Nabi Nuh diutus oleh Allah di sebuah daerah yang awalnya sederhana, di sebuah negeri yang dilalui dua sungai; Eufrat dan Tigris. Namun, seiring berjalannya waktu, kesederhanaan daerah tersebut berubah menjadi mencekam, yang kuat menindas yang lemah. Dari situlah awal kebobrokan kaum Nabi Nuh.
Orang-orang mulai lupa akan beribadah kepada Allah. Nabi Nuh memperingatkan kaumnya agar kembali ke jalan Allah. Tidak menyembah berhala-berhala yang mereka buat. Oarangorang membuat berhala dan diletakkan di tepi sungai Eufrat. Mereka menamakan berhala-berhala itu Wadd, Suwa’, Yaghuts, Ya’uq dan Nasr. Nabi Nuh selalu berdoa kepada Allah agar umatnya dijauhkan dari kebodohan.
Banyak yang menentang seruan Nabi Nuh, terutama mereka yang punya posisi kuat. Ketika ia mengajak kaumnya kembali ke jalan Allah dan berhenti menyembah berhala, justru kaumnya menganggap bahwa Nuh adalah orang gila. Mereka menaruh dendam terhadap Nabi Nuh. Mereka menentang seruan Nuh. Bahkan berani mengejeknya dengan membandingkan harta yang dimiliki Nabi Nuh. Memang Nabi Nuh hidup tidak bergelimang harta seperti kaum kuat.
Bukan hanya kaum kuat saja, kaum lemah pun tak mau mengikuti ajakan Nabi Nuh. Mereka takut dan berpikir bahwa apapun yang benar menurut kaum kuat, berarti benar juga di mata kaum lemah. Tetapi ada beberapa orang yang percaya akan seruan Nabi Nuh. Mereka berasal dari golongan kaum miskin dan tertindas.
Nabi Nuh berdakwah selama 950 tahun. Beliau tidak gentar dalam mengajak kaumnya kembali ke jalan Allah. Setiap hari ia sabar dan tawakkal meskipun caci maki kaumnya menghujamnya bertubi-tubi. Meskipun terlihat tua, namun ia masih kuat. Tidak hanya dicaci maki, tak segan-segan kaum kafir kerap memukul Nabi Nuh. Kehidupan beliau berlajut dan tak pantang menyerah mengajak kaumnya, meskipun istrinya sendiri membangkang.
Hingga pada suatu hari, seorang malaikat turun ke bumi dan berkata kepada Nabi Nuh, “Sesering apapun engkau menyeru kaummu, mereka tetap tidak akan beriman kepada Allah. Jangan letihkan dirimu demi mereka, karena mereka adalah orang terkutuk.”
Kemudian, Nabi Nuh pun berdoa, “Tuhanku, jangan Engkau biarkan seorang pun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi. Sesungguhnya jika Engkau biarkan mereka tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hamba-Mu, dan mereka tidak akan melahirkan selain anak yang berbuat maksiat, lagi sangat kufur.” (Q.S. Nuh : 26-27).
Allah kemudian mewahyukan kepada Nabi Nuh agar mebuat Bahtera besar. Bahtera tersebut memiliki 3 lantai, panjang 200 meter, lebar 70 meter dan tinggi 25 meter. Sangat sulit membuat bahtera sebesar itu. Tetapi, kecakapan yang dimiliki Nabi Nuh sebagai tukang kayu serta dibantu juga oleh pengikut Nabi Nuh, meringankan kesukaran. Mereka mebuat bahtera di sebuah gurun dan terdeteksi pula keberadaannya oleh kaum kafir. Mereka menghina dan menghujat habis-habisan kepada Nabi Nuh dan kaumnya.
Butuh waktu yang tidak sebentar untuk membangun bahtera yang amat besar guna menampung semua pengikut Nabi Nuh dan hewan-hewan dari air bah yang akan dikirimkan Allah. Butuh waktu bertahun-tahun dan penantian yang amatlah panjang. Belum ditambah ejekan kaum kafir yang semakin menjadi-jadi. Namun Nabi Nuh dan kaumnya tetap bersabar dan menerima ejekan serta sesekali beliau menimpalinya dengan suatu saat gantian dirinya dan kaumnya yang mengejek mereka.
Kaum Nabi Nuh percaya dan penuh harap akan apa yang Allah rencanakan. Selama 80 tahun mereka bekerja keras, mereka pun tinggal menunggu keputusan Allah.
Kemudian seorang wanita tua dan anak perempuan kecilnya bertanya kapa Allah akan menyelamatkannya dari orang-orang kafir. Beliau tidak mengetahuinya karena memang itu rahasia Allah. Dan ketika itu pula, malaikat turun dan berkata kepada Nabi Nuh, “Bila terdapat air memancar dari rumah wanita tua itu, maka itulah saatnya banjir akan terjadi.”
Nabi Nuh menyampaikan apa yang disampaikan malaikat kepada kaumnya. Dan semenjak itu, kaumnya sering mengunjungi rumah wanita tua itu.
Badai Itu Tiba
Tepat di suatu hari, langit penuh awan tebal dan hari menjadi amat gelap. Orang-orang kafir meningkatkan tensi penindasan dan kekejamannya.Sampai seorang anak perempuan berlari dan mendatangi Nabi Nuh dan mengatakan air di sumur rumahnya memancar. Dan ketika semua melihat buktinya, segera beliau menyuruh kaumnya menaiki bahtera. Seketika pula kilat menyambar dan bergemuruh suaranya serta hujan pun turun dengan derasnya.
Air terlihat memancar dai pegunungan dan lembah-lembah. Hujan turun amatlah deras beserta angin yang sangat kencang. Negeri mereka dipenuhi dengan air. Semua hewan telah naik ke bahtera itu. Nabi Nuh dan para pengikutnya berdiri di lantai dua bahtera sembari melihat banjir besar.
Nabi Nuh berharap putranya tidak mengikuti kaum yang membangkang. Beliauterus menunggu anaknya datang. Ia melihat ada seorang anak kecil dan ia yakin itu anaknya. Lalu, beliau berteriak, “Nak, datanglah kepadaku. Naiklah ke bahtera ini.” Namun anaknya menjawab, “Tidak. Aku akan pergi ke gunung itu. Gunung itu akan melindungiku dari banjir ini.”
Nabi Nuh terus memakasa dan berteriak agar anaknya naik ke bahtera. Namun tetap saja anaknya menolak. Nabi berteriak untuk kali ketiga, namun terlambat. Anaknya tersapu sebuah ombak besar yang datang sehingga tenggelamlah anaknya.
Hujan terus turun dengan derasnya. Hari demi hari terus berlalu hingga 40 hari lamanya. Bahtera tetaplah melaju dan mengarungi ombak . Nabi Nuh dan pengikutnya terus berdoa memohon keselamatan kepada Allah. Malaikat turun ke bumi dengan membawa katakata suci. Kemudian oleh beliau ditulis kata-katanya pada sebuah lembaran kayu guna menyelamatkan bahtera yang ditumpangi.
Bahtera tetap mengarungi ombak besar menuju ke utara. Setelah 40 hari, hujan pun akhirnya berhenti. Matahari mulai bersinr kembali dan muncullah pelangi. Kemudian beliau melepaskan seekor burung gagak yang kemudian balik lagi karena tak menemukan daratan. Lalu Nabi Nuh melepas burung merpati putih, burung terbang, menghilang bebebrapa saat dan kembali membawa sepotong ranting. Nabi Nuh pun melepaskan merpati putih satu lagi dan tak balik lagi.
Dari kedua merpati putih yang dilepaskan, Nabi Nuh dan pengikutnya senang. Banjir sudah reda dan bahterapun diarahkan ke utara. Mereka semua berdoa dan bersyukur kepada Allah karena telah menyelamatkan dari banjir bandang. Bahtera yang mereka tumpangi pun berlabuh di puncak gunung Judi. Hujan reda, air ditelan bumi dan kehidupan berangsur pulih. Nabi Nuh dan pengikutnya meninggalkan bahtera dan membangun peradaban baru di muka bumi. Semua hidup dengan rukun dan penuh kedamaian.
Nabi Nuh sedang duduk-duduk menikmati sinar matahari saat malaikat maut datang menjemputnya. Ia ditanya oleh malaikat tentang pendapatnya mengenai kehidupannya yang panjang.
Beliau pun menjawab, “Kehidupanku di dunia ini seperti gerakanku dari tempat tadi ke tempat teduh ini.”
Lalu beliau menutup matanya dan ia telah menyampaikan risalah serta menyelamatkna manusia dari kehancuran. Oleh sebab itu, Allah mengkhususkan salam atasnya selama-lamanya dalam firman-Nya, “Salam sejahtera untuk Nuh di seluruh alam.” (Q.S. AsSaffat : 79). []
*Diceritakan ulang dari buku The Greatest Stories Of Al-Qur’an karya Syekh Kamal As-Sayyid.