Lika-liku Mendirikan dan mengelola Masjid Indonesia di Korea Selatan (Bag-4)

Lika-liku Mendirikan dan mengelola Masjid Indonesia di Korea Selatan (Bag-4)

Bagaimana geliat masjid di Korea Selatan ini bertahan?

Lika-liku Mendirikan dan mengelola Masjid Indonesia di Korea Selatan (Bag-4)

Banyak Masjid Indonesia di Korea adalah hasil swadaya para buruh migran. Masjid-masjid ini didirikan secara bertahap. Dimulai dengan kumpul-kumpul, curhat bareng, doa bareng, sholat bareng dan seterusnya. Lalu mulailah mengumpulkan uang untuk menyewa bareng gedung untuk didirikan Masjid. Lalu bagaimana bertahan dan berkembang?

Masjid-masjid ini bertahan dan berkembang melalui cara-cara yang sama dengan masjid-masjid di Indonesia. Seperti kotak amal, infak bulanan dan sorban pengajian. Selain itu, Masjid-masjid di sana juga biasa memiliki usaha, baik yang di tempat seperti catering dan penyewaan karpet, maupun yang bergerak ke sana ke mari seperti membuka warung atau stand dagangan lain saat ada acara-acara bersama.

Bahkan, ada nilai lebih dari Masjid-masjid Indonesia di Korea yang mungkin tidak kita temukan di tanah air, yakni subsidi silang. Ya ini memang terjadi di Korea, masjid-masjid yang sudah mapan memberikan sumbangan kepada masjid lain yang belum mapan. Hal ini terutama bila ada masjid yang sedang berproses menjadi masjid permanen. (Baca kisah sebelumnya, bagian 1, 2 dan 3)

Nah, untuk meramaikan masjid-masjid ini, para pengurusnya terus berupaya membuat kegiatan-kegiatan dakwah. Ada yang mengagendakan latihan rebana, ada yang mendatangkan ustadz-ustadz dari Indonesia dan bahkan para motivator. Tentu saja motivator yang sudah dimodifikasi secara religius.

Nah, karena kegiatan-kegiatan ini, tak jarang masjid-masjid mendapatkan komplain dari para tetangga. Hal ini juga dikarenakan madjid-masjid baru yang didirikan secara alamiah ini memang belum berkonsultasi dengan KMF (Korean Moslem Federation) selalu pengayom bagi seluruh masjid-masjid di Korea. Baik Masjid Indonesia, Pakistan, Bangladesh maupun Uzbekistan.

Nah, apabila masjid-masjid ini akan menjadi permanen barulah dipastikan bahwa masjid-masjid ini sudah berkonsultasi dengan KMF. Dan di sinilah subsidi silang itu berlangsung. Subsidi silang bisa dari kas yang sudah ada atau dengan penggalangan dana baru dari suatu masjid untuk masjid lain. Ini yang sangat jarang kita jumpai di Tanah Air.

Proses mendirikan Masjid permanen ini tidaklah mudah. Sebab harus ada penanggung jawab yang biasanya merupakan warga Indonesia yang telah mix married (kawin campur) dengan warga Korea, atau anak keturunan dari mix maried ini. Beberapa orang yang sudah tinggal di Korea dengan visa non Buruh migran, masih bisa dilibatkan dalam hal ini.

Untuk penanggung jawab perijinan Masjid, setidaknya butuh lima tanda tangan orang selain pemegang visa E-9 atau C-3-1 Korea Selatan. Belum lagi ditambah penanggung jawab pembelian gedung secara permanen. Para penanggung jawab ini belum dibutuhkan saat menyewa sebuah gedung untuk jangka pendek, setahun atau dua tahun.

Sepanjang saya tanya kepada beberapa orang pengurus Masjid, Alhamdulillah jawabannya seragam. Bahwa tidak banyak kesulitan untuk mendapatkan dukungan sebagai penanggung jawab sebuah masjid baru. Mereka adalah warga Indonesia yang sudah mix maried, anak keturunannya, para pemegang visa yang diperbolehkan untuk menjadi penanggung jawab dan bahkan dari para warga Korea Selatan sendiri, tentu yang terakhir ini yang sudah beragama Islam.

Sejauh ini belum ada kendala, termasuk dari aparat keamanan sendiri. Bahkan dalam beberapa Masjid, aparat keamanan sangat membantu. Beberapa polisi tampak sering terlibat dalam acara-acara Kemasjidan. Rupanya beberapa BMI ini memiliki skill lobby yang lumayan. Pokoknya, spik-spiknya okelah. Hehehe. Maka tak aneh jumlah Masjid Indonesia hingga sekarang sudah mencapai lima puluh dan mereka optimis akan terus bertambah.

Dipastikan pula bahwa masjid-masjid yang sudah permanen ini menggelar sholat Jum’at secara permanen. Sholat berjamaah lima waktu maupun pengajian rutin. Ikut lomba-lomba antar Masjid dan lain-lain. Seringkali pengajian rutin ini pakai kitab kuning beneran karena memang beberapa Buruh Migran Indonesia di Korea adalah santri beneran.

Tentu saja, bila butuh bukti, bahkan pengajian- pengajian mereka dapat kita ikuti dari Indonesia. Banyak pengajian-pengajin mereka disiarkan secara live via Facebook, youtube dan sosial media lainnya. Alamatnya, cari sendiri lah, gampang kok. (bersambung)