya dalam keadaan baik, yaitu orang-orang yang berlaku adil dalam hukum, dalam keluarga dan dalam melaksanakan tugas yang diberikan kepada mereka” (HR. Muslim).

Sila ketiga berbunyi “Persatuan Indonesia”. Pada sila ketiga mengandung nilai persatuan atau jama’ah dan praktik hidup rukun. Indonesia merupakan negara yang terdiri dari berbagai macam suku, budaya dan agama. Jika bersatu, perbedaan-perbedaan itu akan saling menguatkan dan menciptakan kerukunan. Dalam sebuah hadist, rasulullah SAW bersabda, “Berjama’ah (bersatu) adalah rahmat sedangkan berpecah-belah adalah adzab” (HR. Ahmad).

Sila keempat yang berbunyi “Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan” menekankan nilai demokrasi dan praktik musyawarah. Sebagaimana yang sudah diketahui bahwa musyawarah adalah bagian dari syari’at islam. Musyawarah yang dilakukan secara keterwakilan  adalah yang membedakan antara demokrasi islam dengan demokrasi barat. Di dalam Al-Quran diperintahkan untuk bermusyawarah, begitu juga Rasulullah menerapkan musyawarah dalam sistem pemerintahannya. Sebagaimana yang dikatakan oleh Abu Hurairah, “Aku tidak melihat seseorang yang lebih banyak bermusyawarah dengan sahabat-sahabatnya dari Rasulullah SAW”.

Sila kelima yang berbunyi “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia” menekankan pada nilai keadilan. Jika pada sila kedua merujuk pada keadilan personal, pada sila kelima ini merujuk pada keadilan sosial. Artinya, keadilan dalam ruang lingkup sosial, salah satunya adalah penegakan hukum. Keadilan sosial bersifat menyeluruh, yakni bersifat objektif dan berlaku untuk seluruh lapisan masyarakat. Keadilan sosial dilakukan oleh jajaran pemerintahan, terutama para pemimpin.

Dalam Islam, keadilan berlaku untuk semua orang tanpa melihat latar  belakang keturunan, suku maupun golongan. Seperti itulah yang diterapkan Rasulullah SAW dalam menangani masalah-masalah yang terjadi dalam masyarakat, seperti ketika menengahi ketegangan antar suku yang hampir menimbulkan pertumpahan darah diantara mereka.

Waktu itu, orang-orang Quraisy di Mekah berselisih tentang suku mana yang akan meletakkan hajar aswad ke tempatnya di dekat Ka’bah setelah pindah dari tempatnya karena terbawa arus banjir. Masing-masing suku mengklaim paling berhak mendapatkan kehormatan mengembalikan hajar aswad ke tempat semula. Ancaman pertumpahan darah akhirnya bisa dihindarkan setelah Rasulullah SAW dipercaya menengahi persoalan di atas. Beliau meletakkan hajar aswad di atas kain serbannya. Kemudian meminta semua pemimpin suku ikut mangangkat bersama-sama dengan memegangi kain tersebut. Cara seperti ini memungkinkan semua pihak terlibat. Keterlibatan semua pihak ini menjadikan mereka semua rukun dan bergotong royong untuk mencapai tujuan yang sama. Mereka semua puas dengan solusi yang ditawarkan Rasulullah SAW meski usia beliau waktu itu baru 35 tahun.

Rasulullah SAW sangat menekankan berlakunya prinsip keadilan di tengah-tengah masyarakat. Beliau menunjukkan kesalahan para pemimpin di zaman Jahiliyah yang tidak menghukum orang-orang elite yang mencuri. Tetapi apabila orang-orang rendahan atau rakyat jelata mencuri, mereka menjatuhkan hukuman. Beliau mengecam hal itu dan menyampaikannya dalam suatu khutbah sebagaimana tertuang dalam hadits beliau yang diriwayatkan oleh Imam Muslim: “Wahai sekalian manusia, sesungguhnya yang membuat rusak orang-orang sebelum kalian adalah, ketika orang-orang terpandang mencuri, mereka tidak menghukumnya, sementara jika orang-orang yg rendahan dari mereka mencuri mereka menegakkan hukuman had.”

Seorang muslim yang mengerti dan memahami akan nilai-nilai pancasila tidak akan beranggapan bahwa pancasila itu tidak islami dan bertentangan dengan nilai-nilai islam. Pancasila mengandung garis besar ajaran islam, karena mengandung nilai ketuhanan (hablumminallah) dan kemanusiaan (hablumminannas). Kedua aspek tersebut yang ditekankan dalam islam. Islam adalah agama yang memprioritaskan tauhid dan perdamaian. Dari namanya saja, islam berasal dari akar kata salama yang berarti damai.