Kisah Seorang Raja dan Doa Istighotsah

Kisah Seorang Raja dan Doa Istighotsah

Kisah Seorang Raja dan Doa Istighotsah

Di Arab Saudi, terdapat raja yang pernah mengundang para ulama. Ada satu hal yang ingin ia tanyakan kepada mereka, namun jawabannya diharapkan sesuai dengan keinginan paduka raja.

Hingga pada saat yang ditentukan, para ulama dihadapkan kepada raja, kemudian ditanya satu persatu.

“Bagaimana hukumnya istighotsah (meminta pertolongan) kepada mayit?” begitu pertanyaan raja.

Di antara ulama-ulama yang hadir, semua tahu bahwa yang dikehendaki raja adalah jawaban “syirik“. Dan para ulama juga menjawab dengan kalimat senada “syirik”. Namun dalam hati mereka menjawab lebih lanjut, “indaka“. Artinya ulama menjawab “Iya, meminta pertolongan kepada mayit itu syirik (menurut anda)”. Mereka menjawab demikian karena ada intimidasi akan dibunuh, dan ternyata ancaman itu berhasil membuat lisan dzahir ulama mengatakan sesuai harapan. Dengan jawaban tadi, raja menjadi gembira.

Sampai pada waktu giliran Syaikh Abdullah Asy Syinqithy dihadapkan pada baginda raja kemudian ditanya “Bagaimana pendapat anda tentang hukum istighatsah kepada mayit?”

Sembari mempersiapkan kain kafan yang telah dibawa oleh Asy Syinqithy dari rumah, ia kemudian menjawab “Hadza kafani” Ini adalah kafanku.

“Lho, kenapa kau menjawab seperti itu?”

“Iya raja, saya sudah persiapkan ini. Jika paduka ingin membunuh hamba, hamba persiapkan kafan hamba dari rumah”

“Tidak, tidak, maksud anda bagaimana?”

“Iya raja, aku yakin bahwa jawabanku akan menimbulkan hukuman mati kepadaku”

“Memang, jawaban apa yang ingin anda sampaikan?”

“Hukum istighatsah kepada mayit bahkan bisa menjadi wajib”

“Lho, kok bisa begitu, bagaimana?”

“Iya, saat kita shalat, kita disyari’atkan untuk menyampaikan shalawat kepada Rasulullah Muhammad SAW. Itu hukumnya wajib. Apa yang diharapkan oleh orang yang shalawat selain mengharap syafa’aat?. Nah, Rasulullah itu sudah wafat, tapi kita setiap shalat diharuskan bershalawat kepadanya. Bukankah itu tidak mengharap sesuatu kepada mayit?’

Rajapun kalah dengan argumentasi ini. Namun, Syaikh Asy Syinqithy tidak dibunuh. Ia hanya disuruh pergi dari negara Arab dengan diberi uang saku yang cukup.

Disarikan dari Mauidzah KH Thoifur Mawardi dalam acara Haul Masyayikh Pesantren Al Muayyad Mangkuyudan, Surakarta. []

NB: Artikel ini hasil kerjasama islami.co dan INFID