Kita yang Kerap Salah Menganggap Perempuan Tiang Negara

Kita yang Kerap Salah Menganggap Perempuan Tiang Negara

Bagaimana kok ya kita salah kaprah memahami soal tiang negara adalah perempuan

Kita yang Kerap Salah Menganggap Perempuan Tiang Negara
Nyai Ontosoroh, perempuan ciptaan penulis Pramoedya Ananto Toer memberi kita inspirasi. Foto ini tatkala Happy Salma memerankan sosoknya. Pict by Galeri Indonesia Kaya

Sudahkah bangsa ini memperlakukan perempuan sebagai tiang Negara? Dulu, seneng sekali dengan sebutan perempuan sebagai tiang Negara. Jika perempuan baik, maka baiklah Negara. Jika perempuan rusak, maka rusaklah Negara. Gak main-main. Penentu tunggal maju-mundurnya sebuah bangsa.

Sebutan ini sering dimaknai dengan cara yang tidak adil, yakni perempuan adalah penyangga tunggal moralitas bangsa. Ujung-ujungnya semua persoalan bangsa, perempuanlah yang paling bertanggungjawab. Mengapa banyak koruptor di negeri ini? Karena perempuan boros dan hobby foya-foya. Mengapa banyak perkosaan terjadi di negeri ini? Karena perempuan pakaiannya seksi, keluar malam, dll.

Kalau persoalan Negara yang besar saja begitu, apalagi persoalan keluarga toh. Mengapa perempuan menjadi korban KDRT? Karena mereka tidak taat suaminya. Tidak perlu dicek apakah suaminya layak ditaati atau tidak. Mengapa diduakan? Karena tidak mampu melayani suaminya dengan baik. Tidak perlu juga dicek apakah suaminya sudah melakukan tanggungjawabnya dengan baik atau belum. Pokoknya semua masalah, akarnya adalah perempuan.

Tapi anehnya kalau Negara mencapai prestasi, ko banyak yang lupa ya untuk mengaitkan dengan perempuan? Padahal jika perempuannya baik, maka baiklah Negara juga loh. Hm…..

Tiang adalah salah satu bagian penting dalam sebuah bangunan. Bukan satu-satunya. Rumah yang kokoh tidak hanya perlu tiang yang kuat, tapi juga fondasi, dinding, atap dll yang mendukung. Penyebutan perempuan sebagai tiang Negara adalah peringatan keras bagi siapa pun terutama mereka yang diberi amanah mengelola Negara agar memastikan perempuan menjadi warga Negara yang kuat jika Negara ingin kokoh dan maju.

Ingin Negara kuat? Ya pastikan dong perempuan sebagai tiangnya kuat dan tidak dilemahkan secara kultural dan struktural. Jangan biarkan mereka menikah, hamil, melahirkan, dan menyusui bayi di usia anak-anak. Tunggu mereka dewasa agar bisa menjadi Madrasah pertama yang baik bagi anak-anak bangsa.

Ingin Negara maju? Ya jangan biarkan perempuan sebagai tiangnya terbelakang dan terus mundur. Sertakan mereka dalam derap kemajuan bangsa. Dorong mereka sekolah setinggginya agar bersama laki-laki dapat tumbuh kembang maksimal dan manfaat seluas-luasnya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Ingin Negara baik karena perempuannya baik? Ya bersikap baik dong pada perempuan sebagai tiangnya. Ajarkan laki-laki untuk bertanggungjawab atas kegagalannya dan jangan jadikan perempuan sebagai kambing hitamnya. Laki-laki dan perempuan mesti didorong bersama-sama untuk memajukan Negara dan bertanggungjawab atas kemundurannya.

Ingin Negara tidak rusak karena perempuannya rusak? Ya jangan rusak masa depan perempuan sebagai tiangnya dengan aneka bentuk kekerasan dong. Pastikan mereka aman di dalam dan di luar rumah agar bisa terus tingkatkan kualitas diri biar bisa menjadi manusia terbaik dengan bermanfaat seluas-luasnya.

Pesan utama “Perempuan sebagai Tiang Negara” adalah kuatkan perempuan agar Negara kokoh dan maju, bukan salahkan perempuan dalam setiap persoalan bangsa. Ingat, laki-laki juga bertanggungjawab atas moralitas bangsa.

Meskipun telat sehari saya ingin mengucapkan Selamat Hari Ibu eh Perempuan Indonesia, baik sebagai ibu, nenek, tante, istri, anak, kakak, adik, teman main, teman kerja, sesama Muslim, sesama bangsa Indonesia, dan sesama manusia. Hehehe.

Semoga bangsa ini bisa semakin memperlakukan tiang-tiangnya dengan baik. Amin!