Kufah, Kota Para Pemberontak dan Basis Militer

Kufah, Kota Para Pemberontak dan Basis Militer

Kufah, Kota Para Pemberontak dan Basis Militer

Kufah masyhur sebagai sebuah kota di Irak yang mempunyai peran penting dalam sejarah Islam. Saat ini kota tersebut terletak di 170 ke arah selatan dari ibu kota Baghdad. Kota ini dibangun padazaman Khalifah Umar bin Khattab pada tahun 17 H (638) M di tepi timur sungai Hindiyeh, cabang sungai Eufrat, Irak.

Kufah dibangun saat ekspansi pertama Islam keluar Semenanjung Arabia. Pada abad 7, kota Kufah memainkan peranan penting dalam percaturan politik Islam. Bahkan lahirnya doktrin Syiah ada di kota ini. Setelah munculnya Bagdad sebagai pusat perdaban Umayyah, kota Kufah seolah terpinggirkan dari percaturan politik. Akan tetapi peradabannya terus berkembang. Tidak salah kalau kota ini selalu menjadi magnet politik, intelektual dan kebudayaan Islam.

Kufah pada mulanya adalah barak militer. Masa itu Islam taktala ekspansi Islam ke Persia pada zaman Khalifah Umar Ibnu Khatab. Adalah Saad bin Abi Waqas yang ditunjuk sebagai panglimanya dalam penaklukan wilayah tersebut dan berhasil dengan sukses. Kaum Muslimin bisa menduduki wilayah Iraq bahkan wilayah Persiap berhasil ditaklukan. Saad pun menempatkan sekitar 20.000 sampai 30.000 prajurit dari berbagai klan Arab. Antara lain, klan Hamdan, Madzhij, Thayy, Kindah, Hadhramaut, Qudha’ah, Madhar, Bajilah, Khats’am, Quraisy, Khazaj dan lain sebagainya. Mereka ditempatkan menurut klan masing-masing untuk menghindari konflik etnik.

Khalifah Umar sangat membanggakan kotanya ini. Bila mengirim surat kepada penduduk Kufah, Khalifah Umar selalu kata-kata, “Kepada Kepala Bangsa Arab”. Di bagian lain: “Kepada Kepala Agama Islam”, atau “Di Kufah terdapt wajah manusia.” “penduduk Kufah adalah tombak Allah, harta karun iman, otak bangsa Arab, pengawal tanpa batas, penakluk kota-kota.”

Pemilihan Kufah sebagai basis kekuatan militer untuk ekspansi Islam bukan tanpa alasan. Orang Arab yang suka tinggal di padang pasir dan terbuka menjadikan Kufah cocok untuk ditinggali. Pasukan muslimin menemukan Kufah di tepi kanan sungai Eufrat dan mendapatkan persetujuan dari Khalifah Umar Ibnu Khatab. Pada tahun 638 M, Saad Bin Abi Waqas pindah ke Kufah dan membangun gedung pemerintahan dan masjid. Dengan arsitektur khas Persia , kota Kufah menjadi lebih semarak dan mulai menggeliat sebagai kota kosmopolitan.

Mulai saat itu gelombang emigrasi secara besar-besaran . Earga Arab banyak yang pindah ke Kufah. Apalagi Khalifah Umar bin Khatab “menggiring” warga Kristen Najran untuk pindah ke Kufah. Walapun gelombang emigrasi terus bergulir, stabilitas dan keseimbangan warga kota tetap terjaga . Pokoknya Kufah menjadi kota baru dan basis militer tentara Islam untuk melakukan ekspansi selanjutnya.
Namun berbeda situasinya ketika permerintahan Usman bin Affan. Terjadi gejolak di kota Kufah. Pergesekan antara elit muslim muncul di kota tersebut. Elit Arab lama merasa terusik oleh pendatang baru yang sebagian besar adalah pendukung sahabat Ali bin Abi Thalib. Ketika khalifah Usman terbunuh gejolak lebih besarpun tak terhindarkan. Perbedaan politik yang tajam tidak terelakkan.

Naiknya sahabat Ali Bin Abi Thalib menjadi sebuah loncatan besar bagi kota Kufah. Ali memindahkan pemerintahannya ke kota tersebut. Tak pelak Kufah menjadi basis bagi para pendukung Ali bin Abi Thalib. Dukungan tersebut tidak hanya bersifat politik semata tetapi kemudian berubah menjadi sebuah garakan ideologi yang kemudian disebut dengan kelompok Syiah. Pergolakan politik kala itu menjadikan Kufah sebagai basis militer dengan berbagai kisah peperangannya seperti Perang Jamal yaitu antara Khalifah Ali dan penuntut kematian Usman bin Affan. Kemudian juga ada Perang Siffin yaitu perang antara Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah bin Abi Sufyan. Di kota ini pula Sayyidina Ali terbunuh pada tahun 661 M.

Setelah itu, Kufah bak basis para pemberontak. Pada masa Dinasti Umayyah, Kufah menjadi sumber pemberontakan. Yang paling dikenal hingga sekarang adalah pemberontakan yang dipimpin oleh Muslim Bin Aqil di mana memakan korban, yaitu cucu Rasulullah, Husein bin Abi Talib di Karbala pada tahun 680. Setelah itu muncul pemberontakan yang dipimpin Mukhtar bin Abi Ubaid ( 685-687). Ada pula pemberontakan yang dipimpin Zaad bin Ali pada tahun 739. Menjelang keruntuhan Bani Umayyah, Kufah adalah pusat gerakan politik perlawanan terhadap imperium Bani Umayyah. Munculnya imperium baru yaitu Bani Abasyiyah menjadi titik balik kota Kufah. Bahkan di kota ini khalifah pertamanya dilantik di Masjid Raya Kufah. Walaupun begitu di Zaman Bani Abasyiyah pemberontakanjuga terjadi dari kota Kufah.

Sebenarnya tidak hanya hiruk pikuk politik yang terus menggeliat di Kufah. Geliat intelektual dan kebudayaan juga menggeliat. Kufah telah melahirkan perdaban Arab Islam yang bisa dinikmati hingga sekarang.

Sejak berdirinya kota Kufah selalu dibanjiri para intelektual Islam sahabat Rasulullah. Salah satunya adalah Abdullah bin Mas’ud. Dari sahabat ini lahirlah transmisi intelektual yang kemudian melahirkan beberapa cendekiawan muslim. Diantara muridnya yang sangat dikenal antara lain Alqamah, Aswad bin Yazid, Ubaidah bin Amr as Salmani, Haris bin Suwaid at Taimi hingga Amr bin Syurahbayl. Namun ada juga berapa intelektual Kufah yang berguru ke Madinah seperti Syuraih bin Amr, asy Sya’bi, an Nakhai, dan said Bin Zubair. Pada era selanjutnya muncul Abu Hanifah bin Nukman al Kufi pendiri Madzhab Hanafi.

Bahkan Kufah membentuk aliran tersendiri dalam bidang Ilmu Fikih dan pengetahuan bahasa Arab. Kufah menandingi Basrah sebagai kota para intelektual. Fatwa tentang hukum Islam banyak lahir di Kufah. Pun dengan tulisan Arab yang disebut Khat Kufi lahir dari kota ini.