Hukum Mengadakan Konser di Lahan Kuburan

Hukum Mengadakan Konser di Lahan Kuburan

Jika duduk dan melangkahi kuburan saja dilarang, apalagi konser di lahan kuburan.

Hukum Mengadakan Konser di Lahan Kuburan
Kuburan (sumber poto: detik.com)

Sejak kecil kita sudah diajarkan untuk menghormati sebuah kuburan, terutama kuburan orang-orang muslim. Di antara cara menghormati kuburan ialah dengan cara membersihkannya, biasanya ketika kita berziarah kita langsung membersihkan sekeliling kuburan, mencabut rumput-rumput liar di atas dan di sekitar kuburan. Juga paling utama, kita dilarang keras untuk melangkahi kuburan. tentunya konser di kuburan

Melangkahi kuburan merupakan perbuatan paling tidak sopan. Sebagaimana kita memposisikan jenazah yang ada dalam kuburan itu seperti layaknya orang hidup, tidak boleh dilangkahi, tidak sopan. Coba saja kita melangkahi tubuh seseorang, apalagi orang yang lebih tua dari kita, tentu kita akan dilabrak oleh mereka. Pun halnya dengan kuburan manusia.

Lalu bagaimana dengan membuat konser di lahan kuburan?

Konser, sebagaimana yang tertulis dalam KBBI, adalah pertunjukan musik di depan umum, pertunjukan oleh sekelompok music yang terjadi dari beberapa komposisi perseorangan.

Biasanya konser digelar jika ada acara-acara tertentu, seperti hajatan pernikahan, konser amal, festival tahunan dan semacamnya. Ada tempat-tempat umum yang biasanya dijadikan tempat konser, seperti mall, lapangan terbuka, dan lain-lain. Lantas, apakah boleh mengadakan konser di kuburan?

Bagaimanapun kuburan adalah tempat yang sakral, ia adalah tempat untuk kita merenungi akan kehidupan setelah kematian nanti, apakah kita sudah siap menghadap kepada Gusti Allah SWT atau tidak. Maka tak layak tempat seperti ini digunakan untuk acara-acara yang melalaikan diri dari Allah SWT, bahkan bermaksiat kepadaNya.

Terkait hal yang demikian, terdapat hadis yang tercantum dalam kitab Shahīh Muslim,

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- «لأَنْ يَجْلِسَ أَحَدُكُمْ عَلَى جَمْرَةٍ فَتُحْرِقَ ثِيَابَهُ فَتَخْلُصَ إِلَى جِلْدِهِ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَجْلِسَ عَلَى قَبْرٍ»

Dari Abu Hurairah RA, Ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Seandainya seseorang duduk di atas bara api sehingga membakar pakaiannya sampai kulitnya, itu lebih baik baginya dibandingkan duduk di atas kuburan.” (H.R Muslim)

Dari hadis di atas, jelas sekali bahwa duduk diatas kuburan adalah hal yang sangat dilarang. Bisa dilihat bagaimana redaksi sabda Nabi SAW dalam hadis ini, yaitu mengumpamakan orang yang duduk di atas bara api lebih yang panas membara, lebih baik ketimbang duduk diatas kuburan. Tentunya ada indikasi larangan keras dalam hadis ini.

Mengurai hadis tersebut, dalam kitab ‘Aunul Ma’būd Syarh Sunan Abī Daud, al-‘Adzim al-Abadi mengatakan,

فيه دليل على أنه لا يجوز الجلوس على القبر، وذهب الجمهور إلى التحريم

Di dalam hadis diatas terdapat dalil atas ketidakbolehan duduk diatas kuburan, dan Jumhur Ulama berpendapat duduk diatas kuburan adalah haram. (al-‘Adzim al-Abadi, ‘Aunul Ma’būd Syarh Sunan Abī Daud, Beirut: Dar el-Kutub al-‘Ilmiyyah, cetakan ke-2, 1415 H, juz 9, hal. 35).

Imam an-Nawawi dalam Syarah Shahīh Muslim menyebutkan,

قَالَ أَصْحَابُنَا تَجْصِيصُ الْقَبْرِ مَكْرُوهٌ وَالْقُعُودُ عَلَيْهِ حَرَامٌ وَكَذَا الِاسْتِنَادُ إِلَيْهِ وَالِاتِّكَاءُ عَلَيْهِ

Ulama dari kalangan kami (Syāfi’iyyah) berpendapat: Memplester kuburan hukumnya makruh, sedang duduk di atas kuburan hukumnya adalah haram, begitu juga bersandar dan bertumpu kepada kuburan. (Imam an-Nawawi, al-Minhāj Syarah Shahīh Muslim bin al-Hajjāj, Beirut: Dar Ihya at-Turats, cetakan ke-2, 1392 H, juz 7, hal. 27)

Selain dalam Syarah Shahīh Muslim, Imam an-Nawawi juga menyebutkan dalam kitab al-Majmū’,

ذكر الماوردي وغيره أنه يكره إيقاد النار عند القبر

Imam al-Māwardi dan selainnya menyebutkan, bahwasanya menyalakan api di sisi kuburan itu hukumnya makruh.

Al-Khātib menyebutkan dalam kitab Mughni al-Muhtāj,

ولا يجلس على القبر المحترم ولا يتكأ عليه ولا يستند إليه ولا يوطأ عليه إلا لضرورة

Dan jangan duduk di atas kuburan yang dihormati, jangan bersandar dan bertumpu diatasnya, dan tidak boleh diinjak kecuali karena keadaan yang darurat. (al-Khātib asy-Syirbīni, Mughni al-Muhtāj, Dar el-Fikr, juz 1, hl. 354)

Abu Ishāq asy-Syayrāzi dalam at-Tanbīh menyebutkan,

ولا يجلس على قبر ولا يدوسه إلا لحاجة. ويكره المبيت في المقبرة.

Tidak boleh duduk di atas kuburan, tidak boleh menginjak-injak kuburan keuali karena ada kebutuhan, dan makruh hukumnya bermalam di pemakaman. (Abu Ishāq asy-Syayrāzi, at-Tanbīh fi al-Fiqh asy-Syāfi’i, Beirut: ‘Alam al-Kutub, cetakan pertama, 1983, juz 1, hal. 52)

Pendapat-pendapat ulama diatas menegaskan ketidakbolehan: duduk di atas kuburan, menginjak, melangkahi, bersandar, dan sejenisnya dari tinakan-tindakan yang tidak menghormati kuburan. Namun jika alam keadaan darurat, maka dapat dijadikan pengecualian. Hikmah dari larangan perbuatan di atas adalah untuk pengormatan dan etika. Syihabuddin ar-Ramli mengatakan dalam Nihāyah,

وَالْحِكْمَةُ فِي عَدَمِ الْجُلُوسِ وَنَحْوِهِ تَوْقِيرُ الْمَيِّتِ وَاحْتِرَامُهُ

Dan hikmah pada ketidakboleham duduk dan semacamnya adalah untuk memuliakan mayyit dan memuliakannya. (Syihabuddin ar-Ramli, Nihayah al-Muhtāj, Beirut: Dar el-Fikr, 1984, juz 3, hal. 12)

Jika duduk di atas kuburan dan melangkahi kuburan saja dilarang, maka apalagi dengan membuat konser. Tentu banyak sekali hal yang dilakukan oleh para penonton konser tersebut yang melebihi duduk dan melangkahi. Apalagi jika konser yang dilakukan adalah konser dangdut. (AN)

Wallahu a’lam.