Kisah Raja, Kafir dan Tiga Pelukis

Kisah Raja, Kafir dan Tiga Pelukis

Kisah sang Raja dengan orang kafir ini membuat kita berpikir

Kisah Raja, Kafir dan Tiga Pelukis
Gambar: rajapena.org

Ramai soal kafir dan dalih juga dalil yang berjubel di media sosial, mengingatkanku pada sebuah kisah tentang seorang Raja dengan kondisi mata ciri sebelah.

Suatu hari sang raja mengundang beberapa pelukis terkenal untuk membuatkan lukisan wajahnya dalam sebuah sayembara. Mereka akan mendapat hadiah jika lukisan yang dihasilka bagus, dan akan dimasukkan penjara jika dinilai gagal. Tak ayal banyak para pelukis yang mundur, hanya ada 3 orang tersisa yang menyanggupinya.

Majulah pelukis pertama, dengan sigap ia melukis wajah sang raja. Tak lama lukisan pun berhasil diselesaikan.

“Lukisan macam apa ini..!!” tegas sang raja, “bagaimana bisa melukiskan wajah rajamu dengan mata ciri begitu..!!

Rupanya sang pelukis dinyatakan gagal, karena melukis wajah raja apa adanya sehingga dianggap melakukan sikap tidak pantas terhadap raja. Maka dimasukkanlah ia jalam jeruji penjara.

Kemudian tiba giliran pelukis kedua. Dengan sedikit rasa tegang ia melukis wajah sang raja, dan tak lama akhirnya lukisan pun berhasil diselesaikan.

“Beraninya kau..!! pekik sang raja, “apa maksud melukis wajahku dengan keadaan mata sempurna..!?” tegasnya.

Pelukis kedua dianggap telah berlaku tidak jujur yang dengan berani memanipulasi wajah sang raja seolah sempurna tanpa cacat mata. Maka kurungan penjara yang lebih berat ditimpakan bagi pelukis kedua.

Tibalah giliran pelukis ketiga. Dengan tenang ia melukis wajah sang raja. Setelah selesai, lukisan itu pun dihadapkan sang raja.

“Ini adalah lukisan terbaik yang pernah ada.” puji sang raja kepada pelukis ketiga. “Kau berhak memperoleh hadiah besar dari raja!!” pungkasnya.

Sang pelukis ketiga berhasil melukis wajah sang raja, dan ia pun memperoleh hadiah yang besar. Rupanya sang pelukis dengan begitu brilian melukiskan wajah sang raja yang dengan gagah seolah sedang memincingkan mata sebelahnya saat memanah.

Begitulah akhlak dan kebijaksanaan.
Ketika jujur tidak cukup dan berbohong itu buruk, maka akhlak dan kebijaksanaan dibutuhkan. Begitupun dalam hidup bermasyarakat dan bernegara.