Alkisah, ada seorang Nabi Allah yang hendak berperang untuk membuka sebuah desa. Nabi tersebut bernama Yusya’ Alaihissalam, yaitu salah seorang Nabi Bani Israil. Beliau diangkat menjadi Nabi setelah Nabi Musa As meninggal.
Dan pada suatu ketika, Nabi Yusya’ sedang mempersiapkan pasukan untuk penaklukan sebuah kota. Dalam rangka mempersiapkan pasukan yang tangguh, pasukankan pun dipilih mana yang bisa menjadi sebab kekalahan, mana yang tidak. Sebab jika dalam hati mereka masih disibukkan dengan perkara dunia, maka bisa membelenggu hati dan pikiran mereka sehingga bisa menyebabkan kekalahan.
Nabi Yusya’pun kemudian mengeluarkan tiga kelompok yang tidak diizinkan untuk menjadi prajurit. Mereka diantaranya adalah orang-orang yang telah berakad nikah, tapi belum menyentuh istrinya. Sebab orang-orang ini, hatinya masih tergantung dengan istrinya, apalagi jika masih muda. Kemudian orang-orang yang sibuk membangun rumah, tapi belum menyelesaikan bangunannya. Dan terakhir adalah orang-orang yang membeli unta atau domba bunting, sementara dia menantikan kelahirannya.
Apa yang dilakukan oleh Nabi Yusya’ tersebut adalah bagian dari taktik dalam memimpin, dan menyiapkan bala tentara untuk mewujudkan kemenangan. Karena kuantitas tidak selamanya menjamin kemenanangan, maka dibutuhkan kualitas dan taktik yang jitu.
Setelah berhasil memilih para prajurit, Nabi Yusya’ dan pasukannya pun berangkat ke kota yang hendak ditaklukkannya. Beliau mendekati kota itu pada waktu Ashar. Sehingga kesempatan untuk membuka kota itu tidaklah banyak, karena berperang di malam hari tidaklah mudah dan peperangan yang dilakukan saat itu tepat hari Jum’at. Sehingga ketika matahari terbenam, peperangan harus dihentikan. Dan jika sampai matahari terbenam, tentu peperangan akan dilanjutkan hari setelahnya, yaitu pada hari Sabtu telah tiba. Padahal perang di hari Sabtu hukumnya haram bagi Bani Israil.
Dan jika kemenangan belum tercapai hingga sore hari, maka Nabi Yusya’ pun harus mundur dari kota itu sebelum merebutnya. Sehingga hal tersebut sama saja memberi peluang kepada penduduk kota untuk memperkuat pasukannya, memperbaiki benteng-bentengnya dan menambah kekuatan senjatanya. Melihat keadaan semakin sore, Nabi Yusya’ tiba-tiba menghadap Matahari dan berkata kepadanya, “Kamu diperintahkan, aku juga diperintahkan.”
Kemudian Nabi Yusya’ berdoa kepada Allah, “Ya Allah, tahanlah ia untuk kami.” Doa yang dipanjatkan oleh Nabi Yusya’pun dikabulkan oleh Allah Swt, karena terbenamnya matahari tertunda hingga kemenangan bisa diwujudkan. Hal tersebut sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Shahih Bukhori Kitab Fardhul Khumus, bahwa Rasulullah Saw pernah bercerita tentang seorang Nabi yang hendak membuka sebuah kota.
Setelah berhasil menaklukan kota tersebut, Nabi Yusya’ dan bala tentaranya mengumpulkan harta rampasan perang. Namun tiba-tiba api melahap semua harta rampasan yang dihasilkan dari peperangan tersebut, karena ada dari pasukan yang menggelapkannya.
Tertahannya matahari yang menyelamatkan Nabi Yusya’ dari kekalahan adalah bukti keimananan yang begitu besar, beliau yakin bahwa kodrat Allah Swt di atas segala sesuatu. Dia mampu memanjangkan siang sehingga kemenangan bisa diraih sebelum terbenamnya matahari. Hal-hal seperti ini tidak sulit bagi Allah Swt, dan kita mengetahui pada hari ini bahwa siang dan malam terjadi karena berputarnya bumi mengelilingi dirinya.
Selain itu menunjukkan akan kebesaran Allah Swt, kisah di atas juga menjelaskan perihal harta rampasan bagi orang-orang sedang berperang. Di mana sebelum Islam, harta rampasan tidak boleh diambil oleh pasukan yang ikut perang. Namun dalam Islam, harta rampasan bisa diberikan kepada mereka yang ikut berjuang.
Kisah Nabi Yusya’ di atas juga menunjukkan betapa pentingnya seorang hamba agar selalau berdoa kepada sang Maha Kuasa, sebab Allah Swt akan mengabulkannya. Walaupun doa yang kita panjatkan, tidak seketika dikabulkan oleh Allah Swt. Namun Allah Swt. tahu mana yang tepat dan sesuai dengan keadaan kita.
Allah Swt sendiri juga memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk selalu berdoa kepada-Nya. Oleh karena itu, tetaplah berdoa kepada sang maha pencipta sebagai wujud kita patuh dengan perintah-perintahnya dan butuh akan lindungan-Nya. Walaupun doa kita belum terkabul seketika seperti yang terjadi dengan Nabi Yusya’, namun jangan sampai putus asa untuk selalu berdoa kepada-Nya.