Kongkalikong Abdullah bin Ubay dan Membelotnya Serdadu Rasulullah Saw

Kongkalikong Abdullah bin Ubay dan Membelotnya Serdadu Rasulullah Saw

Ini kisah yang terjadi di sekitaran Rasulullah bersama Abdulah bin Ubay

Kongkalikong Abdullah bin Ubay dan Membelotnya Serdadu Rasulullah Saw

Menjelang fajar menyingsing saat sholat Subuh akan dilaksanakan, sewaktu kaum Muslimin dapat melihat kedudukan musuh dan musuh pun dapat melihat kedudukan kaum Muslimin,  Abdullah bin Ubay tiba-tiba membelot.

Tidak kurang dari sepertiga pasukan Muslimin mengikuti Abdullah bin Ubay yang menarik diri dari pasukan Rasulullah Saw untuk kembali ke Madinah menyusul pasukan Yahudi sebelumnya. Abdullah bin Ubay berhasil mempengaruhi sekitar 300 orang pengikutnya untuk menarik diri dari pasukan Rasulullah Saw .

Abdullah bin Ubay beralasan Muhammad Saw mengabaikan pendapatnya yang menghendaki pertahanan di dalam kota Madinah sebaliknya mengindahkan pendapat orang lain untuk menyongsong musuh di luar kota. Itu semua hanya alasan saja. Sebab jika alasannya Rasulullah Saw tidak mengindahkan pendapatnya, sejak awal dia tidak perlu mengikuti Rasulullah ﷺ ke Uhud. Yang pasti tujuan utama Abdullah bin Ubay dengan pembelotannya itu adalah mengguncang pasukan Muslimin agar gentar menghadapi musuh yang berkekuatan besar.

Hampir saja Abdullah bin Ubay berhasil mewujudkan rencananya untuk mengguncang pasukan Muslimin yang sebagian jatuh moral dengan pembelotan itu. Bani Harits dari Aus dan Bani Salimah dari Khazraj sudah  kehilangan semangat tempur dan hampir ikut mengundurkan diri bersama Abdullah bin Ubay. Tetapi Allah menurunkan Al-Qur’an Surah Ali Imran ayat 122, yang artinya: “Ketika dua golongan dari kalian ingin (mundur) karenma takut, padahal Allah adalah Penolong bagi kedua golongan itu. Karena itu hendaklah kepada Allah saja orang-orang Mu’min bertawakkal.”

Saat itu Abdullah bin Haram, anak Jabir bin Abdullah berusaha menyadarkan kaum munafik itu, tetapi tidak berhasil. Akhirnya Abdullah bin Haram kembali ke pasukan Muslimin sambil berkata,”Semoga Allah menjauhkan kalian, sehingga Nabi-Nya tidak membutuhkan kalian.”

Begitulah Rasulullah Saw  tinggal berkekuatan 700 orang sahabat yang melanjutkan perjalanan ke gunung Uhud untuk menyongsong musuh yang sebagian mengantarai Muslimin dengan bukit Uhud.

“Bersabarlah, Bersabarlah,” demikian nasihat Rasulullah Saw kepada para sahabat yang tetap setia bersamanya.

Saat itu pasukan muslimin sebenarnya sangat membutuhkan kuda, tapi Abdullah bin Ubay telah menggiring sebagian besar kuda untuk dibawa pulang ke Madinah. Kini mereka semakin dekat ke bukit Uhud dan terhalang oleh kedudukan musuh. Untuk menghindari berpapasan dengan musuh Rasulullah Saw bertanya, “Siapakah yang bisa menunjukkan jalan jalan yang lebih dekat tanpa harus melewati musuh?”

Abu Khaitsamah menjawab, “Saya wahai Rasulullah.”

Lalu Abu Khaitsamah memilih jalan yang lebih dekat ke Uhud, melewati tanah dan perkebunan milik Bani Haritsah, berjalan ke arah barat menjauhi pasukan musyrikin Mekkah.

Pagi-pagi sekali, sebelum musuh terbangun, pasukan muslimin bergerak maju ke Uhud dan memotong jalan sedemikian rupa, sehingga menghadap Madinah dan memunggungi Uhud. Dengan posisi itu, musuh berada di antara mereka dan Madinah.

Dengan strategi itu pasukan muslimin lebih dulu tiba di bukit Uhud sehingga bisa lebih leluasa menempatkan pasukan.

“Bersabarlah, Bersabarlah,” demikian nasehat Rasulullah Saw kepada para sahabat yang tetap bersamanya.

Dalam Perang Badar pihak muslim hanya memiliki 3 ekor kuda ini berarti satu kuda untuk setiap 100 orang namun berkat usaha keras Nabi dalam waktu 7 tahun pasukan muslim memiliki 10.000 ekor kuda untuk setiap 30.000 tentara berarti satu kuda untuk setiap 3 orang.

Rasulullah Saw segera mengatur barisan para sahabat. Beliau menempatkan 50 orang yang ahli memanah di lereng hingga puncak bukit di selatan Wadi Qanat. Yang ditunjuk sebagai komandan adalah Abdullah bin Jubair bin An-Nu’man Al-Anshari Al-Ausi.

Kepada mereka Rasulullah Saw  memberi perintah, “Lindungi kami dengan anak panah agar musuh tidak menyerang kami dari arah belakang. Bertahanlah kalian, jangan pernah meninggalkan tempat ini. Kalau kalian melihat kami dapat menghancurkan mereka sehingga dapat memasuki pertahanannya, kamu jangan meninggalkan tempatmu. Jika kamu melihat kami yang diserang, jangan pula kami dibantu, juga jangan kami dipertahankan. Tugas kamu adalah menghujani pasukan berkuda mereka dengan panah. Dengan serangan panah itu pasukan berkuda musuh tidak dapat maju.”

Selain pasukan pemanah, Rasulullah Saw memerintahkan agar pasukan yang lain tidak menyerang siapa pun, sebelum beliau memberi perintah menyerang.

Begitulah dalam menghadapi pasukan Mekkah itu Rasulullah ﷺ menempatkan pasukan sayap kanan Muslimin dipimpin Al-Mundzir bin Amr. Sayap kiri dipimpin Az-Zubair bin Al-Aswwam dengan didukung pasukan yang dipimpin Al-Miqdad bin Al-Aswad Az-Zubair yang bertugas menghadang laju pasukan berkuda Quraisy yang dipimpin Khalid bin Al-Walid. Di barisan terdepan adalah para tokoh pemberani yang gagah perkasa di antara kaum Muslimin.

Untuk mengobarkan semangat pasukannya Rasulullah Saw yang mengenakan dua lapis baju zirah besi mnghunus pedangnya yang tajam ke atas sambil berseru, “Siapakah yang ingin mengambil pedang ini menurut haknya?”

Ali bin Abi Thalib, Az-Zubair bin Al-Awwam dan Umar bin Khatthab maju ke depan. Namun Rasulullah Saw tidak memberikan pedang tersebut kepada salah satu dari ketiga sahabat tersebut. Ketika Abu Dujanah Simak bin Kharasyah maju ke depan sambil bertanya, “Apa haknya wahai Rasulullah.”

Rasulullah  Saw menjawab, “Hendaklah engkau membabatkan pedang ini ke wajah –wajah musuh hingga bengkok.”

Abu Dujanah Simak bin Kharasyah dari Banu Sa’idah berkata, “Aku akan mengambilnya menurut haknya wahai Rasulullah.”

Rasulullah Saw.kemudian memberikan pedang itu kepada Abu Dujanah.

Abu Dujanah dikenal sebagai laki-laki yang sangat berani. Ia mengeluarkan pita merah, lalu teman-temannya bergumam, “Lihat Abu Dujanah telah mengeluarkan pita mautnya!”

Semua orang mengetahui bahwa Abu Dujanah sudah siap bertempur apabila ia telah mengeluarkan pita merahnya itu. Pita itu diikatkan di kepala, kemudian ia berjalan dengan angkuh dan berlagak di tengah-tengah pasukan seperti yang biasa ia lakukan apabila sudah siap menghadapi pertempuran.

Rasulullah Saw melihat perilaku Abu Dujanah itu kemudian bersabda, “Cara berjalan seperti itu sangat dibenci Allah, kecuali dalam pertempuran seperti ini.”

Setelah itu Rasulullah Saw memberikan kepercayaan kepada Mushab bin Umair untuk memegang bendera pasukan. Hamzah bin Abdul-Muththalib berada di barisan terdepan didampingi Abu Dujanah, Ali bin Abi Thalib,  Saad bin Abi Waqqash, Umar bin Khatthab, dan Abu Ubaidah bin Jarrah.

Pasukan Quraisy yang tiba belakangan, juga segera menyusun barisan. Sayap kanan dipimpin oleh Khalid bin Al-Walid, sedangkan sayap kiri dikomando Ikrimah bin Abu Jahal. Pasukan utama di tengah dipimpin oleh Abu Sufyan dan benderanya dipegang oleh Abdul Uzza Talhah bin Abi Talhah.

Wanita-wanita Quraisy yang memukul genderang dan rebana berjalan di tengah-tengah barisan itu. Kadang mereka di depan dan kadang  di belakang. Hindun binti Utbah Isteri Abu Sufyan berteriak-teriak,  “Ayo Banu Abdul Dar, Ayo! ayo! Pengawal barisan belakang! Hantamlah musuh dengan segala yang tajam!”.