Laki-laki-Perempuan Bersentuhan Kulit, Batalkah Wudhunya?

Laki-laki-Perempuan Bersentuhan Kulit, Batalkah Wudhunya?

Laki-laki-Perempuan Bersentuhan Kulit, Batalkah Wudhunya?

Di dalam pelaksanaan wudhu ada beberapa hal yang membatalkannya. Syekh Abdurrahman dalam Manhaj al-Salikin menerangkan bahwa di antara yang membatalkan wudhu adalah menyentuh perempuan dengan catatan adanya syahwat. Bagaimana para ulama menyikapi hal tersebut?

Yang dimaksud dengan membatalkan wudhu jika menyentuh lawan jenis di sini jika yang bersangkutan bukan mahram. Para ahli fikih berbeda pendapat terkait menyentuh perempuan. Perbedaan pendapat didasarkan atas pemahaman ayat, Aw Lamastum al-Nisa’ (QS. Al-Nisa: 43).

Menurut al-Muzani dalam kitab al-Hawi al-Kabir, menyentuh di sini bermakna adanya upaya untuk menyentuh perempuan secara sengaja. Sedangkan perempuan yang disentuh itu (al-Malmus) tidak batal wudhu’nya. Hal ini didasarkan atas bahwa orang yang disentuh itu secara tidak sengaja, berbeda halnya dengan orang yang menyentuh.

Penjelasan lebih rinci dijelaskan oleh Imam al-Nawawi dalam al-Majmu’ Syarh al-Muhadzzab. Tulisnya:

وَأَمَّا لَمْسُ النِّسَاءِ فَإِنَّهُ يَنْقُضُ الْوُضُوءَ وَهُوَ أَنْ يَلْمِسَ الرَّجُلُ بَشَرَةَ الْمَرْأَةِ أَوْ الْمَرْأَةُ بَشَرَةَ الرَّجُلِ بِلَا حَائِلٍ بَيْنَهُمَا فَيَنْتَقِضُ وُضُوءُ اللامس

Adapun menyentuh perempuan itu membatalkan wudhu. Yaitu seorang laki-laki menyentuh kulit perempuan, atau perempuan menyentuh kulit laki-laki tanpa adanya pembatas seperti pakaian. Maka orang yang menyentuh batal wudhunya.”

Dari perkataan ini, bisa kita ketahui bahwa perempuan yang disentuh oleh laki-laki belum tentu batal wudhunya. Al-Nawawi menerangkan batalnya wudhu jika persentuhan tidak memiliki hail/pembatas (pakaian). Artinya kulit bertemu kulit antara laki-laki- dan perempuan.

Ada beberapa pendapat ulama fikih yang berbeda satu sama lainnya. Barangkali, perbedaan para ahli fikih ini berdasarkan atas pemahaman ayat berikut. Perbedaan pembacaan atas ayat:

أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً

Ada yang membaca panjang huruf la “lamastum” yang memiliki arti ‘kamu saling bersentuhan’, dan ada juga yang membaca pendek huruf la “lamastum” berarti ‘kamu yang menyentuh’. Perbedaan pembacaan keduanya membuat para ulama berbeda pendapat juga. Mazhab Hanafi memahami ayat ‘lamastum’ itu bermakna “jama’tum”, kamu melakukann jimak (hubungan intim) yang memang adanya persentuhan langsung antara dua kulit dan timbulnya syahwat bagi laki-laki dan perempuan.

Namun demikian, mazhab yang umum digunakan di Indonesia merujuk pada mazhab Imam Syafi’i. Persentuhan kulit antara lelaki dan perempuan itu batal secara mutlak, baik ada syahwat ataupun tidak, baik disengaja maupun tidak. Lelaki dan perempuan yang saling bersentuhan itu batal wudhu keduanya, termasuk persentuhan antara suami dan istri.

Tulisan ini pernah dimuat di bincangsyariah.com