Rasulullah Muhammad Saw. sebagai kekasih dan orang pilihan Allah mempunyai tempat yang istimewa di antara para sahabatnya. Tidak jarang di antara para sahabatnya itu menawarkan diri untuk menjadi pelayan Rasulullah. Namun demikian, Rasulullah Saw. tidak merasa seperti raja di antara para sahabatnya.
Hal ini terbukti di antaranya ketika Rasulullah dan para sahabat bersama-sama membangun masjid Quba. Rasulullah tidak gengsi untuk mengangkut batu-bata di pundaknya. Inilah di antara bukti kerendahan hati Rasulullah Saw. bersama para sahabatnya. Muhammad yang merupakan seorang nabi dan rasul masih mau mengangkat-angkat barang material bangunan masjid dan ikut terjun langsung dalam menggali parit saat perang Khandaq terjadi.
Sejarah mencatat beberapa nama sahabat yang pernah mengabdikan dirinya untuk Nabi dan memiliki peran masing-masing. Anas bin Malik, putra Ummu Sulaim, menjadi sekertaris pribadi Rasulullah selama sekitar 10 tahun. Ibunya menitipkan Anas pada Nabi saat ia masih berusia 8 tahun. Rabi’ah bin Ka’ab, salah satu anggota Ashhabus Shuffah, biasa membantu Nabi dalam mengambilkan air wudu di sumur.
Sementara itu, Abdullah bin Mas’ud mendapat julukan shahibu na’laih, pelayan Nabi yang biasa memakaikan dan mencopot kedua sendal Nabi. Uqbah bin Amir juga mendapat julukan khusus sebagai pelayan Nabi yaitu shahibu baghlatihi. Ia bertugas menuntun hewan Bigal yang ditumpaki Nabi saat bepergian kemanapun.
Selain itu, pelayan Rasulullah dari kalangan wanita di antaranya adalah Ummu Aiman. Ia berkebangsaan Ethiopia (Habasyah) ini merupakan budak yang dimerdekakan oleh Abdullah, ayah Rasulullah Saw. Ummu Aiman salah satu orang yang berjasa dalam merawat Nabi dari kecil hingga dewasa. Umur tidak ada yang menyangka, Rasulullah justru wafat lima bulan lebih dulu dari Ummu Aiman.
Di sisi lain, pelayan Rasulullah ternyata bukan hanya dari kalangan muslim saja. Pemuda Yahudi yang konon bernama Abdul Quddus juga pernah menjadi pelayan Rasulullah Saw. Tidak diketahui secara pasti apa tugas Abdul Quddus dalam melayani Rasulullah Saw. Namun demikian, al-Qurthubi menyebutkan bahwa sekelompok Yahudi memaksa berkali-kali Abdul Quddus untuk mengambil rontokan rambut Nabi.
Karena waktu itu belum terlalu dewasa, Abdul Quddus tanpa curiga memberikan rontokan rambut Nabi kepada sekelompok Yahudi itu. Kita dapat menduga bahwa Abdul Quddus bertugas sebagai orang yang menyiapkan sisir Rasulullah Saw.
Ternyata belakangan diketahui bahwa Labid bin Al-A’sham menyihir Nabi dengan rontokan rambut tersebut. Sayangnya, tindakan tak terpuji sekelompok Yahudi itu gagal, sihir tersebut tak mempan mencelakai Rasulullah Saw yang selalu dijaga oleh Allah Swt.
Sikap perhatian Rasulullah dan kasih sayang beliau terhadap para pelayannya membuat pemuda Yahudi tersebut justru tertarik masuk Islam. Saat Abdul Quddus sakit, Rasulullah Saw. selalu menjenguknya. Hal ini sebagaimana diriwayatkan oleh Anas bin Malik yang juga merupakan pelayan Rasulullah Saw:
كَانَ غُلاَمٌ يَهُودِيٌّ يَخْدُمُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَمَرِضَ، فَأَتَاهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعُودُهُ، فَقَعَدَ عِنْدَ رَأْسِهِ، فَقَالَ لَهُ: «أَسْلِمْ»، فَنَظَرَ إِلَى أَبِيهِ وَهُوَ عِنْدَهُ فَقَالَ لَهُ: أَطِعْ أَبَا القَاسِمِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَأَسْلَمَ، فَخَرَجَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يَقُولُ: «الحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَنْقَذَهُ مِنَ النَّارِ» (رواه البخاري)
Artinya:
Nabi memiliki pelayan seorang pemuda Yahudi. Suatu saat pemuda itu jatuh sakit. Nabi pun menjenguknya dan duduk di dekat kepala pemuda Yahudi itu. Nabi pun menawarkan pemuda Yahudi tersebut masuk Islam. Lalu pemuda Yahudi itu menatap wajah bapaknya seraya meminta izin. “Silakan kamu mengikuti ajaran Abul Qasim, (Muhammad) (ayah rela kamu masuk Islam),” jawab ayah pemuda Yahudi itu kepadanya. Nabi pun keluar seraya berdoa, “Alhamdulillah, semoga dia (pemuda Yahudi) diselamatkan dari api neraka” (HR. Bukhari).
Dari kisah pelayan Nabi yang berasal dari agama Yahudi ini, kita dapat mengasumsikan bahwa hubungan sosial Nabi dengan non-Muslim terjalin dengan sangat baik. Jikalau kita dapati riwayat-riwayat hadis, sekalipun sahih, berkenaan dengan pertikaian antara umat Muslim dan non-Muslim pada masa lalu itu bukan dikarenakan faktor perbedaan agama.