Ini cerita tentang maling, seorang koruptor yang mencuri harta umat pada zaman Rasulullah. Ketika maling itu meninggal, Nabi pun enggan menyalatkannya. Padahal, ia adalah salah seorang sahabat Nabi.
Apa alasan yang menyebabkan Nabi ogah menyalatkan mayat koruptor ini?
Kisah ini diriwiyatkan oleh Abu Dawud dan terjadi seelah peristiwa penaklukan Khaibar, sebuah tempat yang tak jauh dari kota Madinah. Peristiwa ini terjadi pada bulan Muharram di tahun ke-7 Hijirah atau 625 Masehi.
Saat itu terjadi desas-desus di kalangan umat Islam, ada salah seorang sahabat Nabi yang meninggal dunia. Tapi entah kenapa lama sekali disalatkan. Hingga akhirnya Nabi pun turun tangan.
“Salatkan lah saudara kalian ini,” kata Nabi.
Perintah justru membuat para sahabat kaget. Tidak biasanya Nabi begitu, apalagi jika menyangkut salah seorang sahabat yang meninggal. Biasanya, beliau akan mengajak para sahabat untuk menyalatkannya bersama-sama sesegera mungkin.
Saling pandang pun terjadi. Raut muka sahabat-sahabat ini berubah. Apalagi, diksi Nabi memakai istilah ‘salatkan lah saudara kalian’ secara khusus untuk menyebut orang itu.
Nabi tampaknya memahami kebingungan para sahabat ini.
Beliau lalu bersabda, ”Sungguh, orang ini menggelapkan harta rampasan perang di jalan Allah.”
Sontak, hal ini membuat geger. Dari mana Nabi tahu?
Para sahabat pun akhirnya memeriksa jenazah sahabat itu dan bawaannya. Ternyata, para sahabat menemukan perhiasan kecil, manik-manik, sebuah pertama milik orang Yahudi.
Orang-orang menyebutnya dengan istilah kharazan (perhiasaan mirip manik-manik yang berkilauan). Harganya pun jika dijual tidak terlalu mahal, hanya senilai 2 dirham belaka.
Namun, mengambil sesuatu yang bukan miliknya, apalagi harusnya itu jadi harta ghanimah ( harta rampasan perang) milik bersama tetap tidak bisa dibenarkan.
Korupsi tetaplah busuk dan maling uang umat seperti itu sudah selayaknya tidak dihormati.
Begitulah. Nabi tetap tidak mau menyalatkan koruptor, meskipun yang dicuri harta senilai 2 dirham belaka. Sebuah pelajaran penting bagi kita untuk menghindari perilaku ini. Wallahu a’lam bisshowab.