Kisah Yahudi Bersedekah Di Hari Asyura

Kisah Yahudi Bersedekah Di Hari Asyura

Kisah Yahudi Bersedekah Di Hari Asyura

Telah ditegaskan oleh para ulama’ bahwa bersedekah pada hari Ayura’ memiliki keutamaan yang besar. Salah satu yang pernah merasakan keberkahan bersedekah di hari Asyura’ adalah salah seorang Yahudi dalam kisah berikut ini.

Diriwayatkan bahwa ada salah seorang fakir dan keluarganya berpuasa di hari Asyura’. Ia tidak memiliki bekal makanan untuk berbuka puasa. Setelah berusaha mencari makanan di sekitar tempat tinggalnya, tetap saja ia tidak menemukan sesuap nasi untuk berbuka puasa. Kemudian ia memasuki pasar dan melihat seorang saudagar muslim yang tengah menghamparkan tikar mewah berharga mahal di tokonya. Emas dan perak menghiasi tikar yang membuat setiap pasang mata yang memandangnya merasakan kemewahan yang menakjubkan.

Si Fakir menghampiri sang saudagar bermaksud untuk meminta pinjaman kepadanya. Setelah mengucapkan salam, ia mengatakan “wahai tuanku. Aku adalah seorang fakir. Aku harap engkau memberiku pinjaman satu dirham untuk aku belikan makanan berbuka puasa keluargaku dan aku do’akan engkau di hari yang mulia ini”. Permohonan si fakir tidak digubris oleh sang saudagar. Alih-alih memberikan pinjaman, sang saudagar justru memalingkan wajahnya dari wajah si fakir tersebut.

Si fakir pulang dari pasar dengan hati yang sedih. Air matanya menetes tak terbendung ke arah pipinya. Di tengah jalan, ia bertemu dengan seorang tetangga saudagar muslim tersebut yang beragama yahudi. Mengetahui si fakir tampak susah, yahudi yang berprofesi sebagai penukar mata uang tersebut mencoba menghibur dan membantunya. “Aku lihat engkau berbicara dengan tetanggaku. Apa yang kalian bicarakan?”, ujar si Yahudi. “Aku mencoba berhutang satu dirham kepadanya untuk bekal berbuka puasa keluargaku, namun ia menolaku. Aku sangat kecewa. Aku katakan juga kepadanya bahwa pada hari ini aku bersedia mendoakannya.”, terang si fakir. Yahudi penasaran dengan maksud do’a si fakir di hari yang menurutnya mulia itu. “Sebenarnya ada apa dengan hari ini”, tanyanya penasaran. “Ini adalah hari Asyura’”, jawab si fakir. Ia juga menjelaskan kepada Yahudi keutamaan-keutamaan hari Asyura’. Setelah mendengar penjelasan si fakir, Yahudi memberikan 10 dirham kepada si fakir “Ambilah 10 dirham ini dan belanjakanlah untuk keluargamu untuk memuliakan hari Asyura’ ini”. Si fakir merasa senang, berkat bantuan seorang Yahudi ia dapat membahagiakan keluarganya.

Di malam harinya, saudagar muslim yang membuat kecewa si fakir mengalami mimpi yang memilukan. Dalam mimpi tersebut digambarkan seakan hari kiamat telah tiba. Suasananya sangat mencekam, saat di mana semua orang mengalami dahaga yang luar biasa. Dalam mimpi tersebut diinformasikan sang saudagar muslim melihat istana megah dengan bangunan yang berbahan dasar intan putih, pintunya terbuat dari yaqut merah. Dengan merasakan dahaga maksimal, si saudagar muslim mengangkat kepalanya dan mengatakan “Wahai penghuni istana ini, berilah satu teguk minuman kepadaku”. Kemudian dikatakan kepadanya “Istana ini sedianya dipersiapkan untukmu. Namun ketika kamu menolak seorang fakir hingga hatinya kecewa, maka namamu diganti dengan nama tetanggamu Yahudi yang membantu si fakir dan telah memeberinya 10 dirham”.

Keesokan harinya si saudagar muslim menghampiri Yahudi, tetangganya. Ia hendak membeli pahala bersedekah 10 dirham. “Engkau adalah tetanggaku, bagiku terdapat hak atasmu, aku membutuhkanmu”, ujar suadagar muslim kepada Yahudi. “Apa yang engkau butuhkan?, tanya si Yahudi. “Aku bersedia membeli pahala bersedekah 10 dirham yang engkau berikan kepada si fakir dengan harga 100 dirham, apakah engkau mau?”, tawar sang saudagar. “Demi Allah, meski dibayar dengan seratus ribu dirhampun aku tidak bersedia. Andai engkau menuntutku untuk memasuki istana yang engkau lihat di mimpimu kemarin, sungguh aku tidak akan mempersilahkanmu memasukinya”, jawab Yahudi dengan tegas. Saudagar muslim heran, dari mana tetangganya mengetahui isi mimpimya. “Siapa yang membuka rahasia mimpiku ini?”, tanyanya pebuh penasaran. “Dialah yang memberitahuku, dzat yang apabila menghendaki sesuatu Dia mengatakan Jadilah maka seketika wujud. Dan aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah, tiada sekutu bagiNya dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusanNya”. Di hadapan saudagar muslim tersebut, si Yahudi menyatakan keIslamannya.

Setelah memaparkan kisah di atas, Syaikh Abu Bakr bin Syatha berpesan “Saudaraku. Orang ini adalah seorang Yahudi, ia berperasangka baik terhadap hari Asyura’ padahal ia tidak mengetahui keutamaanya. Allah memberinya kenikmatan, memberinya anugerah besar dengan memeluk Islam. Lihatlah bagaimana nasib seorang muslim yang mengetahui keutamaan dan pahala ‘Asyura’ namun ia mengabaikan amal kebaikan di dalamnya?”.

Sumber bacaan: Abu Bakr bin Syatha’, I’anah al-Thalibin, juz.2, hal,267.