Aisyah romantisnya cintamu dengan nabi. Dengan baginda kau pernah main lari-lari …. (Lirik lagu Aisyah, Istri Rasulullah)
Dalam sehari, sepertinya bisa 7-10 kali mendengar lagu itu diputar, termasuk dari ponsel saya sendiri, tapi dalam versi bahasa Arab yang dinyanyikan oleh Mohamed Tarek dan Mohamed Youssef. Tak ada alasan lain, suara penyanyinya bikin adem. Hehe
Beberapa hari yang lalu, secara sengaja saya mengklik video yang saat itu posisi #6 di Trending Youtube. Penasaran, saya simak videonya sampai selesai sambil memaksakan nasi masuk ke dalam mulut saya yang sedari pagi belum diisi.
Ternyata, itu video ceramah dari Al-Bahjah TV yang seperti biasa, diisi oleh Buya Yahya. Dalam video berdurasi 15 menitan itu, beliau menjawab salah satu pertanyaan jamaah terkait lagu yang sedang viral di tengah maraknya wabah virus corona. Yap, lagu Aisyah Istri Rasulullah, yang cover lagunya sudah amat membanjiri Youtube. Bahkan, di urutan pertama yang di-cover oleh Syakir Daulay, pada Senin 06 April pukul 19.00 sudah 26 juta kali tayangannya. Luar biasa!
Buya Yahya tidak mengkritisi lagu tersebut secara langsung. Beliau tentunya menelaah terlebih dahulu dengan amat cermat. Lagu yang liriknya sudah diubah dari versi aslinya tersebut, sama sekali tidak mengungkit soal kecerdasan intelektual Ibunda Siti Aisyah.
Secara gamblang, lirik lagu ini seakan hanya menggambarkan kisah romantisme yang bersifat jasadi dari salah seorang Ummahaatul-Mu’miniin. Menyimak ceramah beliau, cukup membuat saya berpikir agak keras untuk setidaknya mulai bersikap kritis terhadap segala sesuatu, termasuk lagu. Kualitas irama dan lirik lagu ini memang punya daya bius yang luar biasa. Menenangkan dan mudah dihafal. Terlebih lagi didukung dengan para penyanyi yang suaranya merdu, cukuplah jadi teman santai di hari Minggu atau menemani hati yang sendu. Eh!
Kita sepertinya memang mudah menjadi latah dengan berbagai fenomena yang terjadi. Orang lain membuat video tutorial cuci tangan sambil main TikTok, langsung diikuti. Ada orang yang bereksperimen membuat dalgona coffee, ikutan juga. Kita mudah sekali mengikuti tren, termasuk dalam hal menggemari sebuah lagu populer.
Namun, bila kita sedikit lebih jeli, lagu ini jelas menuai celah kritik karena menarasikan sosok agung dalam agama Islam, Rasulullah Saw. Apalagi ini menyangkut ranah privasi beliau dalam kehidupan rumah tangganya.
Mari kita sedikit menganalisis lirik lagu ini, dimulai dari jumlah keseluruhan kosakata yang digunakan, yaitu ada 179. Kemudian, dari 179 kosakata itu bisa dibagi ke dalam tiga sub, yaitu kecantikan fisik Siti Aisyah r.a. ada 9 kata; kisah romantisnya dengan Rasulullah ada 140 kata; dan keterangan beliau berasal dari nasab mulia, putri Abu Bakar ada 5 kata. Sementara, peran politik dan sisi intelektualitas beliau tidak dinarasikan sama sekali.
Lagu ini juga menghadirkan realitas yang kompleks menjadi amat sederhana. Terlalu banyak penyederhanaan yang bisa membuat pandangan terhadap subjek sejarah bisa dipahami secara keliru.
Dalam buku Menggugat Tuhan yang Maskulin, salah satu kritik dari Kaukab Siddique adalah besarnya dominasi pandangan domestik laki-laki dalam menafsir Al-Quran dan Hadits. Akibatnya, ajaran Islam yang sebenarnya sangat adil dalam memandang dan melindungi hak baik laki-laki maupun perempuan, justru menghasilkan praktik keagamaan yang seakan diskriminatif. Dominasi ideologi maskulin ini juga banyak dibangun dalam produk seni, salah satunya dalam sebuah lagu.
Lagu memang tidak bisa difungsikan untuk menyampaikan kehidupan seseorang secara utuh. Tentunya hanya beberapa bagian saja yang dipilih untuk disampaikan. Lantas, kenapa bagian lain diabaikan? Mungkin ada pertimbangan tertentu dari penulis maupun industri hiburan yang bersangkutan.
Lirik lagu Aisyah Istri Rasulullah ini, lebih menonjolkan peran perempuan dari sisi domestiknya. Kita seolah dibuat lupa dengan perjuangan sosok Ibunda Aisyah dalam memimpin Perang Jamal, atau ketika beliau menjadi sumber rujukan ribuan hadits. Yang terngiang hanyalah kisah percintaannya yang romantis, sosoknya yang masih belia, lugu, dan selalu ceria.
Ibunda Aisyah r.a. sudah banyak berkiprah dalam Islam. Beliau meriwayatkan lebih dari dua ribu hadis, yang manfaatnya amat kita rasakan sampai saat ini. Semua perannya itu kini seakan tergeser dengan bait-bait lagu yang hanya menonjolkan bagian-bagian tertentu.
Meski demikian, sebagai makhluk sosial yang dikaruniai akal dan nurani, kita pun tetap harus menghargai karya ini. Namun, kita juga harus berhati-hati terlebih bagi para musisi. Bila hendak membuat sebuah lagu atau bahkan mengubah lirik lagu dari versi aslinya, perhatikan kembali apakah kalimat yang digunakan mengandung aspek keberterimaan atau justru penolakan dari beberapa kalangan.
Selama lagu itu menghibur, memang sah-sah saja. Kita hanya harus lebih cermat dan jeli, khawatir ada ide-ide tertentu yang hendak disampaikan secara halus. Apalagi kalau kita sampai berpikir bahwa Ibunda Aisyah r.a. hanya tahu cara bermain dan berdandan saja. Enggaklah yaaaw!
Oleh karena itu, kita tidak cukup meneladani Aisyah, istri Rasulullah SAW hanya dengan sebuah lagu. Kita juga harus membaca sejarah kehidupannya secara lengkap agar pemahaman kita tentang beliau lebih komprehensif dan egaliter.
Semoga kita semua bisa meneladani dan menjaga warisan-warisan kebaikan yang beliau turunkan. Mari menjadi muslim, muslimah, dan manusia yang cerdas serta kritis terhadap berbagai hal. (AN)
Wallahu ‘alam bish-shawaab.