Banyak orang menjadi besar sebab berkat mendampingi orang besar.
Setidaknya, ada dua sahabat yang karena mereka melayani Nabi Muhammad SAW, mereka lalu mendapatkan doa khusus dari Baginda Nabi. Lalu dengan mudah, ia menjadi orang besar.
Satu ketika, Sayyidina Abbas melayani Rasul dengan menimbakan air serta menyiapkan untuk Bahinda Nabi sehingga tinggal menggunakan tanpa repot untuk wudlu shalat malam beliau. Ketrampilan Abbas ini tanpa perintah dari Nabi.
Kecekatan filling atau dzauq pelayanan Abbas, paman Rasul ini kemudian memperoleh hadiah dari Kanjeng Nabi berupa doa
اللهم فقهه فى الدين وعلمه التأويل، رواه البخارى
Artinya : Ya Allah, semoga engkau fahamkan dia (Abbas) masalah agama dan pintarkan dia tentang ta’wil. HR. Bukhari
Dengan doa itu, benar, di kemudian hari, Sayyidina Abbas menjadi orang yang piawai dan menjadi rujukan ta’wil Al Qur’an.
Seperti Sahabat Abbas, ada Sahabat Anas ibn Malik.
Sahabat Anas ibn Malik adalah sahabat yang sejak kecil, jiwa raganya dihibahkan oleh orang tuanya kepada Nabi sejak Rasul Hijrah ke Madinah.
Sahabat Anas ini, karena ikut Rasul sejak kecil, Rasul biasa memanggilnya dengan panggilan Unais (Anas kecil). Sehingga, dalam satu riwayat dikatakan, Sahabat Anas lebih suka, ketika nanti di padang mahsyar, ia ingin dipanggil oleh Rasul dengan panggilan ‘manja’nya sewaktu kecil, ‘Unais’.
Saking banyaknya melayani Baginda Nabi ini, tak heran, bila kemudian hari, dia mendapat hadiah doa dari Nabi
اللَّهُمَّ أَكْثِرْ مَالَهُ وَوَلَدَهُ وَبَارِكْ لَهُ فِيْمَا أَعْطَيْتَهُ (وَأَطِلْ حَيَاتَهُ، وَاعْفِرْلَهُ
“Ya Allah banyakkan hartanya, banyakkan anaknya, berkati segala yang engkau berikan kepadanya (panjangkan umurnya dan ampunkan dosanya).” (HR. Bukhari dan Muslim)
Benar, Anas mempunyai keturunan lebih dari 100 orang. Pepohonan yang ia tanam, bisa berbuah dua kali dalam setahun. Ia menjadi orang kaya raya, banyak keturunan.
Antara Abbas dan Anas, masing-masing adalah orang yang melayani Nabi, dekat Nabi, mereka lalu kecipratan keistimewaan dari Nabi.
Ada cerita menarik dari Habib Umar ibn Hafidz. Satu ketika, ada orang datang, sowan kepada Anas, sedang Rasulullah kala itu sudah wafat.
Sewaktu menerima kunjungan tamunya ini, Sahabat Anas memegang sapu tangan lalu menyeka wajahnya dengan lembut.
Setelah itu, sapu tangan ini, diserahkan kepada pembantu. Oleh pembantu, sapu tangan ini dilempar ke dalam bara api, lalu diangkat dengan kayu, dibersihkan.
Yang rontok hanya kotorannya saja. Sedang sapu tangan dari kain tersebut kembali bersih mulus, baru dikembalikan kepada Anas. Sang Tamu tampak heran melihat kejadian ini.
“Kamu heran, mengapa sapu tangan ini tak terbakar?” Tanya Anas.
Lalu, tanpa menunggu jawaban, Anas mengatakan,”Ini adalah sapu tangan Rasulullah, pernah bersentuhan dengan kulit Rasulullah. Sebagai adab, api tak akan membakar apapun yang pernah bersentuhan dengan Rasulullah”.