Pada suatu malam sekelompok sufi melakukan perjalanan jauh. Mereka melewati beberapa sarang binatang buas. Hingga akhirnya mereka berhenti di suatu tempat yang menjadi sarang macan. Dan betapa kagetnya ketika di situ didapatinya ada seorang yang tengah tertidur dengan nyenyak. Sementara kuda tunggangannya dibiarkan merumput sendirian.
Rombongan para sufi ini akhirnya mencoba menggerakkan tubuh orang tersebut. Bangunlah lelaki musafir itu. Diantara rombongan kemudian mengingatkannya dengan mengatkan tempat tersebut sangatlah berbahaya. Namun yang terjadi sungguh diluar dugaan. Laki-laki tersebut tidak menunjukkan rasa takutnya sama sekali di wajahnya. Ia bahkan tersenyum. Kemudian dia mengangkat wajahnya dan berkata,” Saya malu kepada Allah untuk takut pada selain-Nya.” Setelah berkata seperti itu lelaki tersebut meletakkan kepalanya dan kembali tidur.
Malu sebagian dari iman. Begitu sabda Rasulullah saw. Beberapa hadis juga membahas tentang rasa malu ini. Rasulpun bersabda dalam hadis yang dikeluarkan oleh at Turmudzi,” Malulah kalian kepada Allah dengan sebenar-benarnya malu.’ Kemudian para sahabat menjawab,’Sesungguhnya kami merasa malu wahai Nabi Allah.
Kami bersyukur kepada Allah. Nabipun menajwab,’ Bukan demikian! Akan tetapi orang yang malu kepada Allah dengan malu yang sebenarnya adalah orang yang menjaga kepalanya dan apa yang terekam di dalamnya; menjaga perut dan apa yang dihimpunnya; dan ingatlah kalian pada kematian dan bahaya. Barangsiapa menghendaki kampung akhirat, maka tinggalkanlah perhiasan dunia. Barang siapa mampu mengerjakan demikian, maka sungguh dia telah malu kepada Allah dengan kebenaran rasa malu.”
Sebagian ahli bijak juga mengatakan,” Malulah kalian dengan rasa malu yang sesungguhnya, di majlis orang-orang yang mempunyai rasa malu sesungguhnya.” Dikatakan oleh Dzun Nun Al Misri bahwa cinta adalah berbicara, rasa malu adalah diam membisu dan rasa takut adalah yang menggelisahkan. Menurut Fudail bin Iyad ada 5 tanda kesengsaraan yaitu; hati yang keras, mata yang beku, sedikit malu, cinta dunia dan panjang angan-angan.” Sedangkan Junaid al bagdadi mengatakan bahwa malu adalah ketika memandang buruk dan kurang perbuatan baikmu.
Imam Al Qusyairi pernah menulis, Ustadz Seiykh mengatakan,”Malu adalah mengerutkan hati untuk pengagungan pada Tuhan. Dikatakan, jika seseorang duduk untuk memberi peringatan pada manusia, maka dua malikat memanggilnya seraya berkata,’ Nasihatlah dirimu dengan apa-apa yang kamu nasihatkan kepada kawanmu. Jika tidak maka malulah kepada Allah yang selalu melihatmu.”
Wallahu A’lam.