Kisah Sahabat Rasul yang Lebih Mementingkan Istri Daripada Ibunya Sendiri

Kisah Sahabat Rasul yang Lebih Mementingkan Istri Daripada Ibunya Sendiri

Kisah Sahabat Rasul yang Lebih Mementingkan Istri Daripada Ibunya Sendiri

Seorang sahabat Rasul bernama Alqamah sakit parah. Ia menyuruh istrinya menemui nabi. Singkat cerita, ia ditemui baginda Rasul, lalu beliau mengutus tiga orang; Ammar, Bilal dan Shahib untuk menemui Alqamah.

“Tolong sampaikan pada mereka, suruhlah mereka menuntun (mentalqin) Alqamah supaya dia bersyahadah (membaca La ilaha illallah),” pesan Rasul.

Ketiga sahabat itu berangkat menuju kediaman. Setelah sampai, mereka mendapati Alqamah dalam kondisi detik-detik nafas terakhir. Lalu, dituntunlah untuk bersyahadah. Sayangnya, Alqamah tak mampu mengucapkannya. Mereka pun pulang dan mengadu kepada Rasul.

“Apakah di antara kedua orang tuanya ada yang masih hidup?” Tanya Rasul.

“Oh, iya Rasul. Dia mempunyai ibu yang sudah tua renta.”

Lalu Nabi Muhammad menyuruh salah seorang sahabat untuk menemui nenek tersebut. Perempuan itu datang dan mengucapkan salam. Tak lama Rasulullah menemuinya dan mulai bercakap-cakap.

“Wahai Ibu Alqamah, berbicaralah dengan jujur, bila kamu bohong, maka akan datang wahyu dari Allah yang akan menceritakan apa sesungguhnya yang terjadi. Bagaimana keadaan anakmu Alqamah?”

Wanita tua itu menjawab “Ya Rasulullah, dia itu orang yang banyak melakukan shalat, banyak berpuasa dan rajin bersedekah.”

“Lalu bagaimana hubunganmu dengannya?” tanya Rasul

“Duhai Baginda Nabi, aku sangat membencinya.”

“Kenapa?”

Perempuan itu terdiam sejenak. Lalu mulai meneruskan perkataannya,”Dia selalu mendahulukan urusan istrinya dari pada aku.”

Rasulullah kemudian bersabda,”Jika ibunya Alqamah ini membenci anaknya, maka lisan Alqamah akan tertutup untuk bisa bersyahadah.”

Hai Bilal, begitu kata Nabi melanjutkan sabdanya,”Pergilah! Tolong aku dicarikan kayu bakar yang banyak!

Mendengar Rasul berkata demikian, ibunya Alqamah bertanya pada Nabi

“Lho, anda mau melakukan apa Ya Rasul?”

“Aku akan bakar anakmu dalam bara api”

“Wahai Rasul, bagaimanapun pula, ia adalah anakku. Aku tidak sampai hati jika ia dibakar dalam bara api”

“Nah, bagini Bu, siksa Allah itu lebih pedih dan kekal, sedangkan api dunia lebih ringan dari pada api akhirat. Jika sekarang anda ingin Allah mengampuninya, berilah keridlaanmu kepada dia. Demi Dzat yang mana pribadiku dalam genggamannya, Shalatnya Alqamah, begitu pula puasa dan sedekahnya tak akan ada manfaatnya sekali selama anda membencinya” tegas Rasulullah

“Ya Rasul, aku memberi kesaksian kepada Allah, malaikat dan semua orang islam yang hadir di sini, bahwa aku telah meridhainya atas anakku Alqamah,”

Mendengar demikian, Rasul mengutus Bilal “Bilal, pergilah kamu, lihatlah Alqamah di sana, apakah ia sudah benar-benar mampu bersyahadah “La ilaha illallah” ataukah belum? Barangkali ibunya Alqamah ini berbicara namun tidak sesuai dengan hatinya karena ia malu denganku!”

Bilal berangkat, dia mendengar sendiri dari mulut Alqamah, ia bisa mengucap syahadah sebelum ajalnya. Alqamah meninggal di hari itu juga. Rasulullah kemudian melayat, mendatangi jenazahnya, mengafani dan menyalatinya. Beliau kemudian berdiri di atas kuburan Alqamah seraya bersabda:

“Wahai para sahabat Muhajirin dan Anshar. Barang siapa lebih mengutamakan istrinya, mengalahkan ibunya, maka ia pasti akan mendapat laknat Allah, para malaikat dan semua manusia. Allah tidak akan menerima sedekah dan keadilan orang itu kecuali jika ia bertaubat kepada Allah azza wa jalla serta ia kemudian berbaik budi lalu meminta ridlanya.”

Rasulullah menutup sabdanya dengan kalimat “Ridlanya Allah tergantung pada ridla ibu, sedang kebencian Allah juga tergantung pada kebencian ibu”

Setelah selesai, Rasulullah kemudian naik ke atas minbar yang terdiri dari tiga anak tangga. Setiap naik satu anak tangga, beliau berkata “amin” hingga naik satu tangga lagi “amin” sampai yang ketiga. Baginda Nabi kemudian menjelaskan alasan beliau mengucapkan “amin” yang baru saja dilakukan.

“(Baru saja) Jibril AS datang kepadaku. Dia berkata “Hai Muhammad, sungguh celaka apabila ada orang yang menemukan bulan Ramadhan sedangkan ada orang yang sampai-sampainya dosa yang ia miliki tidak diampuniNya”

Usai mengatakan itu, Jibril menyuruh Nabi “Katakan : Amin” lalu aku menurut berkata “Amin.”

Jibril mengatakan “Sungguh celaka bagi orang yang mendapati orang tuanya di masa tua rentanya, namun bisa-bisa ada anak yang sampai tidak masuk sorga bersama kedua orang tuanya”

Katakan “amin”, lalu Rasul menuruti saran Jibril, kemudian aku berkata “amin.”

Jibril juga mengatakan “Celaka bagi orang yang disebutkan namanya di sisinya, namun orang itu tidak membacakan shalawat kepadamu”

Katakan (Muhammad) “amin” lalu Nabi menurut dan berkata “amin”. []

 

Disarikan dari kitab Qashash Ash Shahabah wa as shalihin, karya Imam Mutawalli asy Sya’rawi hlm 142-143.