Ini kisah seorang sufi yang suka melamun. Konon ada seorang sufi yang setiap hari mendapat jatah kiriman rezeki dari pedagang kaya, berupa minyak samin dan madu. Dari kiriman itu sang sufi memenuhi kebutuhannya. Kalau masih sisa, maka dia simpan di wadah yang tergantung di tiang sudut rumah. Sampai suatu ketika wadah itu penuh.
Si sufi berbaring di sebuah dipan di sudut rumah. Sementara tangannya memegang tongkat, sedangkan wadah yang berisi minyak samin dan madu itu tergantung persis di atas kepalanya.
Dia merasa senang, memandangi wadahnya yang penuh. Di saat yang sama, dia membayangkan harga samin dan madu yang sedang tinggi. Dia berkata dalam hati:
“Aku akan menjual samin dan madu di bawah ini dengan harga satu dinar. Lalu dari satu dinar itu aku akan membeli sepuluh kambing. Kambing-kambing itu akan bunting dan melahirkan anaknya paling tidak tiap lima bulan sekali.”
“Tidak lama, sepuluh ekor kambing ini akan berlipat ganda jumlahnya, apabila bisa melahirkan terus-menerus. Dengan perkiraan kambing melahirkan setiap lima bulan sekali, maka aku akan punya sekitar empat ratus ekor kambing dalam waktu beberapa tahun saja.”
Si sufi mulai tersenyum-senyum sendiri membayangkan keuntungan yang akan didapatnya dari samin dan madu itu.
“Dari empat ratus ekor kambing itu aku bisa membeli seratus ekor sapi, karena empat ekor kambing bisa untuk membeli satu ekor sapi. Aku juga akan membeli tanah dan benih, yang akan aku garap untuk bertani. Aku bisa mempekerjakan orang untuk membajak sawah dengan sapi-sapi jantan. Sementara sapi betina bisa kuperah susunya, dan manfaat-manfaat lain. Tidak sampai enam tahun aku sudah mendapatkan harta yang cukup banyak.”
“Aku bisa membeli rumah yang megah, dan tentunya perempuan cantik akan terpikat padaku. Dia tidak akan bisa menolak lamaranku. Aku lalu akan menikahinya, membangun keluarga. Darinya, aku akan punya anak yang tampan, atau cantik jika dia perempuan. Aku akan memilihkan nama terbaik untuknya, memberikan pendidikan terbaik untuknya, supaya jadi anak yang cerdas, pintar dan menyenangkan orang tuanya.
Aku akan ketati pendidikannya. Kalau dia tidak bisa menerima pendidikan yang kuberikan, awas saja. Aku tidak akan segan memukulnya dengan tongkat ini!”
Terbawa lamunannya, si sufi mengisyaratkan memukul anak yang ada di lamunannya dengan tongkat yang dia pegang. Naas, pukulannya mengarah ke wadah berisi samin dan madu yang tergantung tepat di atas kepalanya. Akhirnya wadah itu pun pecah terkena pukulan tongkat si sufi. Si sufi tersadar dari lamunannya. Dan selayaknya orang yang suka melamun, dia tidak mendapatkan apa-apa kecuali tumpahan minyak samin dan madu yang melumuri wajahnya.
Baca juga kisah-kisah sufi lainnya di Islami.co melalui tautan ini.