Pada masa Bani Israel, ada satu masa krisis ekonomi, paceklik, sumber daya makanan sangat sulit. Ada satu orang yang berniat dalam hatinya,”Andai saja gunung pasir di sana itu berupa gandum, maka aku bagikan kepada semua penduduk Bani Israil.”
Lalu Allah memberikan wahyu kepada Nabi yang diutus di situ, untuk mengabarkan bahwa orang tersebut mendapat pahalanya bersedekah sebesar gunung pasir yang telah ia niatkan tersebut.
Cerita ini mirip dengan kisah seorang yang sedang menderita sakit, diajak oleh orang sholih supaya niat bersama untuk melaksanakan ibadah haji. Penderita sakit itu menjawab “bagaiama aku berniat haji jika badanku sakit seperti ini?”
Kemudian dijawab “Tidak, yang penting kita adalah berniat, masalah nanti pada akhirnya kita bisa menjalankan atau tidak karena sebuah udzur, kita tetap mendapatkan pahalanya.”
Jadi kita penting menata niat kita, walaupun gagal di tengah jalan, kita akan tetap mendapat pahalanya tanpa kurang sedikitpun.
Seperti halnya kita sudah niat ingin mengikuti jama’ah shalat subuh, namun tiba-tiba kebelet buang air besar hingga kita ketinggalan jama’ah dan tidak bisa mengikutnya sama sekali, maka kita tetap mendapatkan pahalanya.
Bahkan bisa jadi, pahala orang yang seperti ini lebih besar dari pada orang yang mengikuti jamaah langsung. Karena kalau orang yang mengikuti jama’ah ada potensi bangga ataupun riya’, namun jika orang hanya niat tetapi ada udzur, dia tidak mempunyai potensi untuk bangga dan riya’. []