Sejarah Ka’bah tidak bisa dipisahkan dari Nabi Ibrahim. Bahkan identik dengan beliau dan putranya, Ismail. Merekalah yang mendapatkan mandat langsung dari Allah untuk mendirikan Ka’bah. Setelah mereka mendirikan Ka’bah dan mendapatkan seruan perdana pelaksanaan haji yang ditujukan kepada Nabi Ibrahim AS dan umatnya dengan cara mengelilingi Ka’bah dan melaksanakan serangkaian ibadah di sana. Namun fungsi mulia ini dinodai oleh generasi pra-Islam dengan menjadikannyah sebagai tempat penyembahan berhala.
Sudah menjadi kebiasaan orang Arab pada saat itu adalah menyembah berhala kecuali sebagian kecil penganut agama Yahudi dan Nasrani. Selain menyembah berhala sebagian mereka juga menyembah matahari, bintang dan angin, bahkan kadang-kadang mereka juga menyembah batu-batu kecil dan pepohonan. Mereka tidak mempercayai Tuhan Yang Maha Esa, pada masing-masing daerah mempunyai dewi-dewi yang banyak jumlahnya. Al-Uzza, al-Latta, Manah dan Hubal merupakan berhala mereka yang terbesar dan paling dimuliakan.
Tidak kurang 360 berhala ditata di sekeliling Ka’bah untuk sesembahan, padahal penyembahan berhala-berhala ini bertentangan dengan ajaran tauhid dibawa oleh setiap rasul.
Maka setelah Nabi Muhammad diangkat menjadi rasul, beliau membawa perubahan besar terhadap fungsi Ka’bah sebagi Baitullah (rumah Allah). Karena bangsa Arab pada zaman Jahiliyah telah menjadikan Ka’bah tempat berhala-berhala yang mereka anggap sebagai Tuhan yang dapat menolong mereka. Misi Nabi Muhammad terhadap Ka’bah adalah mengembalikan Ka’bah sebagai tujuan pembangunannya sebagaimana yang dirintis oleh Nabi Ibrahim As dan Ismail As yaitu menjadikan Ka’bah sebagai pusat peribadatan umat Islam.
Meskipun dengan penuh tantangan dan rintangan dari berbagai pihak yang membenci Islam dan dengan izin Allah Swt pada abad ke-8 H kaum muslimin mendapatkan kemenangan dari kafir Quraisy yang dikenal dengan Fathu Makkah. Kaum muslim pun membuang semua berhala-berhala yang bergantungan di sekeliling Ka’bah serta melakukan tawaf sebanyak tujuh kali sebagai rasa syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan kemengangan bagi kaum muslimin.
Penaklukan kota Mekah ini menjadi pembuka sejarah baru Islam yang secara otomatis Islam lah yang menguasai politik sekaligus mengangkat posisi dan kedudukan Nabi Muhammad SAW sebagai penguasa tertinggi di wilayah Jazirah ini. Kemenangan Nabi atas Mekah menjadi lambang kemenangan kebenaran dan terpupusnya era kebatilan di Mekah.
Maka pada tahun ke-9 H, Rasulullah mengangkat Abu Bakar sebagai Amirul Hajj menyertai kaum muslimin untuk mengerjakan ibadah haji. Rasulullah pada saat itu tidak ikut melaksanakan ibadah haji karena masih terikat dengan perjanjian Hudaybiyah yang melarang Rasulullah memasuki Mekah. [Bersambung]
Alfauzi Abdullah, Mahasiswa Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.