Mungkin Anda bertanya, apa yang dimaksud dengan judul ‘Sesat di Tanah Suci’ seperti yang tertera di atas. Tapi, sebelum ke sana, tampaknya kita bersepakat bahwa perjalanan di tanah suci adalah dambaan bagi hampir seluruh umat muslim di dunia. Banyak dari kaum muslimin memendam rasa untuk berkunjung ke sana. Saat seorang muslim mendapatkan nasib untuk berangkat ke tanah suci, persiapan terus dilakukan untuk kelancaran ibadah di sana. Sebuah keniscayaan bahwa keberangkatan ke tanah suci adalah pengalaman yang luar biasa bagi siapapun.
Kita tentu saja mafhum, sebab tanah suci terus dirasukkan sebuah wilayah nan eksotis untuk didatangi oleh kaum muslim melalui ayat-ayatNya. Menghadapi perjalanan ini ada sebuah persiapan yang diabaikan adalah persiapan mengetahui medan yang dihadapi oleh kebanyakan Jemaah haji Indonesia.
Para penceramah dan dai yang diberikan tugas oleh Negara untuk menyampaikan materi manasik kebanyakan abai akan hal ini, walau ini bukan merupakan kesalahan dari mereka sendiri. Sebab kurikulum yang dibuat oleh Negara dalam hal ini adalah Kementerian Agama jarah sekali memasukkan pengenalan medan kepada Jemaah calon haji.
Kekurangan dari materi yang disodorkan oleh Kementerian dikarenakan penempatan Jemaah haji Indonesia tidak dijadikan fokus yang serius dari Kementerian yang terkait. Padahal ada masalah yang selalu muncul disebabkan persoalan ini tidak ditanggapi dengan serius yaitu banyaknya Jemaah haji yang sesat di tanah suci
Persoalan ini sebenarnya selalu ditanggapi serius oleh kementerian namun tidak menyentuh persoalan utamanya yaitu mengenal medan di tanah suci. Seorang pendaki gunung saja perlu mengenal medan jika ingin mendaki sebuah gunung. Memang persoalan sesatnya Jemaah haji memang terus menjadi diperbaiki dengan berbagai inovasi, seperti sekarang dengan teknologi barcode di setiap gelang Jemaah. Namun persoalan hulu dari sesatnya Jemaah adalah banyaknya Jemaah yang kurang menguasai medan baik di setiap kota yang dikunjungi selama rangkaian ibadah Haji.
Memang jika kita melirik ke cerita-cerita yang disampaikan oleh para Jemaah yang telah menunaikan ibadah haji, alasan-alasan yang mereka utarakan sangatlah beragam. Dari alasan paling normal yaitu lupa hingga alasan mistis “ditutupi”. Haji dengan segala rangkaiannya memang menyembunyikan seribu misteri yang kadang tidak logis atau masuk akal. Seorang kyai pernah bercerita kepada saya, Haji itu adalah ibadah yang diwarnai banyak campur tangan Tuhan.
Sesat bagi seseorang memang menimbulkan perasaan gugup, khawatir hingga ketakutan yang berlebih. Apalagi sesat di tanah suci itu menambah perasaan-perasaan tersebut menjadi meningkat, sebab sesat di tanah yang kita tidak kenal dan bahasa yang juga asing bagi sebagian besar Jemaah.
Cerita akan sesat di tanah suci memanglah beragam alasan yang akan muncul sebagaimana disebutkan di atas. Alasan mistis pun tak ketinggalan mewarnai cerita akan sesat di tanah suci. Seorang Jemaah pernah bercerita bahwa selama di sana, ia tidak pernah mengambil jalan lain yang selalu dia lewati selama beribadah di masjidil Haram, entah kenapa pas waktu itu dia malah lupa dan seakan cuma berputar-putar dalam masjid tersebut. Sampai pada waktu tersebut dia menyadari ada pernah bergetar dalam hatinya bahwa ia tidak mungkin sesat karena setiap arah sudah dia hapal karena sering melewatinya. Pada saat itu dia memutuskan untuk melaksanakan shalat taubat dan setelah salam dari shalat tersebut ia langsung bisa mengingat jalan ke arah gedung yang dia tempati.
Ada lagi satu cerita menarik, setiap perjalanan haji ada satu perjalanan yang dipercaya sebagai perjalanan tersulit yaitu antara Arafah-Mudzdalifah-Mina. Sebelum diberlakukan system Taraddudi, system perjalanan satu arah yang diberlakukan oleh kementerian Haji Arab Saudi untuk mempermudah arus lalu lintas di antara tiga tempat itu, setiap bus dipersilahkan mengambil jalan mana saja dari 8 jalur yang disediakan atau mengambil jalan mana saja untuk sampai ke Mina secepat mungkin. Nah ada satu rombongan (isi 45-47 orang) Jemaah haji yang mengambil jalan memutar dengan menelusuri jalan ke kota mekkah dulu setelah melewati Muzdalifah di tengah malam, secara logika perjalanan itu akan menempuh waktu yang lebih cepat sampai karena menghindari 8 jalur yang disediakan pasti padat hingga macet. Namun, bus yang tersebut malah belum bisa sampai ke Mina selama beberapa jam, padahal jarak Mekkah ke Mina cuma 6 Km.
Rombongan bus itupun mulai panik dan takut tidak bisa sampai ke Mina sebelum waktu shalat subuh. Supir bus pun mulai merasa keanehan sebab jalan yang dia ambil sudah pernah dijalani namun malah tidak sampai ke Mina. Ketua rombongan bus tersebut berbicara melalui mikropon, apakah ada di antara Jemaah yang membawa barang-barang yang bukan miliknya dari Arafah.
Salah satu Jemaah mengangkat tangannya yang memberitahukan pada ketua rombongan bus, bahwa ia membawa satu batu dan sepotong tali dari kemah di arafah. Ketua rombongan itu menyuruh pada jemaah tersebut untuk membuang kedua benda itu ke luar bus dan beristighfar karena telah membawa benda yang seharusnya berada di tanah Arafah. Menurut ketua Rombongan itu setiap benda yang berada di sana akan merasa bangga karena telah menjadi bagian dari salah satu tanah yang dipakai untuk rangkaian ibadah haji.
Perjalanan haji memang masih menyimpan seribu bahkan sejuta cerita. Bahkan ada mitos yang beredar di kalangan jemaah haji Indonesia, yaitu sedikit saja kita merasa sombong maka akan langsung dibalas Tuhan secara langsung di sana. Makanya kebanyakan jemaah haji selalu mengaitkan musibah yang terjadi di sana dengan Tuhan. Salah satu pelajaran yang seharusnya diambil oleh jemaah Haji adalah perasaan sombong dan merasa benar adalah hal yang terlarang dalam kehidupan kita, tidak cuma waktu haji saja.
Fatahallahu alaihi futuh al-arifin