Seorang pemuda baru saja mewarisi kekayaan orang tuanya. Ia langsung terkenal sebagai orang kaya dan banyak orang yang menjadi kawannya. Namun karena ia tidak cakap mengelola, tidak lama seluruh uangnya habis. Satu per satu kawan-kawannya pun menjauhinya.
Ketika ia benar-benar miskin dan sebatang kara, ia mendatangi Nasruddin. Bahkan pada masa itu pun, kaum wali sudah sering [hanya] dijadikan perantara untuk memohon berkah.
“Uang saya sudah habis, dan kawan-kawan saya meninggalkan saya. Apa yang harussaya lakukan?” keluh pemuda itu.
“Jangan khawatir,” jawab Nasruddin, “Segalanya akan normal kembali.
Tunggu saja beberapa hari ini. Kau akan kembali tenang dan bahagia.”
Pemuda itu gembira bukan main. “Jadi saya akan segera kembali kaya?”
“Bukan begitu maksudku. Kau salah tafsir. Maksudku, dalam waktu yang tidak terlalu lama, kau akan terbiasa menjadi orang yang miskin dan tidak mempunyai teman.”
Kisah Nasruddin Hoja dan seorang pemuda di atas adalah sindiran bagi kita yang sering mengeluh ketika berada pada posisi yang kurang menguntungkan.
Miskin dalam cerita di atas merujuk pada keadaan yang kurang baik yang dialami seseorang. Sedangkan kata kaya merujuk pada keadaan yang oleh manusia pada umumnya diidamkan dan menjadi keinginan banyak orang.
Pelajaran hidup yang dapat kita ambil dari cerita di atas adalah, bersikaplah biasa-biasa saja lah dalam menghadapi kehidupan ini. Ketika kaya ya sewajarnya sajal, jangan terlalu berlebiham menghamburkan harta.
Ketika miskin juga begitu, hadapi saja sewajanya jangan kebanyakan mengeluh. Hingga pada saaatnya nanti kita tidak mempersoalkan miskin dan kaya lagi, seolah-olah keduanya sama saja. Karena kita sudah biasa menghadapinya.
Wallahu A’lam.