Kisah Umar bin Khattab Membela Korban Penggusuran

Kisah Umar bin Khattab Membela Korban Penggusuran

Pada masa Umar, korban penggusuran dibela oleh negara.

Kisah Umar bin Khattab Membela Korban Penggusuran
Umar bin Khattab

Geliat konflik agraria sedang banyak terjadi saat ini. Mulai dari konflik antara petani melawan perusahaan perkebunan di Tulang Bawang, Lampung hingga perjuangan masyarakat adat di distrik Muting, Merauke dan banyak yang lainnya. Daerah perkotaan pun tak absen dari konflik-konflik agraria. Bukit Duri,  Pandeglang, Sukamulya, Stasiun Barat di Bandung,  Kulonprogo, hingga Urut Sewu di Kebumen bisa dijadikan contoh. Berbagai macam dalih dipakai, yang paling sering kita dengar, pembangunan infrastruktur demi kepentingan umum untuk melegitimasi tindakan mereka.

Islam, sejatinya mengajarkan dan menjungjung tinggi nilai-nilai keadilan dan kemanusiaan. Kisah Umar bin Khattab saat menolong seorang Yahudi yang gubuk tempat tinggalnya terancam digusur, agaknya dapat dijadikan teladan. Fragmen kisah ini termaktub dalam buku berjudul 30 Kisah Teladan, yang ditulis K.H Abdurrahman Arroisi.

Pada saat itu, hidup seorang Gubernur Mesir yang diangkat oleh Khalifah Umar bin Kattab, bernama Amr bin Ash. Ia tinggal di sebuah istana yang megah. Di depan istananya tersebut, terdapat sebidang tanah kosong berawa-rawa, yang di atasnya terdapat sebuah gubuk tua yang nyaris roboh. Gubuk dan tanah itu dimiliki oleh seorang beragama Yahudi yang sudah tua renta.

Gubernur Amr bin Ash, berencana untuk membeli tanah tersebut beserta gubuknya, untuk dibangun menjadi sebuah masjid yang megah. Penawaran pun dilakukan. Amr bin Ash bahkan berani membayar tanah tersebut hingga lima kali lipat dari harga umum. Si pemilik tanah tersebut tak bergeming, dan tetap tak akan menyerahkan tanahnya.

Akhirnya, karena tak kunjung berhasil merayu hati pemilik tanah tersebut, Amr bin Ash memutuskan melalui suratnya untuk membongkar gubuk itu dan mendirikan sebuah masjid di atas tanahnya, dengan dalih kepentingan bersama. Kakek pemilik tanah tersebut jelas tak berdaya menghadapi tindakan penguasa terhadap tanah dan tempat tinggalnya. Namun, ia tidak berhenti berjuang mempertahankan tempat tinggalnya, ia memutuskan untuk menemui atasan Gubernur tersebut, yakni Khalifah Umar bin Khattab untuk mengadu.

Kakek tua tersebut menemui Umar bin Khattab di Masjid Nabawi, Madinah. Ketika menemui Umar, kakek tersebut tak menyangka, Umar yang seorang khalifah ternyata begitu sederhana. Ia tidak harus menemui Umar di sebuah istana yang megah, melainkan di bawah sebuah pohon kurma di halaman Masjid Nabawi. Usai mendengar keluhannya, Umar lantas menyuruh kakek tua itu mengambil sebuah tulang di tempat sampah. Umar lantas menggoreskan huruf alif yang merentang dari atas hingga bawah tulang tersebut. Lalu kakek itu disuruh Umar untuk kembali ke Mesir dan memberikan tulang itu kepada Amr bin Ash.

Sesampainya di Mesir, Amr bin Ash menerima tulang tersebut dari si kakek. Tanpa disangka, tubuh Amr bin Ash menggigil ketika menerimanya. Tak lama setelahnya, Amr bin Ash memerintahkan pasukannya untuk merobohkan kembali masjid yang tengah dibangun tersebut, dan menggantinya dengan membangun kembali rumah untuk si kakek di atas tanah itu.

Pendek cerita, kakek tersebut merasa kagum dengan kepemimpinan Umar yang sangat penuh kasih sayang, perlindungan, dan keadilan bagi orang miskin. Kakek itupun lantas dapat kembali menempati rumahnya, tanpa harus pindah dari tempatnya yang dulu.

Umar bin Khattab menunjukkan, tentang bagaimana sikap arif yang seharusnya dimiliki oleh seorang pemimpin. Sebagai pemimpin dan pemerintah, Ia hadir sebagai pelindung dan pengayom bagi warganya. Tanpa pandang bulu apapun ras, agama, dan golongan warganya tersebut.

Wallahhua’lam.